CINTA YANG KURINDU- 5

1969 Kata
Dalam bayangan seorang Saujana jadi asisten bos seperti Nata, tugasnya hanya merekap dan mengatur jadwal Nata. Ternyata, tugasnya lebih banyak dari itu. Saujana harus hafal minum dan makanan kesukaan Nata juga, kecuali jika Nata ada janji makan di luar tanpa Saujana. Tidak sulit sebab Saujana mudah mengingat. Jika sedang ke luar kota seperti sekarang pun, Saujana yang akan cari penginapan untuk bos dan team yang ikut, mengatur akomodasi lain meski hanya koordinasi dan ada bagian khusus yang jalan. Saujana akan ikut serta pada perjalanan Nata. Seperti hari ini mereka ada Prewedding di Padang Savana Bromo tepatnya di bukit Jemplang. Dengan beberapa Jeep, mereka harus lewati lautan pasir yang justru jadi daya tarik kawasan Bromo khas dan terkenal untuk sampai ke padang Savana ini. Rombongan KNH Studio sampai kemarin siang, Nata turun langsung untuk ambil foto prewedding salah satu artis papan atas bersama pasangannya yang merupakan seorang pengusaha muda dan anak dari salah satu menteri. Prewedding ini hanya sebagian rangkaian dari konsep prewedding yang pasangan itu inginkan, setelah mengambil foto di studio, mereka pun ingin ada foto di alam seperti ini. Kabar baiknya, Wedding nanti pun untuk dokumentasi mereka percaya pada KNH Studio. Memang KNH studio bekerja sama dengan banyak Event or Wedding Organizer baik acara pribadi seperti pernikahan atau acara besar, misal pesta suatu perusahaan, konser atau acara lain.  Saujana tersenyum pada Lilly, artis yang sering membintangi film sekaligus penyanyi. Wanita seusia dengan Saujana tapi sudah berani untuk melangkah ke jenjang serius pernikahan. Tidak sangka jika Lilly sangat ramah dan baik termasuk pada Saujana yang merupakan orang asing. Bekerja hampir satu tahun dengan Nata, membuat Saujana juga belajar banyak selain keuntungan bisa wisata ke beberapa tempat seperti sekarang ini. Saujana akan ikut bantu sebisa mungkin, mulai kenali banyak alat-alat make up dari orang-orang perias wajah yang mulai akrab dengan Saujana. Karena pemotretan di luar, mereka mendirikan tenda untuk sang klien bersiap-siap dengan kostum dan make up. “Lilly, sudah siap?” tanya Saujana. Sang artis itu mengangguk, “Sudah, tolong bantu aku ya.” “Tentu saja.” Saujana ikut tersenyum. Dia sangat cantik dengan Dress ala princess. Saujana dengan seorang karyawan membantu memegangi ujung dress, sementara seorang lagi menuntun langkah sang artis. Lilly berdiri di titik foto yang akan di ambil, semua orang menjauh termasuk Saujana. Lilly dengan calon suaminya mulai mengikuti arahan untuk berpose romantis. Selain mengambil dokumentasi berupa potret, mereka juga membuat video prewedding, melibatkan drone camera. Pemotretan memakan waktu sampai dua jam, terjeda istirahat dan sang artis berganti pakaian dengan yang lebih santai, setelah ini mereka akan mengambil foto di atas mobil Jeep juga kuda di lautan pasir. Saujana menepi dari semua orang setelah pastikan si bos tidak butuh dirinya. Bekerja sambil berlibur adalah idaman semua orang. Saujana sangat bersyukur untuk itu. Dia memeluk dirinya sendiri karena angin yang begitu dingin. Menatap bukit-bukit hijau yang mirip seperti bukit dalam serial anak-anak di televisi era sembilan puluhan. Bukan hanya ada rombongan KNH studio, tempat ini memang populer di kalangan fotografer terlihat banyak orang-orang dengan kamera dan model-model Bersama mereka. Mata Saujana di manjakan dengan keindahan alam yang memesona. Dia lalu berpikir, tidak sangka jika bisa bertahan setahun lamanya bekerja dengan Nata. Di bulan Februari lalu, pagelaran pameran foto Nata dengan tema ‘Our Love’ sukses besar. Melibatkan sejumlah pasangan artis dan sudah pasti nama Nata dan KNH studio semakin besar. Kepuasan terlihat di wajah Nata. Saujana jadi saksi bagaimana Nata sangat berusaha memberikan yang terbaik menjalani kariernya. Saujana ikut lembur demi acara pagelaran foto kesekian kali dari Nata ini sukses. Perlahan pandangan Saujana terhadap Nata di awal mulai berubah. “Kamu menikmatinya?” suara Nata yang berdiri di sisi, membuat mata Saujana mengarah padanya. Di tatapnya wajah Nata dari sisi, lelaki itu memiliki wajah yang tegas dan khas. Bagaimana tidak memesona jika dia mewarisi darah Indonesia, Spanyol dan Jepang? “Ya, di sini sangat nyaman, tenang dan sejuk.” Nata tersenyum kecil, “Bekerja dengan saya banyak untungnya dari pada kesalnya, kan?” Saujana meringis, membuat Nata menoleh dan tatapan mata mereka beradu. “Kamu nggak setuju?” tanya Nata lagi. Dulu, Saujana saat pertama kali bertemu Nata tidak punya keberanian untuk menatapnya tapi kini lamban-laun semakin lama bersama Nata, Saujana mulai nyaman. Mungkin karena Nata juga bukan yang galak menakutkan, tapi galak yang tegas jika memang Saujana kurang bagus dalam bekerja. “Boleh saya katakan dengan jujur?” Nata hanya mengedikan bahu tak acuh. “Ya, katakan selama nggak mengancam posisimu.” Saujana tidak langsung berucap, dia tertawa kecil. “Sebenarnya, lebih banyak kesalnya Pak, apalagi kalau Pak Nata lagi badmood.” “Kapan saya badmood?” “Sepertinya hampir setiap hari—Ups sori!” Saujana menutup bibirnya. Astaga dia benar-benar tidak bisa menghentikan bibirnya! Saujana menatap Nata dengan waspada, mengira bosnya akan marah, tapi Nata malah terkekeh. “Kamu memang polos sekali, Saujana.” “Pak Nata nggak marah saya bicara begitu?” Nata menggeleng kecil, “Kalau kamu ingat di awal kerja, saya pernah ingatkan. Jika ada yang nggak kamu sukai dari saya, lebih baik kamu katakan langsung pada saya daripada bicara di belakang.” Saujana menghela napas lega, “Bapak tenang saja, saya ini nggak punya team gosip di Studio KNH. Di kantor, saya pun seringnya sama pak Nata, bagaimana saya bisa gosipin Pak Nata hayo?” Nata sangat tahu itu, Saujana tidak banyak kenal dan akrab dengan karyawan lain. Kecuali salah satu fotografer KNH, Leo. Lelaki yang Nata pikir adalah kakak atau masih saudara dari Saujana. Pun Nata tahu jika Saujana melamar di tempat kerja atas rekomendasi Leo. Nata kembali tersenyum kecil, "Kita selesaikan pekerjaan hari ini dengan cepat." Sembari tangannya terulur mengacak puncak kepala Saujana sebelum berlalu meninggalkan Saujana yang mematung. “Astaga, apa selalu begini kalau rambut di acak cowok ganteng, hati yang berantakan?!” gumam Saujana, tapi tidak bisa menutupi pipinya yang bersemu merah. Leo juga sering mengacak rambut atau mengusap kepalanya dengan lembut, tapi sensasi jelas berbeda. Jujur, dia sangat suka interaksi dengan sang Bos yang tidak lagi kaku dan dingin seperti dulu. *** Setelah seharian bekerja, akhirnya mereka bisa istirahat di Villa besar masih berada di kawasan Bromo. Villa di atas bukit, menghadap gunung Bromo langsung. Suara serangga-serangga hutan tidak ada di kota menjadi backsound membuat hati sangat tenang. Para team lain sedang mengadakan barbeque dan berkaleng-kaleng bir di sediakan. Saujana, awalnya kaget dengan situasi ini, pesta yang tidak pernah dia temukan sampai sekarang mulai tidak heran lagi. Leo sering beri peringatan untuk Saujana sebaiknya menjauh, tidak sesekali ikut minum bir tanpa dirinya. Bagaimana pun, di sana tidak ada yang bisa Saujana percaya melebihi Leo. Orang saat meneguk minuman itu kerap hilang rasional, Saujana juga tidak pernah dan tidak mau coba minum itu. Jadilah Saujana lebih nyaman duduk di undakan tangga depan Villa, menjauh dari keramaian. Hoodie oversize tebal berwarna pink cukup membuat tubuhnya hangat. Saujana menggosok-gosok tangan untuk membuatnya hangat. Sementara kabut pun tampak mulai turun dan semakin dingin. “Untukmu.” Seseorang menyerahkan cangkir yang mengepul, dari aroma saja Saujana bisa menghirupnya. Coklat. Saujana mendongak, menemukan tubuh bosnya berdiri di sisi. “Buat saya?” Nata menatap Saujana, sebelum bosnya kesal Saujana langsung mengambil cangkir tersebut. Jelas saja Saujana terkejut, Nata lho ini yang membuatkan dia minuman coklat! “Terima kasih, Pak. seharusnya saya yang buatkan untuk Pak Nata.” “Sesekali nggak masalah.” Nata ikut duduk. Saujana mencicipi coklat hangat tersebut sembari matanya melirik cangkir Nata. Menjauhkan dulu cangkir, lidahnya menjilat sudut bibir yang tersisa coklat. “Hm, itu kopi?” “Ya.” “Oh, saya kira coklat panas juga.” “Saya hanya buat satu coklat panas untuk kamu.” Nata menjawab dengan santai, berbeda dengan Saujana yang sudah tercengang. Artinya jelas berbeda di pikiran Saujana. Hei... jangan salahkan perempuan kerap baper, laki-laki saja yang gampang bertingkah ambigu dan buat bingung! “Lagi pula saya nggak suka minuman terlalu manis.” lanjut Nata. Saujana pikir pun jika Nata akan ikut mengambil kaleng bir dari pada buat kopi. Mereka berdua duduk bersisian, saling berbincang. Saujana sudah mendengar perjalanan karier Nata. Di internet dan berbagi video, ada beberapa ulasan dan wawancara Nata tentang kehidupan karier atau percintaan dengan sejumlah model. Namun, saat Nata bercerita sendiri seperti sekarang. Saujana bisa melihat gambaran Nata yang kala mulai karier di usia dua puluhan sambil kuliah. Nata dengan tekat kuat meski Saujana tahu keluarga Nata dari kalangan pengusaha sukses, bahkan keluarganya ada yang terjun ke dunia politik dan jadi ketua salah satu partai. Tidak membuat Nata tinggal meneruskan bisnis keluarga, Nata mengejar mimpinya. “Sebelum punya studio sendiri, saya pernah kerja jadi fotografer juga di salah satu perusahaan majalah Fashion. Kurang lebih dua tahun, dari sana saya banyak belajar. Saya beruntung punya orang tua yang terbuka, membebaskan saya untuk tentukan pilihan hidup sendiri.” Ketika pembahasan orang tua begini, senyum Saujana pun pahit. “Nggak semua anak seberuntung Pak Nata.” Nada lirih itu membuat Nata menoleh, menatap Saujana yang menunduk. “Kamu merindukan orang tuamu?” tanya Nata. Saujana mengangkat kepala, tersenyum sangat miris. “Bagaimana saya bisa rindu kalau mengenalnya saja nggak pernah?” Kalimat itu membuat Nata mengernyit. Dia melewati informasi identitas tentang Saujana. “Ceritakan tentang kamu, Saujana.” “Nggak ada yang menarik dari diri saya, Pak.” “Saya tetap mau dengar. Setahun kamu kerja sama saya, masa saya nggak tahu apa-apa tentang kamu.” Senyum Saujana semakin masam, “Saya besar di sebuah panti asuhan bernama Mentari, ibu saya meninggal sesaat saya lahir ke dunia. Sedangkan Ayah, sampai detik ini pun saya nggak pernah melihat rupanya.” Saujana terlatih untuk tegar jika ingat kehidupannya, tapi, entah mengapa malam ini saat bercerita pada Nata rasanya jadi berbeda. Sebuah rasa sesak yang sudah lama tertidur di dalam dirinya tiba-tiba terbangun, mengancam membuatnya menangis. Saujana sampai mengepalkan tangan demi bisa tetap tegar. “Kamu dan Leo bukan adik-kakak?” tanya Nata kembali. Saujana tersenyum, Nata mengingatkan dia pada lelaki yang sudah seperti kakak kandung sendiri itu. “Lebih dari itu. Darah tidak lebih kental di banding hubungan kami yang terbentuk sejak kecil. Besar di panti sama-sama, Leo menjadi satu-satunya sosok kakak yang saya punya.” Di detik itu juga Nata tahu jika Leo dan Saujana tidak ada hubungan darah. Tapi, sikap melindungi Leo sudah seperti seorang kakak pada adiknya. Nata tidak sadar bahwa untuk pertama kalinya tertarik dengan kisah hidup seseorang dan orang itu adalah Saujana. Saujana tersentak kala sentuhan itu terasa hangat di tangannya. Nata mengambil tangan Saujana, “Jangan pernah merasa kehidupan yang sudah kamu lalui nggak se-menarik kisah orang lain, Saujana. Kamu sangat spesial, kamu wanita yang kuat dengan bisa survive untuk diri sendiri, meski tanpa orang tua dan keluarga lengkap. Belum tentu orang lain bisa seperti dirimu.” Untuk pertama kali bagi Saujana bisa dengar Nata berujar sangat lembut. Detik itu juga tatapan mata mereka bertemu, saling mengunci dan waktu seakan berhenti berdetak, sementara angin malam mendukung keduanya untuk semakin terhanyut dalam menyelami tatapan masing-masing. Nata, melihat sesuatu yang tidak di temukan dari wanita lain. Sesuatu keceriaan dan duka mendalam yang ada bersamaan pada mata Saujana, dorongan kuat yang membuatnya menerima Saujana hanya dalam satu kali wawancara. Gadis itu punya sesuatu tekat. Lihat saja, dia tidak menyerah setahun ini meski Nata bersikap semena-mena. Tangan Nata terulur mengusap pipi putih yang kemerahan begitu tersorot lampu teras yang terang. Sentuhan yang membuat Saujana merinding. Deg! Kemudian sudut bibir Nata tertarik, membentuk lengkungan teramat manis dan tulus. Sementara dadà Saujana berdebar lebih kencang. “Pipimu sangat dingin, sebaiknya kita masuk.” Kalimat terakhirnya, lalu Nata menjauhkan tangan dari pipi Saujana dan bangkit. Nata berjalan membawa cangkir kopi yang sudah kosong, meninggalkan Saujana dan sebuah debaran asing yang seharusnya tidak boleh ada. To be continued.... Bang Leo nggak muncul di part ini, tapi Ugh Nata mulai jinak-jinak merpati ya wkwk. Udah tentukan kalian ada di team mana? TeamNataSaujana atau TeamNataLeo oh atau TeamUnaaja hahah. Komentar yuk! 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN