Selama hampir satu bulan Kane merawat Evelyn dengan baik. Hanya saja kali ini, Kane merawat Evelyn mengalami banyak kesulitan. Kane tidak tau apa yang telah terjadi pada Aaron, majikannya. Biasanya pria itu akan membiarkannya mengurus Evelyn, jika sedang sakit.
Tapi sekarang Aaron bahkan membatasinya untuk mengunjungi Evelyn, hanya dibolehkan mengantar makanan setiap dua kali sehari. Evelyn bahkan tidak diizinkan tinggal di rumah utama.
Tidak hanya itu, makanan untuk Evelyn tetaplah hanya nasi busuk dengan lauk telur seperti biasa. Oleh karena itu Kane sering mencuri makanan yang layak dan terkadang menyisihkan jatah makanannya untuk diberikan kepada Evelyn.
"Terima kasih Kane." ucap Evelyn lemah menerima sepiring makanan yang dibawa Kane. Kane ikut duduk di karpet tipis di kamar Evelyn. "Kau menyisihkan makananmu lagi Kane?" tanya Evelyn dengan tatapan sendu.
"Ya Nona, makanlah Nona, saya tidak tega melihat Nona memakan makan tidak bermutu itu." jawab Kane.
Evelyn mengangguk pelan, "Terima kasih Kane." hanya itulah kata yang dapat terucap dari bibir pucat itu.
Evelyn memakan makanannya dengan begitu lahapnya, seperti orang yang sangat kelaparan. Bukan tanpa sebab, Evelyn hanya diberi makan setiap dua kali dalam sehari, itupun dengan porsi yang sedikit.
Hati Kane sungguh miris melihat Evelyn begitu menderita, Evelyn bagaikan mahkluk lemah tak berdaya, hidup segan mati pun tak mau. Kane tak kuasa membendung air matanya di hadapan Evelyn.
"Kaki Nona sudah lebih baik?" tanya Kane dengan suara paraunya, isakan tangisnya sudah berhenti seiring dengan Evelyn selesai menandaskan makanannya.
"Kenapa menangis Kane, hei aku baik-baik saja." ujar Evelyn berusaha menenangkan Kane. "Lihat.." menggerak-gerakkan kakinya. "Kakiku sudah sembuh." ucap Evelyn tersenyum.
Kane terharu melihat Evelyn yang tetap semangat di tengah penderitaannya saat ini, sungguh jika dia dalam posisi Evelyn, Kane pasti tidak akan sanggup menanggung beban seberat ini.
"Syukurlah Nona." ujar Kane.
"Luruskan kaki Nona, saya akan mulai memijat." pinta Kane, tangan keriputnya bergerak merogoh kantong baju seragamnya, mengambil sebotol minyak khusus pijat yang sengaja dibawanya dari mansion.
Dengan ragu Evelyn meluruskan kakinya, dirinya masih segan dan merasa tidak enak jika Kane selalu menolongnya. Tapi mau bagaimana lagi, kakinya juga harus sembuh dan jika dibiarkan kakinya bisa membengkak.
Kane mulai memijat kaki Evelyn, dia memang tidak berbakat dalam hal memijat, tapi setidaknya untuk meregangkan otot bisa dikuasainya. Selama beberapa menit Kane memijat kaki Evelyn dengan penuh kasih sayang, layaknya putrinya sendiri.
"Mmm Kane?" panggil Evelyn.
"Ya Nona?" jawab Kane.
"Apakah kau memiliki keluarga?" tanya Evelyn ragu, karena dia penasaran mengenai kehidupan Kane di luar mansion Aaron.
"Tentu saja Nona, setiap orang pasti memiliki keluarga." jawab Kane tapi tangannya masih fokus memijat kaki Evelyn. "Saya memiliki dua orang anak, yang paling besar putra saya seumuran dengan tuan Aaron, dan yang bungsu perempuan juga seumuran dengan Nona." jelas Kane.
"Benarkah? Lalu dimana mereka tinggal Kane?" Evelyn terlihat antusias membahas tentang keluarga Kane.
"Putra sulungku sudah bekerja di luar kota, sedangkan putri bungsuku tinggal di mansion utama."
"Mansion utama?" bingung Evelyn.
Kane tersenyum, "Ya Nona, mansion utama, tempat tinggal Nyonya Chlarent." Evelyn hanya mengangguk mengerti.
"Saya sudah bekerja pada keluarga Lisin sudah sejak lama, seingatku saat Nyonya Chloe dan Tuan Gennady baru menikah, keluarga Lisin sangat baik kepada keluarga saya, di saat suami saya pergi untuk selama-lamanya, Keluarga Lisin-lah yang menggantikan mendiang suami saya sebagai pencari nafkah. Mereka membiarkan kami tinggal bersama mereka dan juga membiayai tanggungan biaya sekolah anak-anak saya. Tapi sangat disayangkan orang sebaik mereka harus dipanggil oleh Tuhan secepat itu." terang Kane dengan maniknya menatap lurus ke depan, seperti menerawang jauh ke masa lalu.
"Maaf Kane aku memotong, Nyonya Chloe itu siapa?" tanya Evelyn.
"Nyonya Chloe adalah Ibu kandung dari Tuan Aaron, dan sudah meninggal saat Tuan Aaron masih berumur lima tahun." Kane dapat melihat raut wajah kebingungan dari Evelyn.
"Nona pasti bingung." Kane terkekeh.
"Nyonya Chlarent adalah ibu angkat dari Tuan Aaron. Nyonya Chlarent adalah orang yang telah menyelamatkan Tuan Aaron dari insiden terbunuhnya Ayah Tuan Aaron dan salah satu pengikut setia keluarga Lisin." Lanjut Kane.
"Ibu angkat?" tanya Evelyn. "Kupikir Ibu Chlarent adalah ibu kandung Tuan Aaron?"
"Benar Nona. Walaupun mereka tidak sedarah, tapi Tuan Aaron sangat menyayangi Nyonya Chlarent, begitupun sebaliknya. Karena jika saja Nyonya Chlarent tidak menyelamatkan Tuan Aaron saat itu, dapat dipastikan Tuan Aaron akan ikut terbunuh." Jelas Kane.
Evelyn menundukkan kepalanya ketika ada sesuatu tiba-tiba menghantam pikirannya. Kane heran saja melihat Evelyn tiba-tiba terdiam. "Nona?" panggil Kane.
"Apa kau percaya bahwa Daddy-ku yang membunuh orang tua Tuan Aaron, Kane?" tanya Evelyn menatap Kane dengan sendu. Sejauh ini Kane dapat mengerti apa yang sedang dipikirkan gadis belia ini.
Evelyn tersenyum kecut melihat kebungkaman Kane, "Aku tau, kau juga pasti tidak percaya."
"Walau sebanyak apapun orang-orang menuding Daddy, tapi aku akan tetap percaya padanya." Evelyn menarik nafasnya dalam berusaha menahan isakan tangisnya.
"Mungkin kau berpikir aku membelanya karena beliau adalah orang tuaku. Kau salah Kane, jika saja kau mengenal Daddy-ku kau pasti tidak akan percaya bahwa Daddy-ku melakukan hal sekeji itu."
"Aku yakin sebenarnya Daddy telah dijebak." ujar gadis itu penuh keyakinan.
"Daddy-ku adalah sosok yang bijaksana dan selalu memegang teguh prinsip kejujuran, jika Daddy berkata tidak, itu artinya Daddy memang tidak pernah melakukannya. Dan aku akan percaya padanya, karena setiap kata-kata darinya adalah kejujuran bagiku. Seperti itulah besarnya kepercayaanku untuk Daddy-ku." Senyum gadis itu terbit seraya dengan mengalirnya air mata membasahi wajah pucatnya.
Pandangannya lurus ke depan bagai menerawang ketika keluarganya masih utuh, bahagia tidak kekurangan sesuatu apapun.
Kane menangkup kedua tangan Evelyn, "Saya percaya Nona." ujar wanita paruh baya itu dengan senyum terbit di wajahnya.
"Kau percaya?" tanya Evelyn.
"Ya Nona, saya percaya kepada Nona. Gadis baik seperti Nona sudah cukup untuk membuktikan bahwa beliau adalah orang baik." ujar Kane lagi.
"Terima kasih Kane." tubuh kurusnya beringsut memeluk Kane dengan erat. "Terima kasih sudah percaya padaku Kane."
Setelah pelukan itu lepas, Kane pamit kembali ke rumah utama. Dan sekarang tinggallah Evelyn seorang diri di kamar itu. Jika sudah sendiri seperti ini, Evelyn akan menghabiskan malamnya dengan menumpahkan air matanya. Isakan kesedihan itu akan selalu menggema setiap malamnya di kamar ini.
Ditengah isakannya, angin bertiup kencang di luar sana. Saking kencangnya hembusan angin masuk menelusup jendela kaca yang setengahnya sudah pecah tak beraturan.
Evelyn berjalan tertatih-tatih menahan kakinya yang masih sakit menuju jendela kaca itu.
Awalnya Evelyn hanya ingin memperbaiki gorden yang melayang akibat kencangnya hembusan angin. Tapi pandangannya tertuju pada pecahan kaca tidak beraturan itu.
Entah mendapat bisikan dari mana, jemari lentiknya bergerak menyentuh benda runcing itu, menelusuri permukaannya seolah merasakan tajamnya benda itu. Seolah keadaan memang mendukungnya, Evelyn dengan mudah mencabut pecahan kaca itu dari himpitan kayu penopangnya dengan mudah.
Di genggamnya erat-erat benda tajam itu, lalu membukanya lagi. Pikiran gadis itu sudah tidak jernih lagi, dan saat itu juga Evelyn menyayatkan pecahan kaca itu di tangannya.
Darah segar mengucur dari tangannya disertai rasa sakit tak terperi. Seolah belum cukup Evelyn kembali menggoreskan kaca itu di sekujur tangannya.
Gadis itu seperti kehilangan kewarasannya. Sakit pada tangannya ini tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan sakit dalam hatinya.
TBC