"Kita akan kemana Tuan?" tanya Evelyn kebingungan. Kini keduanya sedang berada dalam perjalanan. Evelyn tidak tau kemana Aaron akan membawanya.
"Diamlah! Tidak usah banyak bertanya!" kecam Aaron. Tatapan tajamnya seakan menghunus Evelyn, yang berarti tidak ingin dia bicara lagi.
Dan benar saja Evelyn terdiam. Dalam hidupnya, Aaron adalah makhluk berbahaya, sekali pria itu mengeluarkan taringnya, selalu membuat gadis itu beringsut ketakutan.
Evelyn memilih bungkam dan tidak berani bertanya lagi. Pandangannya teralihkan oleh pemandangan malam kota yang dihiasi lampu-lampu yang menyala di setiap lantai gedung pencakar langit.
Dulu setiap Evelyn melihat pemandangan semacam ini, dinginnya angin malam yang berhembus menerpa kulit wajahnya yang juga menyejukkan hati.
Tapi malam ini kesejukan itu tidak dirasakannya sama sekali. Firasatnya tidak enak sejak sore tadi pengawal membawanya ke hadapan Aaron. Rasa was-was dan cemas kini bersarang dalam hati gadis ini. Entah rencana apa yang Aaron buat untuknya lagi.
Dua puluh menit berlalu, mobil yang membawa mereka berhenti di depan sebuah club malam.
"Tuan kita sedang apa di tempat ini?"
Tentu saja Evelyn mengetahui tempat ini. Play House namanya. Siapa yang tidak mengenal tempat ini. Club inilah club paling terkenal di kota ini.
Biasanya orang-orang yang mampir ke club ini adalah orang-orang yang memang benar-benar kaya atau konglomerat. Tidak sembarang orang bebas masuk ke dalam sana, karena setiap tamu yang akan masuk akan di verifikasi terlebih dahulu.
Di tempat inilah sering terjadi transaksi perjualbelian perempuan. Perempuan yang akan dijadikan sebagai jal*ng oleh para m*******i.
Kecemasan Evelyn semakin bertambah kala melihat senyum menyeringai yang terukir di sudut bibir Aaron. Pikirannya melayang kemana-mana membayangkan apa yang akan Aaron lakukan kepadanya.
"Tuan kenapa membawa saya kemari?"
Aaron masih diam dan menikmati wajah cemas gadis yang telah menjadi istrinya itu.
"Kau jelas tau untuk apa aku membawamu kemari. Setelah kupikir-pikir tidak ada salahnya aku mengambil keuntungan darimu." ujar Aaron dengan entengnya.
"Apa maksudmu Tuan? Saya tidak mengerti."
"Jika aku menjualmu mungkin hutang nyawa yang dilakukan oleh Daddymu bisa berkurang."
"A...apa?"
Mata Evelyn membelalak. Aaron akan menjualnya?
Ya Tuhan, betapa kejamnya lelaki ini. Apakah dia tidak memiliki hati nurani sedikitpun? Sekalipun dia membencinya tidak seharusnya dia melakukan hal ini. Evelyn tidak akan pernah memaafkannya jika sampai Aaron melakukan hal itu kepadanya.
Tanpa mendengarkan bantahan Evelyn lagi, Aaron memerintahkan pengawal yang berjaga di luar mobil membawa masuk ke dalam gedung club.
Evelyn meronta sekuat tenaga, berharap bisa pergi dari tempat ini, tapi apalah daya, tenaganya tidak sekuat pengawal yang menyeretnya dengan paksa.
"Tuan Aaron tolong jangan lakukan ini padaku... tolong..." teriak gadis itu.
Langkahnya terseret berharap Aaron akan berubah pikiran dan membawanya dari tempat terkutuk ini.
Aaron masih di dalam mobil, manik coklat terangnya menatap punggung Evelyn yang perlahan menghilang di dalam lift yang tertutup.
Kilatan amarah dan perasaan tak menentu berkecamuk dalam diri pria itu. Entah apa yang telah terjadi pada dirinya, bahkan dia sendiri pun tidak dapat mengartikannya. Aaron tidak tau mengapa sejak kedatangan Evelyn, hidupnya menjadi kacau.
Jantungnya selalu berdebar setiap bersama Evelyn, membuat dirinya berpikir telah jatuh dalam pesona gadis itu. Perasaan itu selalu ditampik oleh rasa benci dan dendam yang belum terbalaskan.
Pria itu seakan buta hati ketika mengingat bayang-bayang masa lalu kelamnya.
Tangisan pilu yang memekakkan telinga yang mendengarnya menggema di dalam ruangan temaram itu. Seorang gadis mungil duduk terkulai di atas lantai keramik yang terasa dingin. Kedua tangannya diikat kuat ke belakang, membuatnya meronta sekuat tenaga ingin melepaskan diri.
"Lepaskan aku... kumohon. Tuan Aaron tolong aku... Mommy... Daddy..." tiada hentinya Evelyn berteriak memanggil nama tiga orang itu bergantian.
Evelyn tidak tau harus melakukan apa agar bisa keluar dari sini. Kedua tangannya diikat kuat membuatnya kesulitan bergerak, sementara pintu ruangan juga tertutup rapat.
Evelyn tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi padanya sebentar lagi. Entah bahaya apa yang sedang menantinya di luar sana Evelyn tidak tau.
"Mommy... Daddy... tolong aku..." lirihnya di sela tangisannya.
Hampir dua puluh menit Evelyn menangis di dalam ruangan itu sampai beberapa menit kemudian pintu terbuka membuat cahaya terang masuk menyilaukan pandangannya.
Muncul seorang pria bertubuh kekar berjalan mendekati Evelyn di tengah ruangan. Cahaya yang datang dari belakang pria itu membuat Evelyn kesulitan menjangkau wajah pria itu.
"Tuan Aaron..." panggil Evelyn yang menyangka orang itu adalah Aaron.
Pria itu semakin mendekat dan akhirnya berdiri menjulang tinggi tepat di hadapannya.
"Tuan Aaron tolong sa.... Siapa kau?" Dengan penuh keterkejutan Evelyn melihat wajah pria asing yang berdiri di hadapannya.
Tatapan tajam memancar dari mata pria itu seolah menghunus tubuh mungil Evelyn. Tubuhnya bergetar ketakutan, tatapan itu bahkan lebih tajam dari tatapan Aaron.
Lelaki bermata biru laut itu tersenyum puas melihat ketakutan Evelyn. Dengan senyum menyeringai pria itu perlahan menekuk lututnya, ikut berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Evelyn.
"Kau... kau siapa?" lirih Evelyn gugup, namun pria itu semakin mendekat.
"Menjauh dariku!" kecam Evelyn tapi masih penuh ketakutan.
Pria itu bergeming bahkan semakin mendekatkan wajahnya tepat di wajah Evelyn. Evelyn bahkan bisa merasakan deru nafas pria itu menyusuri permukaan wajahnya. Aroma alkohol bercampur dengan aroma vanilla menyeruak masuk ke indra penciumannya.
Hanya berjarak beberapa centi meter saja, dalam sekali dorongan maka bibir mereka akan bertemu. Tapi Evelyn tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tubuh terikatnya digerakkannya agar menjauh dari pria itu.
Senyum menyeringai masih melekat di sudut bibir pria itu ketika melihat perlawanan dari Evelyn. "Kau wanita yang kucari." gumam pria itu tetapi masih dapat di dengar oleh Evelyn.
"A..apa maksudmu?"
Pria itu tersenyum kemudian menjulurkan telapak tangannya menyentuh wajah mulus Evelyn.
Secepat kilat Evelyn menjauh dengan susah payah. "Jangan menyentuhku! Lepaskan aku!" teriaknya.
"Tenanglah cantik. Jangan terlalu terburu-buru, setelah ini akan kubuat kau merasakan kenikmatan yang tiada duanya." ujar pria itu kemudian mendekati Evelyn lagi.
"Kemari sayang biarkan aku memuaskanmu."
"Jangan... Tolong lepaskan aku. Kumohon lepaskan aku..." suara Evelyn tertahan oleh ketakutan yang kini menguasai dirinya.
"Tidak akan sayang. Aaron sudah menjualmu padaku, jadi kini kau sudah menjadi milikku. Tadinya aku ingin langsung memberikanmu kepada tua bangka di luar sana, tapi melihat gadis cantik sepertimu aku menjadi tidak rela. Kau harus bersyukur karena seorang Egor Oktyabrskaya menginginkanmu."
Tanpa membuang waktu lagi pria yang mengaku bernama Egor itu langsung menangkap tubuh Evelyn. Menindihnya tanpa melepaskan ikatan di tubuhnya.
"Tolong.... lepaskan aku... Daddy...Mommy.... tolong aku.." teriak Evelyn sekuat-kuatnya berharap seseorang akan datang menolongnya.
TBC