Pagi ini seperti biasa Kane kembali lagi ke kamar Evelyn untuk mengantar sarapannya. Ketika Kane sampai di sana, dirinya dibuat bingung karena Evelyn tidak ada di kamar itu.
Kane keluar dari bangunan rapuh itu dengan wajah cemasnya. Kemana Nona mudanya itu pergi sepagi ini. Dengan keadaan kakinya yang masih sakit gadis itu malah keluar dari kamar.
Kane berjalan menuju taman belakang mansion, mungkin saja Evelyn ada di sana. Tapi ternyata tidak, tidak ada siapapun di sana.
"Kane." suara lembut memanggil nama Kane dari arah gudang yang terletak tidak jauh di samping bangunan rapuh itu.
"Nona." panggil Kane, seraya berjalan tergesa-gesa menghampiri Evelyn. Kane begitu cemas dengan Evelyn.
"Nona sedang apa di sini?" tanya Kane begitu sampai.
"Aku baru saja selesai mandi Kane. Badanku terasa lengket karena beberapa hari tidak mandi." ucap Evelyn terkekeh.
Karena kakinya yang cedera akibat terjatuh dari tangga tempo hari, membuat Evelyn kesulitan pergi kemana-mana, bahkan untuk mandi pun harus dibantu oleh Kane. Apa lagi letak kamar mandi yang berada di belakang gudang semakin mempersulitnya untuk mandi ataupun buang air.
Benar saja, gadis itu terlihat cantik hari ini, sebuah kaos lengan panjang berwarna baby pink dipadu dengan rok selutut berwarna hitam mengembang sempurna di pinggangnya.
"Ya ampun Nona. Kenapa tidak menunggu saya datang dulu. Kaki Nona masih sakit, jadi tidak boleh bergerak sembarangan." ujar Kane dengan nada cemas.
"Aku tidak apa-apa Kane. Kakiku sudah lebih baik sekarang. Dan aku harus banyak menggerakkan kakiku, agar otot kakiku tidak kaku." jawab gadis itu dengan senyum manis menghiasi wajahnya.
Kane menghela napasnya dalam, terkadang Nonanya ini agak sedikit keras kepala. "Ya sudah Nona, mari masuk lagi ke kamar. Nona harus sarapan." ujar wanita paruh baya itu, kemudian memegang lengan Evelyn untuk membantunya berjalan.
Saat akan memasuki bangunan rapuh itu, tidak sengaja manik abu-abunya menangkap seseorang yang sedang berdiri menatapnya di balkon mansion yang menghadap taman belakang.
Orang itu adalah Aaron, ternyata sedari tadi lelaki itu mengawasi dirinya dari atas sana. Pandangan mereka terkunci selama beberapa detik, di detik berikutnya Evelyn langsung memutus pandangan itu dengan menundukkan wajahnya. Kemudian berbalik melanjutkan langkahnya ke dalam kamar.
Aaron memandang punggung Evelyn yang menghilang di balik pintu yang ditutup oleh Kane. Sungguh tidak ada yang tau apa yang sedang lelaki itu pikirkan.
***
"Apakah dia cantik Bi?" tanya gadis bermata bulat itu penasaran kepada wanita paruh baya yang merupakan ibu angkat dari Aaron.
Chlarent, wanita paruh baya itu adalah Chlarent. Wajah keriput yang masih terlihat cantik itu melebarkan senyumnya.
"Sangat cantik." jawabnya sembari membayangkan wajah cantik dari gadis yang kini menjadi menantunya.
Entah kenapa gadis bermata bulat itu terlihat tidak senang mendengarnya, wajah gadis itu tiba-tiba saja menjadi murung.
Vera, begitulah sapaannya. Verasha Vinka, gadis yang juga memiliki paras cantik yang merupakan putri dari Kane sang kepala pelayan. Seperti cerita Kane kemarin, bahwa putri bungsunya tinggal di mansion utama keluarga Lisin.
Vera merupakan gadis berusia sembilan belas tahun yang memiliki sifat arogan dan congkak. Sehingga banyak pelayan di mansion itu tidak menyukainya.
Meskipun dirinya hanya anak dari seorang pelayan, tidak menyulutkan hasrat gadis itu untuk berbuat semena-mena kepada orang-orang di sekitarnya.
"Lebih cantik dariku?" tanya Vera penasaran.
"Tentu saja." Chlarent terdiam sejenak.
"Bukan hanya parasnya yang cantik, tetapi hati dan sifat gadis itu juga sama cantiknya." ujar Chlarent benar-benar tulus.
Sedetik kemudian senyum wanita itu padam dan berganti menjadi wajah murung penuh kesedihan.
"Tapi aku sangat menyayangkan, gadis cantik itu harus berakhir dalam kekejaman Aaron." ujar Chlarent dengan pandangannya yang sendu.
Vera mengernyitkan keningnya bingung.
"Maksud Bibi apa. Ceritakan yang jelas." tanya Vera tidak sabar. Cerita ini terlalu menarik untuk dia lewatkan, karena ini berhubungan dengan Aaron.
Akhirnya Chlarent menceritakan semuanya pada Vera. Mulai dari bagaimana Evelyn yang terjebak dalam pernikahan yang diskenario oleh Aaron sendiri, hingga betapa kejamnya Aaron memperlakukan Evelyn di mansionnya.
Wanita itu tidak kuasa untuk tidak menitikkan air matanya. Dia sungguh sedih ketika membayangkan betapa menderitanya menantunya itu akibat perbuatan suami Evelyn sendiri, yang juga merupakan putra angkatnya.
Setelah mendengar penuturan dari Chlarent, wajah Vera menjadi cerah.
Alih-alih turut simpatik akan penderitaan Evelyn, gadis bermata bulat itu tertawa dalam hati.
Awalnya dia mengira Aaron dan Evelyn menikah atas dasar cinta, tapi ternyata perkiraannya itu salah. Dan jika memang Aaron membenci Evelyn, maka akan lebih mudah baginya untuk merebut Aaron.
Aaron adalah lelaki pertama yang mendiami hatinya, dan tentunya dirinya lah yang lebih dulu menaruh perasaan kepada Aaron. Jadi dirinyalah yang lebih berhak mendapatkan Aaron.
Begitulah prinsip gadis belia yang belum mengenal apa arti cinta yang sesungguhnya.
"Aku harus menyingkirkan gadis menyedihkan itu dulu. Setelah itu aku akan lebih mudah mengambil hati Kak Aaron." ucap gadis itu dalam hati seraya menyimpulkan seringaian samar di bibirnya, nyaris tak terlihat.
***
Seiring berjalannya waktu, disertai dengan tangan ajaib Kane yang selalu mengurusnya, kaki Evelyn sudah sembuh total.
Hanya saja, bekas luka itu masih terpampang jelas di sepanjang tulang keringnya. Mungkin jika diolesi krim khusus penghilang bekas luka, goresan itu bisa disamarkan. Tapi sepertinya kondisi tidak memungkinkan Evelyn untuk menggunakannya, karena Aaron selalu mengawasi pergerakannya.
Evelyn sudah siap dengan baju lengan panjangnya berpadu dengan rok kembang selutut berwarna hitam.
Evelyn memang selalu memakai baju berlengan panjang akhir-akhir ini, yang terkadang menimbulkan banyak pertanyaan dalam benak Kane.
Gadis itu akan kembali bekerja di mansion, karena kakinya sudah sembuh total. Dengan senyum cerianya Evelyn melangkahkan kakinya menuju rumah utama.
Belum juga Evelyn sampai ke rumah utama Evelyn sudah dihadang oleh beberapa pria bertubuh besar dengan jas hitam melekat sempurna di tubuh mereka.
Evelyn dapat mengetahui siapa mereka, apalagi Evelyn juga melihat Tenar di barisan itu, pengawal yang mengantarnya ke rumah sakit beberapa hari yang lalu.
"A ada apa ini?" tanya Evelyn kepada pengawal-pengawal itu.
"Silahkan ikut dengan kami Nona." ucap Remar tanpa menjawab pertanyaan Evelyn.
"Kenapa...untuk apa..." bingung gadis itu.
"Bawa dia." perintah Remar kepada pengawal di belakangnya.
Dua orang pengawal maju kemudian menarik lengan Evelyn.
"Menurutlah Nona." ujar Remar dingin lalu berjalan di depan yang diikuti oleh pengawal lain.
Dengan langkah terseret Evelyn dibawa ke ruangan yang Evelyn ketahui merupakan ruang kerja Aaron.
"Tu tuan." cicit Evelyn ketika Aaron berdiri di hadapannya.
"Aku ingin menagih janjimu." ujar Aaron dengan suara beratnya seraya tatapan tajamnya seakan menghujam Evelyn.
TBC