Saujana berdiri cukup jauh dari tempat Nata, matanya menelusuri setiap sisi studio utama KNH. Para model sebagian masih di ruang wardrobe, mereka akan di bantu stylist dan make up artis KNH Studio.
Untuk pemotretan seperti ini Nata akan turun langsung. Saujana pelajari banyak hal baru, dunia fotografi yang ternyata tidak sederhana seperti bayangannya. Butuh ide dan konsep yang matang, tidak main foto saja.
Kesulitan foto juga di sesuaikan dengan tempat, di dalam ruangan seperti ini butuh pengaturan lighting yang sesuai berbeda dengan foto di ruang terbuka. Berbagai alat diatur untuk bisa dapat hasil foto yang bagus.
Tatapan Saujana kini beralih pada Nata sedang duduk, di tangannya ada kamera dan sedang mengaturnya. Lensa yang di pakai adalah Lensa Tale. Saujana paling sering melihat Lensa Tale yang di pakai Nata saat pemotretan modeling seperti sekarang.
Bekerja dengan Nata, seorang fotografer sekaligus owner KNH selama enam bulan ini buat Saujana sudah mulai kenal serta hafal nama-nama jenis lensa kamera dan kegunaannya.
“Oke guys, kita mulai!” seru Nata menginterupsi salah satu karyawa untuk mulai memanggil para model.
Letta, model pertama yang akan di potret Nata. Meski ada hubungan spesial diantara Nata dan Letta, mereka sangat profesional. Letta memang ahli dengan tidak banyak arahan, tapi Letta bisa atur pose yang paling bagus untuk posisi terbaik.
Saujana terkadang heran, bagaimana mereka—para model—bisa punya tubuh yang bagus. Mereka rela diet dan olahraga ketat, yang Saujana salut mereka bisa menahan nafsu makan. Menjauhkan nasi dari menu makan sehari-hari itu kan sulit sekali. Saujana jika belum makan nasi saja rasanya belum yakin sudah makan.
Diam-diam dia menggeleng kecil dan tersenyum dengan pikirannya lalu tatapan Saujana lekat pada Bosnya. Nata mengarahkan lensa dari sudut terbaik yang bisa menghasilkan potret mahal dan cantik, dia bahkan sampai tidur dilantai atau naik ke kursi sementara model berbaring.
Jika melihat Nata yang sangat lincah begitu, Saujana hampir tidak ingat jika Nata tadi sempat demam. Saujana juga mengakui jika Nata terlihat menyatu dengan kameranya, dia jauh lebih berkarisma. Dua tato bentuk garis di lengan malah buat dia terlihat panas saat mengangkat tangan dan memegang kamera. Pantas beberapa model terjerat pesonanya.
Lihat saja Letta, seorang model papan atas sampai jatuh ke pelukannya.
“Saujana!”
Panggilan Nata membuat pemilik nama itu mengerjap, beberapa orang di studio ikut memperhatikannya.
Saujana sempat terbuai dengan pikiran sampai tidak sadar jika Nata panggil-panggil namanya sejak tadi.
“Saujana, lo di panggil bos!” Senggol Ayu, salah satu make up artis
Saujana melihat Nata menatapnya, lalu dia berjalan cepat untuk sampai di depannya.
“Ponsel saya tertinggal di ruangan, di atas meja. Tolong ambilkan.” Perintahnya.
Saujana mengangguk, “Baik, Pak.”
“Tunggu!” Cegahnya sebelum Saujana berbalik.
“Ya, Pak? ada lagi?”
“Belikan kopi seperti biasa.”
Saujana mengangguk.
“Saya belum selesai bicara, kamu buru-buru sekali mau pergi.” katanya membuat Saujana menghela napas.
“Sekalian beli untuk dirimu. Dengar baik-baik... saya butuh asisten yang mampu berkonsentrasi bukan suka melamun.” Sindirnya sambil berlalu berjalan kembali untuk memotret model selanjutnya.
Saujana mencebikkan bibir, jika bukan bos dan Saujana butuh pekerjaan ini, sudah dia cakar wajah tampan Nata itu.
Ish, bosnya gila memerintah!
Eh, tapi memang enaknya jadi bos ya bisa memerintah sesuka hati. Nasib dia saja yang harus menjadi kacung!
Saujana menggerutu di dalam hati sambil terus berjalan, tak perhatikan langkah sampai Saujana hampir menabrak seseorang.
Tap!
“Eh sorry—“
“Astaga, apa lo nggak punya mata sampai nggak perhatikan jalan?!” omelan orang yang hampir Saujana tabrak, dia tak lain salah satu model bernama Oki.
“Maaf mbak—“
“Sudahlah...” katanya sembari mengibaskan tangan sebelum berlalu dengan sombong.
Saujana kembali menghela napas, kenapa dia jadi ceroboh sekali?! atau memang orang-orang di dalam studio ini resek semua, kecuali Leo-nya.
***
“Saujana...”
“Hei, Saujana!”
Saujana merasakan tubuh diguncang seseorang, sementara matanya berat untuk terbuka. Sentuhan itu kembali di rasakan. “Kamu mau terus tidur di sini?”
Suara itu begitu jelas. Dalam mimpi Saujana, mengapa bisa mendengar Nata sangat jelas?!
“Oh Tuhan, wanita ini!” keluh jengkel kembali terdengar.
“Eugh...”
Saujana menggeram sebelum kelopak mata mengerjap, perlahan terbuka hingga netranya menemukan cahaya lampu tertutup tubuh seseorang yang berdiri menjulang.
“Pak Nata?!” Saujana segera bergerak untuk duduk.
Nata menggelengkan kepala, “bisa-bisanya kamu tidur!”
Saujana ingat, pemotretan hari ini selesai sore lalu Nata mengelar meeting untuk konsep dan ide sebuah pameran fotografi yang akan dia gelar, melibatkan pasangan artis yang di nilai romantis cocok dengan tema hari kasih sayang.
Selesai itu, Nata berada di ruangan dan tidak keluar-keluar atau butuh dirinya. Pekerjaan Saujana sudah selesai, biar begitu tidak berani ijin pulang lebih dulu karena aturannya dia pulang jika Nata sudah selesai.
Saujana yang lelah dengan setumpuk pekerjaan membuat matanya berat dan dia duduk di salah satu sofa niatnya hanya untuk merebahkan diri, malah tertidur entah berapa lama.
“Maaf, Pak.”
Nata menghela napas, tidak menutupi diri kalau dia sangat jengkel.
“Bapak sudah selesai? sudah mau pulang?” tanyanya lagi, kini Saujana sudah berdiri dan cepat-cepat merapikan rambut dan penampilannya.
“Ya, saya nggak ada niat untuk menginap di kantor. Kamu kenapa masih di sini? saya, pikir kamu sudah pulang.”
“Saya menunggu pak Nata.”
“Menunggu sambil bermimpi?”
“I-itu, saya mengantuk Pak.”
Nata bersedekap, matanya menatap gadis muda itu dengan tatapan sulit di baca. “Saya juga tahu, kalau mengantuk ya tidur.” Jawabnya resek.
Nata berlalu, Saujana sampai melongo. “Pak, tunggu!”
“Apalagi? Ini sudah jam sembilan malam, Saujana. Kamu bisa pulang.”
“Jam berapa pak?” Saujana mengerjap mendengar informasi dari bosnya.
“Kamu bisa cek jam di ponselmu.” Jawabnya dingin lalu pergi begitu saja.
Saujana mengecek ponsel dan benar saja sudah jam sembilan malam!
Dengan cepat dia mengambil tas dan berlari menyusul Nata yang ternyata menahan pintu lift. Hanya ada mereka berdua, Saujana menggigit bibir dalam saat beranikan diri menatap bosnya yang bersandar dan memejamkan mata.
“Pak Nata sakit lagi?” cicitnya memastikan, tapi mampu mengusik lelaki itu hingga membuka mata. Dan Saujana menyesal karena kelihatan Nata tidak suka dengan basa-basinya. Lelaki itu malah beri tatapan yang mampu buat Saujana ciut.
Kemudian Saujana membiarkan sunyi menyelimuti mereka, berjalan buntuti bosnya. Salah satu keamanan sigap mengambilkan mobil, lalu Saujana diam saat Nata memintanya juga masuk.
“Kenapa diam saja? kamu ini tuli atau nggak paham kalimat perintah saya?!”
“Pak, tapi—“
Nata melengang masuk, tak mau dengarkan dia lagi. Saujana tidak punya pilihan untuk masuk ke kursi penumpang. Mobil melaju dan Saujana menatap gang kecil yang biasa dilewati menuju tempat kos. Dia pikir pekerjaannya sudah selesai.
Ah, entah ke mana Nata akan mengajakku?! Batinnya.
“Ke mana saya harus antar kamu pulang?” tanya Nata.
Membuat Saujana langsung menatap lelaki itu dengan bibir terbuka bagai ikan mas dan mata mengerjap.
“Bapak mau antar saya?”
“Ya, memang kamu pikir kita akan ke mana?”
“Saya kira ajakan bapak karena kita ada kerjaan.” Jawabnya polos.
Membuat Nata menatapnya, “Kerja?”
Anggukan Saujana membuat Nata tertawa. “Saya manusia biasa, bekerja dua puluh empat jam hanya akan memperpendek usia saya.”
“Lho, jadi kita mau ke mana?” tanya Saujana bingung. Itu malah membuat Nata gemas sama asistennya.
“Alamatmu di mana? Saya sedang berbaik hati untuk mengantar kamu pulang, anggap saja saya balas jasamu untuk bubur dan obat tadi pagi.”
Kalimat itu membuat Saujana merasa bersalah, bahkan sampai memainkan tangan di pangkuan.
“Saujana, kamu nggak punya tempat tinggal?”
“Hm, bu-bukan itu pak!” bagaimana Saujana sampaikan jika mereka sudah cukup jauh dari tempat pulangnya.
“Lalu apa?” tanya Nata.
Saujana memejamkan mata, pasti setelah ini Nata menyesali niat baiknya. “Sebenarnya, saya baru pindah ke tempat kos yang nggak jauh dari gedung KNH Studio. Lebih tepatnya, di perumahan tepat di belakang itu pak—“
Ciiitttt!
Tubuh Saujana sampai terdorong ke depan, untungnya pakai seatbelt kalau tidak dia bisa menghantam dasboard saat Nata menginjak rem secara mendadak.
Saujana cepat menatap ke belakang, beruntung tidak ada mobil yang akan celaka oleh tindakan Nata. Begitu tatapan Saujana bertemu dengan Nata, dia tahu jika detik itu juga sedang dalam masalah.
Habis sudah diriku!
***
Nata benar-benar keterlaluan dengan tega menurunkan Saujana di bahu jalan. Saujana menggerutu lalu terpaksa order gojek. Seharusnya tidak keluar ongkos.
Semua karena Nata dia harus keluar ongkos malam ini!
Saujana membuka pintu kamar kos, masuk lalu tidak lupa menguncinya.
Dia melempar diri ke atas tempat tidur ukuran satu orang. “Mimpi apa aku punya bos macam nata begitu?!”
Saujana baru saja memejamkan mata, suara ponsel dari dalam tas menarik perhatian.
Leo.
Segera dia mengangkatnya. “Kamu sudah di tempat kos?”
“Ya, baru sampai. Kamu di mana?”
“Depan pintu kos-mu.”
Saujana mengernyit, “Di mana, Leo?”
Tok! Tok! Tok!
“Ini aku, tikus. Buka pintunya!” teriakan Leo dengan suara di ponsel terdengar sama.
Saujana menutup panggilan, melempar Hp ke atas ranjang lalu dia berjalan membuka pintu dan benar saja Leo sudah berdiri di sana dengan sekotak martabak telur.
“Ngapain kamu ke sini? bukannya langsung pulang.”
“Aku baru sampai sudah dapat kalimat pengusiran.” Cibirnya, tapi tidak tersinggung sama sekali malah Leo duduk di atas karpet bulu sederhana berwarna purple.
“Ambil piring dan mangkuk untuk cukanya.”
Saujana menurut, ikut duduk bersila dan nikmati martabak telur bersama. Dia memang lapar sekali terutama setelah hadapi Nata.
Mereka mengobrol, “Kamu baru sampai rumah?” tanya Leo perhatikan penampilan Saujana yang masih sama.
Saujana mengangguk, rambutnya sudah di ikat asal oleh jepitan rambut berwarna toska. “Kamu?”
“Aku ada pemotretan prewedding sore tadi di bogor.”
“Mobilmu?”
“Di kantor.” Jawabnya enteng.
“Ke sini jalan kaki?”
“Iya, aku malas lewat jalan memutar untuk sampai sini.”
Tempat indekos Saujana di pinggir jalan cukup untuk dua mobil, memang ada gang lebih sering di sebut jalan tikus untuk memotong ke bagian jalan utama tepat di depan gedung KNH studio. Biasanya Leo jika bawa mobil, lewat jalan memutar untuk bisa ke tempat indekos.
“Nanti kamu pulang ke apartemen, ambil mobil dulu?”
Leo menggeleng kecil, dia menunjuk tas sport yang biasa di bawa saat gym. “Aku bawa pakaian ganti.”
“Eh, maksudmu?”
“Aku menginap di sini. Besok pagi aku ada persiapan pemotretan di luar, kamu kan tahu jarak apartemenku ke sini jauh.” Alasannya. Saujana tidak bisa mengusir Leo pulang. Lagi pula pemilik kos tidak keberatan karena tahunya Leo adalah kakak Saujana.
Jadilah Leo menggelar kasur lantai lain, akan tidur di bawah dekat ranjang yang Saujana tempati. Tidak ada canggung sama sekali karena mereka sudah seperti adik-kakak.
Tapi, ketika Saujana keluar dari kamar mandi sudah berpakaian kaos longgar hingga menutupi celana pendek setengah pahànya dengan rambut basah dan handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya, Leo sempat terpaku dan cepat-cepat mengalihkan tatapannya.
Saujana tidak sadar itu, malah dengan santai duduk bersila di dekat Leo mengeringkan rambut. Setelah rambut kering, Saujana ikut berbaring di sisinya. Mereka berdua sama-sama memandang langit kamar indekos Saujana.
“Leo.”
“Hm...”
Saujana menghela napas, “Aku udah kirim cv dan surat lamaran ke beberapa perusahaan lain, tapi, belum ada panggilan sampai saat ini.”
Leo tertarik, dia mengubah posisi dengan satu tangan menyanggah kepala, menghadap Saujana. “Kamu mau Resign?”
“Kalau ada pekerjaan lain.”
“Kenapa? Bukan kamu sudah nyaman?”
“Bos Nata kadang kelewat menyebalkan, apalagi kalau marah-marah.”
“Dia menyakiti kamu?”
Saujana menoleh, tatapan mata mereka pun beradu. “Nggak, bukan begitu. Sudahlah, mungkin memang rezekiku di sana.” gumamnya.
Leo kembali berbaring telentang, “kontrakmu di KNH dua tahun, kan? kamu nggak bisa keluar begitu saja.”
Saujana menepuk keningnya, “Astaga, bagaimana aku bisa lupa! bodoh!” artinya dia harus bertahan selama itu di kantor KNH.
Suara tawa lelaki itu terdengar, “Jalani saja, lamban-laun kamu akan terbiasa kok sama bos.”
Saujana mengangguk, mencari pekerjaan di kota Jakarta ini sangat sulit. Belum tentu di tempat lain, dia akan bisa dapat gaji lumayan sekali seperti jadi asisten Nata si bos yang suka memerintah itu.
Semua perkerjaan ada kekurangan dan kelebihannya, Saujana akan mengurangi keluhan saat berhadapan dengan bosnya ya selama gaji yang di dapat seimbang. Hei Saujana bukan wanita materialistis, tapi realistis sebab hidup di Ibu kota itu tidak mudah terlebih pengeluarannya luar biasa.
Saujana dan Leo terus berbincang, sampai mata wanita itu berat dan tertidur lebih dulu di sisi Leo.
Leo tersenyum menemukan Saujana sudah mendengkur halus lalu dia bergerak dan mengangkat tubuh Saujana mudah untuk tidur di ranjang, Leo menarik selimut juga. Tidak langsung kembali ke lantai, Leo sempat terpaku duduk di sisi ranjang dengan tatapan lekat pada wajah manis Saujana.
Tangannya terulur mengusap kening Saujana, menyingkirkan poni yang membuat Saujana terlihat lebih muda dari usianya, membuatnya terlihat cute.
“Apakah kamu tahu, tikus. Kalau artimu untukku lebih dari yang kamu tahu selama ini.” bisiknya, diakhiri senyum khas Leo yang hanya muncul kala bersama Saujana, gadis manis yang dikenal sejak mereka sama-sama kecil, beranjak dewasa hingga masa ini.
To be continued....
Yang satu tukang memerintah, yang satu tukang kasih perhatian... nah Lho, Saujana bikin iri ya ada diantara Nata-Leo wkwkw.
Komentar yuk!