Rayhan pikir ketika hendak memulai kembali perjuangannya mendapatkan Sena, semua tidak akan serumit sekarang. Karena menurutnya, pernah saling mencintai tapi di pisahkan oleh keadaan akan lebih mudah untuk mengulang apa yang belum selesai sebelumnya. Yang di perlukan hanya saling menerima dan saling memahami. Tapi rupanya tidak semudah itu. Karena Rayhan lupa bahwa dalam jangka waktu bertahun-tahun dia salah paham, telah ada luka yang membekas di hati Sena dan sulit untuk menerimanya.
Tapi semua kesulitan ini bukan halangan, karena dalm pikiran Rayhan laki-laki tentu saja harus berjuang. Seandainya saja Sena mau sebentar saja memahami keadaan Rayhan, mungkin semua akan lebih mudah. Pikiran itu kerap kali menghampiri benak Rayhan, karena sejujurnya menghadapi Bima juga membutuhakn semangat yang tinggi. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin ini memang takdir yang harus Rayhan terima.
“Lo udah siapin presentasinya kan?” Rayhan bertanya pada rekannya. Saat ini laki-laki itu sedang berada diantara hiruk pikuk kompetisi Game yang kemarin dia bicarakan bersama Dimas. Jika kalian berpikir ini kompetisi bermain Game kalian salah, karena yang Rayhan ikuti adalah kompetisi pembuatan game. Semua orang menganggapnya tidak memiliki bakat hanya karena bakat yang dia miliki tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh mereka. Padahal sejujurnya Rayhan memiliki bakat yang langka dalam bidang Game, hanya Dimas yang justru bisa melihat peluang bisnis yang bisa Rayhan rintis sendiri dari sana.
“Tenang aja Han udah siap semua, selama ini kita belum pernah kalah jadi lo gak usah gugup gitu.” Ujar Jefri salah satu teman satu grup Rayhan. Tapi laki-laki itu tetap saja merasa gugup. Karena bagaimanapun ini adalah kompetisi besar dengan tingkat kesulitan tinggi pertamanya. Yang dia kerjakan sambil sembunyi-sembunyi dari orang tuanya dengan masih melakukan tanggungjawabnya di kantor.
“Gue mempertaruhkan nyawa gue ada disini Jef, kalau ketauan bokap, gue pasti diusir dari rumah. Lo tahu sendiri gimana bokap gue kan? Jadi, kita memang harus menang biar gak sia-sia semuanya.” Ucap Rayhan penuh tekad. Tanpa dia sadari bahwa di dekatnya ada yang sedang tersenyum melihat seorang Rayhan ikut kompetisi dan terlihat begitu bersemangat. Karena selama ini Rayhan tidak pernah terlihat serius dalam hal apapun. Meskipun citranya di dunia bisnis bagus dan cemerlang, tapi orang-orang terdekat Rayhan justru menganggap laki-laki itu tidak memiliki hal yang bisa dibanggakan. Karena memang semua yang Rayhan kerjakan hanyalah melanjutkan pekerjaan orangtuanya saja. Tidak ada satupun hal yang pernah Rayhan kerjakan dari Nol, kecuali kompetisi game ini. Karena itulah ini akan menjadi hal yang setidaknya bisa Rayhan banggakan untuk dirinya sendiri jika berhasil nanti.
“Persiapan kita udah matang Han, lo tenang aja. Dan menurut gue project kita kali ini adalah yang paling sempurna dan paling serius kita kerjakan. Percaya deh usaha gak akan mengkhianati hasil.” Kali ini Dafa yang berkomentar. Salah satu bagian dari grup Rayhan juga. Mendengar kalimat penyemangat dari teman-temannya membuat sedikit kegugupan Rayhan berkurang. Laki-laki itu semakin bersemangat hingga tiba akhirnya nama tim mereka di panggil.
Rayhan menjelaskan tentang konsep Game yang dirancangnya dengan tenang sekaligus menakjubkan. Seandainya saja orang tua Rayhan melihat betapa bahagia dan bersemangatnya putra mereka dalam menjelaskan detailnya. Mungkin mereka akan berpikir ulang untuk melarang Rayhan melakukan semua itu.
***
Sore ini setelah menyelesaikan kompetisi dengan hasil berada di posisi ke dua, Rayhan kembali datang ke tempat Sena mengajar. Memulai kembali perjuangannya. Karena walaupun hasil untuk kompetisi Game tadi tidak begitu memuaskan tapi melihat wajah Sena bisa membuat Rayhan melupakan segala kegundahannya. Seperti biasa gadis itu langsung merubah ekspresinya dari ramah menjadi jutek begitu melihat Rayhan.
“Lagi nunggu mas motor matic buat jemput yah?” Ucap Rayhan memulai percakapan dengan Sena. Rayhan tahu bahwa kali ini dia pasti akan ditolak lagi dan berakhir gagal tapi entah kenapa berbicara dengan Sena saja sudah sangat menyenangkan. Karena seperti itulah indahnya jatuh cinta.
“Namanya Satria, bukan mas motor matic.” Ucap Sena ketus. Rayhan terkekeh, menyadari bahwa Senanya terlihat begitu menggemaskan ketika jutek seperti itu.
“Aku gak peduli siapa namanya.”
“Aku juga gak peduli sama kamu.” Jawab Sena cepat. Lagi-lagi Rayhan terkekeh tidak marah walaupun Sena berbicara tanpa perasaan.
“Kenapa kamu suka sekali anak kecil sampai rela dibayar murah untuk jadi guru honorer disini? Padahal kalau kamu ingin, tinggal datang ke kantorku dan aku akan memberikanmu pekerjaan dengan gaji besar.” Rayhan mencoba mengalihkan pembicaraan dari pembahasan tentang Satria. Selain itu juga Rayhan penasaran dengan alasan Sena menjadi guru di sekolah kecil yang terlihat tidak begitu terawat itu.
“Kemarin kamu tanya kenapa aku selalu menolakmu kan? Ini alasannya.”
“Apa?” Tanya Rayhan tidak mengerti.
“Keangkuhan dan kesombonganmu. Buang itu jauh-jauh baru dekati aku lagi. Semoga kamu belum terlambat.” Jawab Sena sambil beranjak dari tempatnya karena tepat saat itu Satria datang. Kemudian pergi begitu saja meninggalkan Rayhan dengan keterdiamannya.
Laki-laki itu kemudian mendesah. Hari ini terasa berat sekali untuknya ditambah perlakuan Sena yang masih sangat tidak ramah padanya. Tapi meskipun demikian, Rayhan masih tidak tega membiarkan Sena pulang hanya berdua saja dengan Satria. Dengan gontai laki-laki itu masuk ke mobilnya dan mengikuti mereka hingga memastikan Sena sampai ke rumahnya dimana Bima sudah berdiri di depan pintu baru Rayhan meninggalkan mereka. Dan kali inipun mobil Rayhan yang melewati depan Rumah Sena, terlihat jelas oleh Bima.
“Abang bilang kan pulang sendiri! Kamu gak punya ongkos buat naik angkot?” Tanya Bima tegas setelah Satria pamit pulang.
“Abang selalu saja gak suka sama Satria, harus gimana lagi sih Sena biar abang gak jutekin Satria terus.” Jawab Sena dengan kesal. Dia sejujurnya sudah lelah menghadapi sikap Bima yang sangat dingin pada Satria dan teman laki-lakinya yang lain.
“Abang gak lagi bahas Satria Sena! Abang lagi bahas kamu.”
“Yaudah aku salah apa lagi? Salah karena deket sama Satria kan? Berarti masalah kita masih seputaran Satria kan?”
“Abang tidak menyalahkan Satria, harus berapa kali abang bilang sama kamu. Abang menyalahkan sikapmu yang terlihat sangat tidak tahu malu karena terus saja dekat dengan laki-laki yang bahkan tidak berani memperjuangkanmu. Kamu pikir jadi tukang ojek pagi dan sore saja sudah cukup membuktikan kalau dia laki-laki baik? Jadilah perempuan yang anggun dan terhormat sedikit.” Ucap Bima dengan nada marah yang membuat Sena seketika diam. Tidak berani membalas lagi. “Abang membesarkanmu dengan susah payah bukan untuk melihatmu menjadi b***k cinta yang tidak tahu malu seperti ini.” Tambah Bima lagi sebelum kemudian menyambar kunci mobilnya dan pergi meninggalkan Sena yang masih terdiam dengan air mata mengalir.
Sena sudah mengenal Bima dari lahir. Tapi perkataannya yang selalu jujur dan tidak peduli perasaan Sena masih saja melukainya. Tapi sejujurnya, yang lebih menyakitkan bagi Sena adalah kenyataan bahwa perkataan Bima ada benarnya tapi Sena terus-terusan mengelak fakta itu. Gadis itu menghapus air matanya kemudian masuk ke dalam rumah dan menangis sesenggukan di dalam kamar. Sampai dia terlelap dan terbangun keesokan paginya.
Moodnya sedang sangat buruk pagi ini. Tapi Rayhan sudah menyambutnya dengan senyuman menyebalkan di depan rumahnya. “Berangkat bareng aku aja yuk! Mumpung masih pagi kita bisa sarapan dulu.” Ucap laki-laki itu lembut yang justru membuat Sena semakin kesal.
“Jika mencintaiku kamu anggap cukup hanya dengan harta berlimpah dan keangkuhanmu saja, silahkan cari yang lain saja Han! Jangan buang waktumu untuk sesuatu yang tidak akan pernah kamu dapatkan.” Ucap Sena ketus sebelum melangkah meninggalkan Rayhan yang lagi-lagi terdiam membisu.
“wanita adalah hal yang paling sulit di mengerti. Aku memiliki segalanya tapi kenapa selalu terlihat kurang dimatanya?” Gumam Rayhan seorang diri sebelum melangkah masuk ke mobilnya dan pergi meninggalkan pelataran rumah Sena itu dengan kekecewaan yang sama seperti sebelumnya. Bima yang baru saja pulang ke rumahnya setelah semalaman mengerjakan sesuatu hanya melirik saja melihat Rayhan pergi meninggalkan pelataran rumahnya dengan gontai.
“Tidak ada hal yang dengan mudah akan kamu dapatkan jika kamu terus berpikir bahwa semua bisa kamu lakukan dengan harta keluargamu.” Gumam Bima entah kepada siapa.
***