Bioskop

1602 Kata
** : unianhar Seminggu telah berlalu, berkat pembicaraan mereka waktu itu akhirnya apa yang mereka inginkan terjadi. Arum tidak mempersoalkan lagi siapa dirinya, Arum hanya menikmati menjadi Arum Anggana Abraham yang baru kemarin ia sandang diakhir namanya. Abraham? Terdengar berkelas memang. Arum penasaran apa yang dikerjakan papanya hingga bisa memiliki istana, mobil-mobil mewah berjejeran di garasi, dan puluhan maid bekerja disana. CUP Arum tersentak merasakan benda kenyal menempel dipelipisnya. Arum menoleh melihat siapa pelakunya, Arum menghela napas panjang kemudian tersenyum membalas senyumnya "Kakak cari Arum dimana-mana tapi ternyata Arum disini" Elang duduk disamping Arum dengan posisi membelakangi kolam renang sedangkan Arum menghadap kolam dan menjatuhkan kakinya disana "Kakak kapan pulang?" "Baru aja" Elang menghela napas panjang sebelum menatap Arum dari samping. Elang tersenyum tipis, melihatnya saja rasa lelah Elang menguap entah kemana "Arumku mau jalan?" Arum menoleh melihat Elang. Arumku? Ahkir-akhir ini kakaknya itu selalu memanggilnya seperti itu, awalnya terdengar aneh tapi sekarang Arum sudah biasa, lagipula Elang sudah menjelaskan jika tak masalah jika ia memanggil Arum seperti itu karena Arum adiknya. "Mau tapi apa kakak nggak capek?" Tentu saja tidak, Elang bahkan semakin semangat melakukannya. Rasa lelahnya hilang setelah melihat Arum dan semangatnya kembali saat Arum mengatakan mau. Tak ingin menunggu lama, Elang mengulurkan tangan membantu Arum berdiri dari kolam dan mengajaknya untuk bersiap-siap. * * * Setelah bermain ditime zone, Elang mengajak Arum mencari tempat makan. Dan pilihannya jatuh pada restoran jepang yang ada disana. "Arum pernah coba makanan Jepang?" Tanyanya sambil menunggu pesanan mereka datang "Nggak" "Kenapa?" "Karena makanannya mahal" Arum tersenyum melihat tatapan Elang padanya. Arum tidak tau itu tatapan seperti apa tapi intinya Arum yakin jika kakaknya itu pasti kasihan padanya. Memang benar, Arum tidak pernah memakannya. Jangan makanan Jepang, makanan indonesia yang cukup terkenal sama sekali tak pernah Arum coba. Makan dengan lauk seadanya sudah sangat Arum syukuri daripada tidak dikasih makan selama 24 jam. "Kak Elang kenapa liatin aku kayak gitu? Jangan kasihani aku, aku merasa nggak enak." Elang meraih tangan Arum dan menggenggamnya. "Kalau Arum mau makan sesuatu Arum tinggal bilang sama kakak ya?!" "Kakak mau beliin?" "Tentu aja!" Jika selama ini Arum tidak pernah makan makanan enak maka Elang akan membelikan makanan enak untuknya. Elang ingin Arum menikmati hidupnya sebagai adik dari seorang Elang. Setelah pesanan mereka datang, Elang menyuruh Arum memakannya tapi Arum hanya diam menatap makanan di depannya. Apa makanannya terlihat aneh hingga Arum tidak memakannya? "A,aku nggak bisa pake sumpit, kak." Guman Arum menunduk tak ingin melihat wajah Elang, pasti kakaknya itu menertawai dirinya. Elang meletakkan sumpitnya kemudian pindah kesamping Arum. Elang meminta Arum menatapnya lalu Elang mengatakan jika Arum tak perlu menunduk jika bicara dengannya. "Arum malu" cicit Arum kembali menunduk. Pasti Elang malu punya adik sepertinya, menggunakan sumpit saja tidak tau "Malu kenapa?" "Karena nggak bisa pake sumpit" ucapnya menggigit bibir bawahnya "Tuh kan kakak ketawa" Arum mencibingkan bibirnya, apa ia bilang, Elang menertawakan diri. "Itu terkekeh sayang bukan ketawa" ralat Elang mengelus pipi tembem Arum "Sama aja kak, sama-sama ketawain aku" Arum ingin membuang muka tapi Elang menahan wajahnya agar tetap menghadap padanya. Tak ingin melihat adiknya cemberut, Elang menjelaskan jika tadi dia terkekeh bukan menertawakan Arum karena tak bisa menggunakan sumpit, melainkan karena wajah Arum begitu lucu dan menggemaskan saat malu-malu. "Emang aku boneka apa lucu." Cemberut Arum, Elang langsung mencium keningnya kemudian meminta Arum memegang sumpitnya. Arum menuruti apa yang Elang katakan, melihat Arum kesusahan Elang memegang tangan Arum agar ia arahkan bagaimana cara menggunakan sumpit. "Bisakan?" Arum mengangguk dan mencobanya sendiri, senyum merekahnya terlihat saat sumpitnya mengangkat sushi didepannya hingga senyumnya kembali luntur saat sushi itu tejatuh. Huufffttttt Arum meletakkan sumpitnya dan menoleh pada Elang disampingnya "Susah" adunya dengan wajah tertekuk, Elang memintanya untuk melakukannya lagi namun Arum menolak "Loh kok nyerah gitu aja?" Ucap Elang memegang sumpit Arum "Nggak nyerah tapi capek" "Capek?" "Capek batin maksudnya." Saat belajar tadi batin Arum sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Bagaimana kalau sushinya jatuh? Dan hasil ya jatuh, meski Arum menapik jika ia akan gagal tetap saja ia gagal. Itu melelahkan. "Yaudah, kakak suap aja ya?" "Ng, nggak usah kak! Aku bisa pake tangan." Tolak Arum namun Elang tetap kukuh menyuapinya, dengan terpaksa Arum memakannya, kenapa ia merepotkan sekali? "Aku bis," "Nanti tangannya kotor, Rum." Ucap Elang tegas membuat Arum diam tak protes lagi. * * * Arum melihat satu persatu gadis-gadis disepanjang jalan ketika berpapasan, mereka terus memperhatikan kearahnya dan Elang. Ada apa? Apa ada sesuatu diwajahnya atau diwajah kakaknya? Arum mendongak melihat wajah Elang, agak susah karena tinggi Arum hanya sebatas dada Elang untuk melihat wajah kakaknya Arum harusnya bekerja ekstra keras. "Arum kenapa liatin kakak?" "Oh?" Arum kaget melihat Elang berhenti berjalan lalu menunduk padanya "Nggak ada apaapa disana" ucapnya tak melihat sesuatu aneh disana, Elang mengernyit tidak mengerti "Kakak ada sesuatu diwajah aku, nggak?" Lanjut Arum mendongak memperlihatkan seluruh wajahnya pada Elang "Ada" "Ada? Pantes mereka liatin terus. Dimana?" Arum mengusap seluruh wajahnya namun ditahan oleh Elang Cup "Nah, udah hilang" ujar Elang setelah mencium kening Arum "Dasar modus, bilang aja minta cium!" Lanjut Elang membuat Arum merenggut "Ihhh bukan cium tau! Kak Elang kok nyebelin?! Bukan itu maksud aku" Arum meremas lengan Elang karena kesal, sekarang mereka semakin melihat kearahnya "Kalau bukan itu lalu apa, hah?" Tak pedulu Arum kesal, Elang memainkan rambut panjang Arum didepannya seperti tanduk "Mereka liatin kearah kita terus kak, kan Arum jadi mikir ada sesuatu di wajah kita" perjelas Arum. Elang hanya mengedikkan bahunya meminta Arum tidak memperdulikan mereka, Elang juga sadar dari tadi tapi Elang tidak ambil pusing, dia sudah biasa diperhatikan seperti itu "Ayo kita nonton!" Elang menggenggam tangan Arum pergi dari sana * * * "Arum tunggu disini dulu! Kakak mau beli tiket, jangan kemana-mana ya!" Arum mengangguk kemudian Elang pergi mencari tiket yang akan mereka tonton. Arum menghela napas panjang melihat banyak orang yang ada disana, sebenarnya Arum tidak nyaman ditengah keramain seperti sekarang. Arum tersenyum kikuk saat matanya tak sengaja bertabrakan dengan seorang gadis yang berpakaian seksi disampingnya. Gadis itu hanya menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum miring. "Sayang kok lama banget sih?" Gadis itu berdiri menghampiri seorang pria yang baru datang, Arum melihat kedepan hingga matanya melebar melihat siapa pria itu. "A'a Ben!" Pria itu adalah Ben sahabat Elang yang selalu mampir ke rumah jika pulang sekolah bersama Elang dan Marcel. Ben melepaskan tangan gadis yang bergelanyut manja dilengannya untuk menghampiri Arum "Dedek cantik kenapa disini? Elang mana?" Tanyanya mencari-cari sahabat abadinya itu "Kak Elang cari tiket, A'a sama siapa?" Meski sudah tau apa salahnya berbasa-basi. Belum Ben menjawab cewek itu datang mengulurkan tangan didepan Arum. "Rossa, ceweknya Ben." Tekannya membuat Ben melirik tajam padanya. Arum meraih tangannya dan menyebut namanya "Situ manggil Ben apa? A'a? Seenak kalau ngomong, situ pikir Ben itu A'a Abdel apa?!" "Rossa!" "Apa sih yang? Biarin aja, supaya bocah ini tau diri, A'a? Ciihhhhh" ucap Rossa menyilangkan kedua tangan didepan dadanya "Jangan mulut kamu ya Rossa! Kamu pikir Arum ini siapa? Hah?!" "Siapa? Selingkuhan kamu?!" Balas Rossa tak suka Ben membelanya. Arum kembali duduk tak ingin ikut campur, Arum tidak salah, A'a Ben sendiri yang minta Arum memanggilnya seperti itu. Iya, Arum tidak salah pikir Arum menarik napas dalam-dalam dan meremas kedua tangannya. "Heei bocah?!" "ROSSA!" Bentak Ben menghempaskan tangan Rossa yang ingin menunjuk Arum, Rossa kaget begitupun pengunjung yang ada disana menatap mereka seolah ingin tau. Manusia memang seperti itu, kadar keponya sangat tinggi. Tak saling mengenalpun mereka tetap ingin tau masalah orang lain. "Dia benar selingkuhan kamu?!" "Pelankan suaramu!" Rossa menoleh pada seorang pria yang berdiri membawa makanan dan minuman dikedua tangannya, pria itu menatap Rossa seakan siap menerkam dan mencabik-cabiknya. Rossa mendekati Ben yang memijit pelipisnya, sepertinya hidupnya akan berakhir disini. "Beraninya kau berteriak didepan adik saya?" Tanyanya melangkah tanpa melepaskan mata tajamnya dari Rossa "Selingkuhan? Dasar tidak tau malu" lanjutnya menarik Arum agar berdiri disampingnya "Harusnya kamu ngaca, lihat dirimu baik-baik! Udah tau Ben punya cewek lain tapi masih aja ngejar dia." Rossa meremas tali tasnya mendengar penuturannya, apa yang dikatakannya memang benar, tapi apa salah jika mencintai Ben? "Ahhh, bukankah kau juga barisan cewek yag pernah saya tolak?" Rossa melebarkan matanya, dia mengingatnya, benarkah? "Menjijikan dapat pengakuan cinta dari cewek sepertimu. Dan kau Ben, tinggalin dia kalau kamu nggak mau mati ditanganku!" Lanjutnya merangkul Arum memasuki bioskop "Arumnya kakak nggak apapakan?" Tanyanya merangkul bahu Arum yang menggeleng, "Woi tungguin!" "Ben!" "Apasih?! Kita putus aja!" Ujar Ben melepaskan tangan Rossa dari lengannya, Ben lebih mencintai dirinya dibanding Rossa. * * * "Dedek cantik! Gimana kalau kita nonton sekali lagi?" Saran Ben, saat melihat daftar film yang akan diputar hari ini Ben tertarik dengan film laga "Waahhh boleh juga" "Arum masih mau nonton?" Elang sebenarnya tak punya niat lagi untuk ada disana saat Rossa marah-marah pada adiknya. Elang ingin meninggalkan tempat itu tapi mengingat ia sudah berjanji pada Arum akan mengajaknya nonton terpaksa Elang membawa Arum masuk. Dan saat inipun Elang ingin pergi dari sana "Nggak deh, mata Arum sakit liat filmnya" Elang menghela napas lega, baguslah. Sedangkan Ben tertawa mendengar ucapan Arum, mana ada film membuatnya sakit mata? Yang ada layarnya yang bikin sakit. Ada-ada saja? "A'a kok ketawa?" Ben berhenti tertawa mendengar pertanyaan Arum, Ben berdehem melihat tatapan tajam Elang, kenapa dia punya sahabat sepertinya? "Oh itu, tadi A'a liat badut disana, lucu sekali jadi A'a ketawa" tunjuknya didepan penjual tiket "Emang ada badut di bioskop ya kak?" Tanya Arum pada Elang "Nggak sayang, mata A'a Ben katarak sebelah jadi dia salah liat" jawab Elang membuat Ben tak terima, Ben ingin protes hingga suara Arum membuatnya miris "Ganteng-ganteng kok katarak ya kak, kasian sekali" ucap Arum menarik Elang meninggalkan Ben sendiri "Untung nggak katarak beneran" gumamnya berlari menyamai langkah mereka Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN