Rayhan menatap langit-langit kamar tempatnya di rawat sekarang sambil memikirkan banyak hal di hidupnya. Sejujurnya dia juga sudah lelah menjadi boneka kedua orang tuanya saja. Dia ingin seperti Dimas dan Marchel yang bisa melakukan yang mereka suka sekalipun memiliki tanggungjawab besar di dalam bisnis keluarga. Rayhan ingin melakukan sesuatu menggunakan kedua tanggannya sendiri tanpa bantuan keluarganya. Tapi sejak laki-laki itu masih duduk di bangku sekolah segala hal yang dia sukai selalu saja di tentang oleh orang tuanya.
Rayhan pernah ingin menjadi atlit basket. Dia bahkan sudah memenangkan beberapa pertandingan bersama tim basket sekolahnya dulu. Tapi lagi-lagi semuanya berakhir karena orang tuanya terutama ayahnya menentang kesukaan Rayhan itu. Rayhan pernah ingin memulai bisnisnya sendiri, kebetulan ada salah satu temannya yang mengajaknya bekerjasama dalam bisnis kuliner, tapi lagi-lagi hal itupun hanya tinggal harapan karena ayahnya merasa bisnis keluarga adalah posisi yang paling aman untuk masa depan Rayhan nantinya. Terlebih dengan hubungan persaudaraan dengan Dimas dan Marchel yang semakin baik. Posisi Rayhan pun di dalam perusahaan tergolong sangat menjanjikan.
Mungkin semua orang mengira bahwa Rayhan sangat menyukai berada di posisinya sekarang. Banyak uang, fasilitas lengkap, barang-barang merek terkenal dan teman-teman dari kaum jet set yang seolah sudah membuat image Rayhan menjadi laki-laki mahal. Tapi sejujurnya Rayhan hanya mengikuti skenario yang sudah di buat oleh keluarganya saja, bukan karena keinginannya.
Rayhan adalah anak yang pintar, Dimas bahkan sangat mengakui itu sejak lama. Bukan dalam hal strategi atau taktik seperti Dimas dan Dewi tapi memang benar-benar pintar dalam hal akademik dan pertemanan. Rayhan bahkan dijuluki sebagai sosial buterfly karena kenalannya banyak sekali dari berbagai kalangan. Selain pandai olah raga, Rayhan juga sangat pandai dalam bidang It. Membuat Game merupakan salah satu hobbynya. Rayhan belum pernah berpikir untuk lebih mengembangkan Game rancangannya untuk mendapatkan keuntungan secara komersial, sejauh ini Rayhan hanya melakukannya sebatas hobby dan kesenangan saja. Tapi beberapa minggu ini semua terasa begitu berat dan Rayhan mulai memikirkan untuk menggunakan keahliannya itu sebagai bisnis.
“Kamu mikirin apa sih? Serius banget?” Ibunya bertanya. Rayhan tersenyum.
“Nggak mikirin apa-apa kok mah, Cuma lagi bingung mau ngapain soalnya sakit gini.” Jawab laki-laki itu bohong.
“Kamu turuti saja yah maunya papa kamu itu soal perjodohan, mama pikir ini juga yang terbaik buat kamu melihat keadaan kamu sekarang yang tidak terurus.” Ujar Rahma sambil mengusap lengan putranya itu dengan sayang. Rayhan tersenyum kemudian mengangguk, memangnya dia bisa menolak? Tapi kali ini dia memang akan mengikuti taktik yang diberikan Dimas. Dia tidak akan menolak tapi dia akan membuat siapapun wanita yang akan dijodohkan dengannya menolaknya.
“Mama gak usah kahwatirin Ray pokoknya, mulai sekarang Ray akan baik-baik saja.” Rayhan berusaha menenangkan ibunya yang terlihat begitu khawatir itu.
“Gimana mama gak khawatir kamu sampai masuk Rumah Sakit gini Cuma gara-gara gak makan, kalau kamu tuh suka kerja boleh tapi jangan sampai lupa makan dong Ray.”
“Iya mah, Ray minta maaf yah udah buat mama khawatir.” Rayhan tersenyum manis sambil mengucapkannya membuat Rahma tidak mampu untuk tidak ikut tersenyum. Rayhan memang anak yang manis sejak dulu, sekalipun di luar sana mungkin ada yang menganggap dia jahat tapi Rahma yang paling tahu seberapa penurut dan berbaktinya Rayhan pada orang tuanya.
***
Sena termenung di dalam kamarnya. Mulai memikirkan banyak hal terutama tentang perkataan Bima yang menusuk hatinya bagai sembilu. Sebenarnya wanita itu tidak membenci Rayhan tapi egonya seperti mengalahkan segalanya untuk terus bersikap ketus pada laki-laki yang dulu pernah merajai hatinya itu. Wanita itu pernah sangat berharap pada Rayhan dulu, saat-saat paling sulit dalam hidupnya dulu. Tapi Rayhan mengabaikannya dan bahkan bersikap ketus padanya. Kemudian Sena juga mulai mendengar bahwa Rayhan adalah seorang play boy dengan daftar wanita yang pernah dia pacari begitu panjang. Selain itu juga rumor mengenai kejahatan yang laki-laki itu lakukan suka terdengar di telinga Sena.
Semua hal itu secara tidak sadar mengikiskan harapan yang dulu pernah Sena simpan untuk Rayhan. Terlebih setelah kedatangan Satria. Laki-laki yang mampu membuat Sena merasa terlindungi dan nyaman. Tapi jika disebut jatuh cinta, sejujurnya perasaan Sena pada Satria tidak se dalam itu. Menurut Sena, Satria memang menarik tapi belum mampu membuatnya mabuk kepayang seperti apa yang dirasakannya pada Rayhan dulu.
“Memanfaatkan Rayhan karena Satria tidak bisa jemput?” Gumam Sena seorang diri sambil tersenyum pahit. “Abang salah jika berpikir aku melakukan itu, justru sebaliknya. Aku memanfaatkan Satria untuk membuat Rayhan menyerah. Karena aku tidak mau lagi berurusan dengannya.” Ucap Sena lagi entah bicara pada siapa. Berusaha membohongi dirinya sendiri bahwa sebenarnya alasannya bukan itu, melainkan untuk mengetahui seberapa berusahanya Rayhan mendapatkan hatinya. Sena tidak berpikir panjang, bahwa mungkin saja nanti dia akan sangat menyesal.
Semua hal berputar-putar di kepala Sena hingga tanpa sadar dia tertidur dan bangun ketika pagi menjelang. Pagi ini semua berjalan seperti biasa. Gadis itu bersiap-siap untuk berangkat mengajar, menyiapkan sarapan untuknya dan utuk Bima. Tapi sepertinya pagi ini kakaknya yang belakangan ini sangat ketus itu tidak berada di rumah. Ada secarik memo yang laki-laki itu tempelkan di kulkas. Sena sudah terbiasa dengan kepergian kakaknya itu yang tiba-tiba dan pulang dalam waktu yang lama. Akan ada pengawal yang datang dan melakukan tugas menjaga Sena di sekitaran rumah jika memang Bima akan pergi dalam waktu yang lama, jika tidak ada yang datang berarti laki-laki itu hanya pergi untuk melakukan sesuatu dan akan pulang sebelum malam.
Sena menghirup udara pagi banyak-banyak kemudian tersenyum sebelum melangkahkan kakinya menuju tempat kerjanya. Hari ini tidak ada pengawal dan tidak ada juga dua laki-laki yang biasanya akan berlomba-lomba memperebutkannya. Sena jelas tahu bahwa setelah kejadian semalam, Satria pasti merasa tidak enak. Sedangkan Rayhan, Sena tidak mau memikirkannya.
Gadis itu mulai melangkahkan kakinya menuju halte bus terdekat. Pagi ini dia akan menggunakan transportasi umum seperti yang sebelumnya disarankan oleh Bima. Dan tanpa bisa dikendalikan sepanjang hari yang dia lalui di tempat kerja, kepalanya terus memikirkan Rayhan dan sebutan Rumah sakit yang Bima sebutkan sebelumnya. Jika sore ini Rayhan tidak menjemputnya, berarti memang benar laki-laki keras kepala itu masuk Rumah Sakit. Sebab Sena tahu kakanya tidak mungkin asal bicara.
Dan ternyata memang hari ini tidak ada yang datang menjemputnya. Satria sudah mengirim pesan bahwa dia ada urusan pekerjaan hingga malam sehingga tidak menjemput, tapi Rayhan tidak ada kabar. Padahal sebelumnya laki-laki itu tidak pernah tidak datang menjemputnya sekalipun selalu ditolak. Mengetahui fakta itu, perasaan Sena semakin tidak enak. Gadis itu merogoh saku celananya dan mendial nomor Bima.
“Hallo bang, bisa kasih tahu Sena gak di Rumah Sakit mana Rayhan di rawat?” Ucap Sena segera setelah panggilan tersambung.
***