Bab 6. Farah bebas

1661 Kata
“Telah dikonfirmasi, saat ini pihak kepolisian bekerja sama dengan badan forensik sedang mencari bukti terkait kasus pembunuhan yang terjadi di SMA Kencana Indonesia. Tersangka F diduga memiliki dendam pribadi terhadap korban. Hingga saat ini SMA Kencana Indonesia terus menuai komentar negatif dari pihak orang tua siswa dan netizen Indonesia” “Bukan kah ini keji, Ma?” tanya Raka sebelum memasukkan suapan terakhir makan malamnya. Marsita menuangkan air putih ke gelas Raka. “Sekarang mereka yang yang memiliki uang bisa dengan mudah menyuap media.” “Bukan hanya itu,” Agung memberi tangannya untuk disalami oleh Marsita, “Hati Nurani mereka seolah dibutakan oleh uang. Lihat saja, apa yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang diberitakan.” Usai meneguk segelas air, Raka berjalan mencari remot tv dan menekan tombol off. Ia merasa kesal mendengar berita yang sudah disabotase seperti itu. “Raka ke kamar dulu Ma, Pa.” “Makan dulu, Ka.” Agung memegang tangan Marsita menatapnya memberiko kode agar membiarkan Raka. __00__ Pagi ini mereka berlima sepakat bolos kelas untuk pergi bersama Agung ke kantor polisi. Di tangan mereka sudah ada bukti yang kuat untuk mematahkan bukti yang dimiliki polisi. Hal ini akan semakin mudah karena Agung berada di pihak mereka. Bukan hanya itu, hari ini mereka juga bisa dikatakan tidak bolos sepenuhnya. Prof. Nulin akan meng-handle urusan izin mereka. Raka mengabari Alva kemarin malam, bahwa Prof. Nulin akan berdiri bersama mereka untuk menuntaskan kasus ini. Semua sepakat untuk tiba di kantor polisi pukul delapan pagi. Agung sudah pergi duluan. Raka akan datang bersama Naira. Dave dan Deva juga akan datang bersama karena rumah mereka bersebrangan dan satu kompleks. Dan yang terakhir Alva, ia akan datang seorang diri. Hasil lab ada di tangan Alva. Kemarin, ia sempat enggan memegang bukti itu. Namun Naira meyakinkan dirinya kalau hasil lab itu akan lebih aman jika ada di tangannya. Sekarang Alva tengah berdiri di depan pagar rumahnya menunggu taxi daring yang sudah dipesannya.  “Al, kakak anter yuk,” tawar Dinda yang saat itu hendak pergi ke kampus. “Gak usah kak. Alva naik taxi aja,” Pak Mulya nimbrung setelah menutup pagar kembali. “Pergi sama Mbak Dinda kan lebih cepet Mas.” Alva hanya melebarkan sedikit bibirnya. “Ya udah kalau gitu. Kakak duluan ya. Bye, bye.” Dinda melambaikan tangannya. Taxi yang dipesan Alva datang, “Atas nama Mas Alva?” “Iya, Pak.” “Silahkan naik, Mas.” Alva menurunkan kaca mobil untuk berpamitan, “Saya pergi, Pak. Jangan lupa kunci pintu.” “Siap, Den!” Pak Mulya memberi hormat. Saat taxi sudah berjalan, Alva mengeluarkan ponsel dari saku, membuka aplikasi wa dan mengirimi pesan ke Raka. Sepanjang jalan Alva hanya memperhatikan jalanan yang dipenuhi berbagai macam kendaraan. Dalam pikirannya campur aduk antara masalah saat ini dan masalah keluarganya. Tapi, lama kelamaan akhirnya Alva menyadari kalau jalan yang saat ini ditempuh sang supir terasa aneh. Jalanan yang tadinya ramai, kini sunyi sekali. Sepanjang jalan hanya terlihat hamparan sawah yang mulai menguning dan pohon pisang yang berjejer di pinggir jalan. Alva melirik jam tangannya, sudah setengah jam berlalu dan dirinya belum juga sampai di kantor polisi. “Pak, sepertinya salah jalan.” Begitu kalimat Alva berakhir, mobil berjalan semakin kencang. Alva bisa melihat wajah supir dari spion depan yang tadinya terlihat sangat ramah, kini berubah menyeramkan. Supir itu tertawa membuat Alva memahami situasi sekarang. Cit…. Supir itu ngetem mendadak membuat tubuh Alva terpental ke depan, kepalanya membentur kursi di depannya. Alva bisa mendengar jelas suara kokangan pistol. “Turun.” Benar saja. Supir itu tengah menodongkan pistol di depan wajah Alva. “Turun!” Alva mengikuti aba-aba sang supir sambil mengangkat tangan. “Mana hasil lab-nya? Mana?!” Sedetik kemudian supir itu terjatuh di tempat dan langsung tak sadarkan diri. Alva menoleh ke kanan, dan di sana ada Naira yang melambaikan tangan ke arahnya. Kemampuan Naira memainkan sumpit, senjata andalan suku Dayak tidak diragukan lagi. Raka berlari menghampirinya, “Lo gak papa, kan?” “Gue baik-baik aja.” Agung berteriak dari dalam mobil, “Ayo cepat!” Mobil jeep hitam tiba-tiba saja muncul. Tiga pria memakai jas menghampiri mereka, “Biar kami yang urus.” __00__ Kini mereka sudah sampai di depan kantor polisi. Di sana sudah ada Dave dan Deva yang menunggu sambil berdiri.  Alva keluar lebih dulu menghampiri mereka, “Bagaimana? Semua aman, kan?” Deva menganggu, “Don’t worry. Everything will be fine.” Dave menepuk bahu Alva, “Lo kenapa? Lo gak papa, kan?” Dave melihat perawakan Alva terlihat kusut. “Gue gak papa. Gue baik-baik aja.” Naira datang, “Ayo. Kita bisa membebaskan Farah.” Sesudah memasuki kantor polisi, Agung meminta hasil laporan lab yang ada di tangan Alva. Ternyata mereka berlima tidak diperkenankan untuk ikut dalam proses lanjutan membebaskan Farah. Semula Raka dan Alva bersikeras ingin ikut. Akan tetapi, Agung berhasil meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka tidak perlu khawatir. Usai menyerahkan hasil lab, Alva dan yang lainnya memutuskan untuk menunggu di mobil saja. Di dalam mobil mereka menunggu hasil, apakah Farah berhasil dibebaskan atau tidak. Dua puluh menit berlalu akhirnya Agung berhasil membawa Farah keluar. Raka yang pertama kali melihat Kaila dan Farah keluar dari pintu utama kantor polisi dan Agung berjalan di belakang mereka, “Berhasil!” Spontan mereka semua melirik ke sebelah kanan dan senyum puas plus bahagia terpatri di wajah semuanya. Naira bergegas turun lalu memeluk Farah, “Syukurlah kamu bisa bebas.” “Terima kasih, Naira.” Tak lupa juga Farah berterima kasih kepada yang lainnya. “Tante gak tau apa yang akan terjadi kepada Farah kalau tidak ada kalian,” Kaila menyeka air matanya. “Ah tante, kita juga gak ada ngelakuin hal yang sulit, kok.” elak Naira sembari mengeluas pundak Kaila. Dave senyum-senyum, “Lagian dari awal kita juga yakin kok, mana mungkin anak tante yang cantik ini bisa ngelakuin hal semacam itu. Deva merasa malu mendengar omongan Dave, ia menginjak kaki Dave hingga membuatnya meringis. Semua yang melihat terkekeh. Saat semua sedang berbahagia, Alva pergi begitu saja dan masuk sendirian ke dalam mobil. Tidak ada yang sadar kecuali Deva saat itu. Tapi Deva membiarkan Alva dan tidak bereaksi lebih menanggapi hal tersebut. “Lebih baik sekarang Farah pulang dan beristirahat. Gimana?” Agung memberi saran. “Ide bagus,” Naira menyeringai. “Ya usah. Bu Kaila dan Farah biar saya yang antar. Kalian semua naik mobil Raka, ya.” Dave memberi hormat, “Siap, om!” __00__ Untuk saat ini bisa dibilang semua sudah berjalan normal. Hanya saja orang yang melakukan ini terhadap Farah belum ditemukan. Entah motif apa yang tersembunyi di balik hal tersebut, namun untuk saat ini setidaknya Farah bisa bebas dari penjara dan akan mulai bersekolah beberapa hari ke depan. Saat di kantor polisi tadi, Agung berpesan kepadanya agar lebih waspada saat ada yang memintanya untuk memberi sidik jari ataupun tanda tangan. Dua hal itu cukup sensitif untuk diberikan kepada sembarang orang. Sekarang Farah bisa menghirup udara segar setelah dua hari bermalam di penjara. Kaila mengelus-elus ujung kepala Farah. Sambil terus mendekap anaknya, Kaila tak henti-hentinya bersyukur dan berdoa dalam hatinya. Ia senang sekali melihat anaknya bebas dari penjara. Kaila bersyukur Farah bisa mendapatkan teman seperti mereka. Dan Sarah pasti sudah menunggu kepulangan kakaknya di rumah. Selama Farah di penjara, Kaila tidak membawa Sarah untuk melihatnya. Ia tidak ingin membuat Farah semakin merasa tidak enak dengan Sarah karena melihat dirinya mendekap di balik jeruji besi. Farah menggenggam tangan mamanya, “Farah kangen Sarah, Ma.” “Sebentar lagi kita sampai.” Farah memperbaiki posisinya, duduk. “Sekolah Sarah gimana, Ma?” “Sarah sudah mama daftarkan kemarin di SD Gundala. Besok Sarah sudah mulai sekolah.” “Kalau gitu Farah ikut ya, Ma nganterin Sarah. Boleh?” Kaila menatap wajah anaknya dalam terlebih dahulu sebelum akhirnya tersenyum hangat, “Boleh.” Farah memeluk erat Kaila. “Terima kasih mamaku yang cantik!” “Sama-sama.” “Ini ke mana, Bu Kaila?” Agung bertanya. Di depan sana ia di hadapkan dua persimpangan, kanan dan kiri. “Kanan, Pak,” Kaila memberi jawaban. Agung Kembali mengemudikan mobilnya belok ke kanan. Hanya butuh waktu lima menit setelah berbelok dan akhirnya mereka berhenti di depan rumah Kaila. Kaila turun terlebih dahulu kemudian disusul Farah. “Gak mau mampir dulu, Pak?  Agung tersenyum, “Ah gak usah, Bu Kaila. Lagian saya juga harus cepat balik ke kantor. Lain kali saja.” “Ya sudah, Pak.” Farah melambaikan tangannya, “Hati-hati, Om!” “Kakak!!!” Sarah berlari dari depan pintu menghampiri Farah. Ia langsung memeluk erat tubuh kakaknya itu. “Kakak kemana aja? Sarah kangen tau.” Farah otomatis menoleh ke arah mamanya. Kaila membalas dengan anggukan, memberi isyarat bahwa dirinya tidak memberi tahu kalau Farah masuk penjara. “Kakak ada tugas tambahan, jadi gak bisa pulang.” “Tugas tambahan?” Sarah memasang wajah bingung. Tidak ingin memperpanjang topik, Farah langsung mengendong adiknya, “Ayo masuk. Kakak mau mandi.” Keputusan Kaila untuk tidak memberitahukan kalau kakaknya masuk penjara sepertinya hal yang tepat. Biarlah hal ini tidak usah diketahui Sarah.  Farah langsung menuju kamarnya mengambil handuk berniat untuk mandi. Badannya lumayan gerah karena memang belum ada mandi hari ini.  Di dapur suara peralatan berbunyi saling bersahutan. Ya. Kaila sedang memasak saat ini. Ia ingin memasak makanan kesukaan Farah, ikan nila asam masin. Hari ini Kaila sudah izin untuk tidak masuk kerja. Ia ingin bersama putri sulungnya seharian penuh. Besok baru Kaila akan masuk kerja. Farah sudah selesai mandi. “Mama mau masa kapa?” “Ikan nila asam manis, kesukaan kamu.” “Farah bantuin ya, Ma?” Kaila langsung meletakkan pisau dan buru-buru mendorong tubuh Farah agar pergi dari dapur. “Gak usah. Kamu istirahat sekarang, nanti kalau sudah matang mama bangunin.” “Tapi, Ma-“ “Sarah,” Kaila menjerit memanggil nama anak bungsunya. “Iya, Ma?” Sarah berlari masuk ke dapur. “Ini bawa kakak kamu ke kamar. Suruh dia istirahat.” Sarah mengambil tangan kakaknya. “Ayo kak.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN