3. Tangisan Kekesalan

1267 Kata
Mulya yakin seratus persen kalau yang ada di hpnya semalam adalah dokter Alka. Pasalnya sejak pertemuan pertamanya dengan dokter itu, Mulya sudah hafal di luar kepala wajah dokter Alka. Rasanya Mulya sangat senang tatkala dokter yang sering menolaknya ternyata salah satu penonton livenya. “Aaaa … seneng banget loh!” pekik Mulya berjingkrak-jingkrak seorang diri di koridor rumah sakit. Tujuan Mulya setelah ke kampus adalah ke rumah sakit untuk periksa di dokter Alka. Tidak peduli berapa kali ditolak, Mulya tetap kokoh untuk mendapatkan Alka. “Ternyata diam-diam Dokter Alka menyukaiku,” ujar Mulya terkikik geli. Mulya terus berbicara seorang diri sambil tertawa, tidak peduli kalau beberapa orang yang melihat ke arahnya menatapnya dengan pandangan aneh. “Itu pasien RJS kok kabur ke rumah sakit umum?” tanya seorang perempuan berbisik kepada perempuan di sampingnya. Mulya menjadi bahan pembicaraan para penjenguk orang sakit di sana. Mulya sama sekali tidak peduli. Tingkah laku orang jatuh cinta memang kadang diluar nalar. Setelah sampai di depan ruang dokter Alka, Mulya segera duduk di ruang tunggu sembari menunggu namanya dipanggil. Untuk pendaftaran Mulya sudah melakukannya tadi. Untung pasien tidak terlalu banyak, hanya ada beberapa orang di sana. Sembari menunggu, Mulya memainkan hpnya sesekali berselfie. Sedangkan di dalam ruangannya, Alka tidak sengaja menatap ke arah jendela di mana dia bisa melihat Mulya. “Astagfirullah, bocah itu lagi,” keluh Alka mengusap kasar rambutnya. “Kenapa, Dok?” tanya Afif, asisten Alka. “Bukan apa-apa,” jawab Alka. Afif mengangguk dan memanggil pasien selanjutnya. Di luar ruangan, mata Mulya membulat sempurna saat melihat seorang perempuan yang sangat cantik masuk ke ruangan dokter Alka. Kulit seputih s**u, rambut panjang dan wajah yang manis. Mulya mengerjap-ngerjapkan matanya tidak percaya ada gadis secantik itu. Mulya celingak-celinguk kayak orang bingung, dia baru menyadari kalau ada orang cantik di sana. Hati Mulya panas bukan main, kepalanya seolah akan meledak beserta isi-isinya. Mulya tidak rela kalau Alka melihat gadis cantik selain dirinya. Mulya tidak bisa tenang, gadis itu berdiri dan mondar-mandir di depan pintu ruangan Dokter Alka. Sesekali Mulya akan menatap ke jendela untuk mengintip apa yang dilakukan Alka di ruangan itu. Saat baru beberapa detik Mulya mengintip, Alka segera ke jendela dan menutup gordennya. Mulya membulatkan matanya saat pandangannya sudah gelap. “Dokter, woy jangan ditutup!” pekik Mulya mengetuk jendela ruangan Alka dengan brutal. “Dokter, buka!” teriak gadis itu bagai orang kesetanan. Mulya benar-benar gadis redflag, mengejar cinta tidak tahu tempat. Tidak peduli juga kalau yang dia lakukan bisa merugikan orang lain. “Dokter, buka!” pekik Mulya lagi. Mulya kesal bukan main saat diabaikan oleh Alka. Dia sudah melakukan berbagai cara, tetapi sekali pun tidak dilirik oleh dokter itu. Hingga suara pintu terbuka membuat Mulya sedikit menyingkir. Seorang perempuan keluar dari ruangan dokter Alka seraya tersenyum menatap Mulya. Bukannya membalas senyuman gadis itu, Mulya malah menerobos masuk ke ruangan Alka. “Dokter, siapa gadis cantik tadi, hah?” tanya Mulya seolah istri yang melabrak suaminya selingkuh. Afif menatap Alka dan Mulya bergantian. Dia tidak asing dengan Mulya karena sudah sering datang, tetapi kali ini dia kaget saat Mulya datang-datang malah marah. “Keluar!” titah Alka. “Gak mau,” jawab Mulya. “Saya bilang keluar! Saya tidak ingin me–” Ucapan Alka terhenti saat Mulya mendekati Alka dan menarik kerah kemeja pria itu. Mata Alka dan Afifi membulat sempurna saat melihat kelakuan Mulya. “Jawab dulu siapa dia!” pinta Mulya mendesak. “Kenapa kamu melakukan ini? Mau dia siapa juga gak ada urusannya sama kamu!” desis Alka melepas paksa tangan Mulya dari kerah bajunya. Alka berdiri, matanya menatap tajam ke arah Mulya. Sedangkan yang ditatap tajam pun malah menatap Alka dengan pandangan berkaca-kaca. “Aku gak suka melihatmu menatap cewek cantik selain aku, Dokter,” ujar Mulya mendorong tubuh Alka dengan kencang. “Ya, aku tahu kalau aku hanya pasien, tapi aku mencintaimu, Dokter,” ungkap Mulya yang kini sudah menangis. Mulya sakit hati saat Alka menatapnya tajam dan tidak mau menjelaskan siapa gadis cantik tadi. “Aku rela sakit juga demi bisa bertemu Dokter. Aku suka sama Dokter,” tambah Mulya. “Tapi saya tidak suka sama kamu,” jawab Alka. “Aku gak peduli kalau Dokter gak suka sama aku, tapi aku suka sama Dokter dan Dokter gak boleh lihat-lihat cewek cantik kayak tadi. Aku gak suka saat ada orang lain yang bisa menarik perhati-” “Nona, tapi yang tadi pasiennya Dokter Alka,” sela Afif yang membuat Mulya terdiam. Mulya menatap Afif dan Alka gantian, seolah ada angin segar, Mulya pun segera menghapus air matanya. Mulya terlalu cepat terbakar api cemburu sampai-sampai dia melupakan ini rumah sakit dan siapapun yang masuk ke ruangan dokter sudah pasti keperluannya periksa. “Dokter, jadi gadis tadi tidak ada hubungan apa-apa kan sama Dokter?” tanya Mulya dengan mata berbinar. Alka tidak menjawab, pria itu hanya duduk dan merapikan kemejanya. Mulya turut duduk di hadapan Alka. “Maafkan aku sudah salah paham, Dokter. Hehe.” Mulya tampak malu menatap Alka. “Buat apa lagi kamu kesini?” tanya Alka. “Mau periksa,” jawab Mulya cengengesan. “Keluhan nyeri perut di samping pusar lalu berpindah ke sisi kanan perut bawah. Sakit saat batuk, berjalan dan bergerak. Mual dan muntah, kehilangan nafsu makan dan kembung,” ujar Alka menyebutkan gejala yang dialami Mulya yang sudah dia hafal di luar kepala. “Hehehe … itu Dokter hafal,” cicit Mulya. “Saya tidak tahu harus pakai cara apa untuk memberitahu kamu, Mulya. Penyakit kamu sudah parah dan kamu tidak pernah meminum obat yang saya resepkan, tidak mengikuti semua saran saya dan malah makan makanan berlemak juga pedas,” oceh Alka bertubi-tubi. “Berarti Dokter benar-benar melihat liveku semalam!?” tanya Mulya terpekik. Mulya senang bukan main saat ucapan Alka meyakinkan dugaannya kalau yang dilihatnya semalam benar-benar Alka. “Kan, aku gak salah lihat kalau semalam Dokter Alka yang melihatku live. Hati kita memang sudah menyatu ya, Dokter. Semalam aku hanya iseng milih akun bernama galon atau siapa itu, eh ternyata itu Dokter Alka. Ternyata diam-diam Dokter jadi penggemarku. Sini aku beri tanda tangan,” oceh Mulya bertubi-tubi. Mulya berdiri, menyambar bolpoin dan menghampiri Alka. Gadis itu dengan lancang mencoret-coret kemeja yang dipakai Alka dengan bolpoin yang dia bawa. Dengan penuh percaya diri, Mulya membubuhkan tanda tangan di sana. “Karena Dokter sudah melihat liveku, aku kasih tanda tangan gratis. Hanya untuk Dokter,” ucap Mulya penuh percaya diri. “Sudah ya, Dok. Aku datang ke sini untuk memastikan kalau Dokter benar-benar melihat liveku. Aku harus ngerjain tugas kampusku,” oceh Mulya segera berlari keluar dari ruangan Alka. Gadis itu bahkan belum juga diperiksa oleh Dokter Alka. Alka dan Afif membeo melihat pintu yang kini sudah tertutup rapat oleh Mulya. Afif berdehem sejenak untuk menggoda Alka. “Wah, lucu sekali pacar Dokter,” ucap Afif. “Saya bukan pacarnya,” jawab Alka melepas satu persatu kancing kemeja yang dia gunakan. “Saya tidak akan pernah pakai baju ini lagi karena bekas tulisan dia,” tambah Alka membuang bajunya ke tempat sampah. Pria itu menyambar jasnya dan memakainya begitu saja tanpa dalaman. Afif menggaruk tengkuknya yang tidak gatal melihat kelakuan Alka. “Pasien sudah habis, saya izin beli minum dulu, Dok,” ujar Afif memilih segera pergi. Alka hanya mengangguk kecil. Setelah Afif pergi, Alka menatap lekat ke arah pintu untuk memastikan Afif tidak kembali dalam waktu dekat. Saat dirasa aman, Alka kembali memungut kemejanya, pria itu membuka lebar kemeja berwarna biru laut itu. Di atas saku ada tanda tangan Mulya dan emoticon senyum. Buru-buru Alka memasukkan kemeja ke tasnya dan menutup rapat. “Sayang kalau dibuang, bisa buat serbet di rumah,” ujar Alka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN