Dua minggu sebelum pernikahan Dany. Hana mematung di depan rumah sederhana dengan pagar berwarna putih yang dijalari mawar rambat berwarna putih pula. Hana menatap rumah tersebut. Yah, itu adalah rumah Dany. Rumah sederhana yang dahulu mereka tinggali bersama. Rumah tempat pulang Hana. Rumah ternyaman yang pernah dia miliki. Dua puluh menit dari stasiun kereta, lima belas menit dari toserba tempat Hana pertama kali memaksa untuk makan mi instan.
Hana mengepalkan tangannya, lalu menunduk sesaat, "Rumah ini masih belum berubah. Namun, bagaimana dengan perasaan kami, apakah juga masih sama? waktu itu. Saat melihatnya setelah enam tahun terpisah, perasaan jahat yang tak tahu diri ini muncul lagi," gumam Hana sambil menutup matanya.
"Sayang! ya ampun, aku mencarimu dari tadi," Max Carter. Laki-laki jangkung itu berlari ke arah Hana. Dia dan Hana telah menikah selama lima tahun. Max bisa meluluhkan hati Hana yang membeku dengan kehangatannya. Max Carter, laki-laki berwajah dingin namun penuh dengan perhatian itu masuk ke dalam hidup Hana, dan mampu menunjukkan kepada Hana, bahwa tak apa untuk menikah. Bahwa segala ketakutan yang selama ini dipikirkan Hana bisa diatasi, dan mungkin saja tidak akan terjadi. Hana menikahi Max. Karena kekagumannya akan aura positif laki-laki tersebut.
"Sayang, kenapa belakangan ini sering naik kereta? aku kan bisa menjemputmu," ucapnya dengan nafas yang terengah karena habis berlari.
"Atur dulu nafasmu. Kenapa berlari seperti itu, aku tak akan hilang,"
"Hmm, aku tahu kau tak kan hilang. Kau paling mengenal daerah ini. Anehnya, aku lahir disini, tapi tak begitu mengenal daerah ini sepertimu,"
"Karena kau tinggal di luar kota begitu bisa bicara."
"Hahaha, benar juga. Ibuku yang aneh mengirimku bersekolah di luar kota. Sedangkan dia menetap disini. Hah, kau sedang berdiri di depan rumah siapa? kau kenal pemilik rumah ini?"
Hana menatap rumah tersebut, "Tidak. Aku hanya berhenti saja untuk sejenak."
"Hmm, jangan berdiri di depan rumah orang seperti itu, nanti kau dikira maling. Kemarilah, peluk aku. Aku merindukanmu."
"Kau ini, aku hanya pergi sebentar dan kau sudah merindukanku?"
"Tentu saja, aku merindukan istriku setiap saat," Max tersenyum manis. Hana kemudian memeluknya dengan erat sambil menarik nafas panjang.
"Sepertinya akan hujan," ucap Hana kemudian.
"Maka dari itu kita harus pulang, ayo."
Han dan Max kemudian berjalan menuju mobil yang diparkir Max tak jauh dari mereka. Max membukakan pintu untuk Hana, menjaga agar kepala Hana tidak terbentur bagian atas mobil, lalu dengan cepat menutup kembali pintu dan duduk di kursi pengemudi.
"Sayang, lain kali bawa mobil saja. Kenapa kau sering sekali naik kereta?"
"Itu ... agar aku bisa melihat laki-laki tampan yang ada disetiap gerbong kereta," Hana mengedipkan matanya menggoda Max.
"Hmm, dasar kau ini. Memangnya aku kurang tampan?"
"Up's benar juga. Suamiku sangat tampan. Tapi aku sudah terlalu sering Melihatmu," Hana tertawa, sementara Max cemberut lalu menundukkan kepalanya, "Max, hahaha. Maafkan aku, aku hanya bercanda," Hana mencium pipi Max. Max yang cemberut tak bisa menahan senyumnya. Dia mencubit pipi Hana dengan gemas lalu mereka tertawa bersama.
"Ayo kita jemput Lily dan ke taman hiburan," ucap Max sambil menghidupkan mobilnya.
"Baiklah, ayo berangkat!" mobil mereka melaju dan menghilang dengan cepat.
Sekitar dua menit setelah Hana dan Max melaju. Dany dan Laura tiba di depan rumah tersebut. Dany kembali ke rumah itu untuk mengambil sisa barang-barang yang tak sempat dia ambil sebelumnya. Dany sudah melarang Laura untuk ikut, karena jarak rumah Dany dari kota tempatnya sekarang berada lumayan jauh. Namun Laura bersikeras untuk pergi bersama Dany. Sebenarnya dia sangat penasaran akan rumah yang selalu dikunjungi Dany setiap bulan. Yah, Dany selalu pergi ke rumah itu, setiap bulan dia pasti akan mengambil cuti kerja, atau memanfaatkan akhir pekan untuk mengunjungi rumah tersebut. Laura sudah penasaran dari lama, namun dia baru bisa ke rumah itu dua kali. Saat pertama mereka bertemu Hana di stasiun kereta, dan hari ini.
"Laura, tak mau menunggu disini saja? aku hanya sebentar. Barang-barangku hanya sedikit, sudah kukemas dan tinggal membawanya saja," ucap Dany kepada Laura yang tampak asing dengan rumah tersebut.
"Pertama kali kemari aku juga tidak masuk. Sekarang aku ingin masuk, ingin melihat rumah yang kau tempati dulu."
"Tapi ..."
"Tapi kenapa?"
"Ah, tak apa. Kalau begitu, ayo masuk."
Dany membuka pintu rumahnya masuk ke dalam. Laura berhenti sejenak, lalu mengepalkan tangannya dengan erat.
"Aku tahu semuanya. Aku tahu rumah ini penuh kenangannya bersama orang lain. Dany, dia tidak pernah mencintaiku hingga detik ini. Tapi, aku pasti akan mendapatkan cintanya. Wanita itu sudah menikah. Kesempatanku semakin besar. Tak sia-sia aku menyelidiki latar belakangnya. Maafkan aku Dany. Aku menyelidiki semua tentangmu karena kau tak penah menatapku seperti itu. Seperti kau menatap wanita yang sudah bersuami itu. Tak masalah kan aku mengulik tentangmu dan dia? karena kau akan menjadi suamiku. Aku berhak melakukan apapun."
"Laura, kau masih di luar?" terdengar suara Dany dari dalam. Laura seketika tersenyum, lalu berlari ke dalam rumah.
"Bagaimana, sudah mau pergi?" Laura merangkul lengan Dany.
"Aku ke toilet sebentar, kau tunggu disini dulu," Dany kemudian pergi meninggalkan Laura di ruang tamu.
Beberapa detik kemudian, mata Laura tertuju pada sebuah kamar. Dengan pelan, agar tak terdengar oleh Dany, Laura membuka kamar tersebut. Dia masuk perlahan dan menyapu pandangannya ke seluruh bagian kamar itu.
Di meja rias terdapat Lulu. Boneka tomat yang sangat disukai Hana, di boneka tersebut terselip sebuah kertas bertuliskan, "Milik Hana." Laura terkekeh, lalu menyeringai.
"Hah, kekanakan sekali," ucap Laura lalu memukul kepala boneka itu.
Laura kemudian melihat sekeliling. Dia mendekati ranjang kayu tempat dahulu Hana tidur. Di bagian samping ranjang, sedikit tertutup seprei, terdapat sebuah ukiran yang bertuliskan, "Dany dan Hana, pernah disini." Laura kembali terkekeh.
"Hahaha, ya ampun. Yang benar saja." Laura dengan kesal berjongkok. Tanpa sengaja dia melihat sebuah koper di bawah tempat tidur. Dengan cepat dia menggapai koper itu dan membukanya. Di dalamnya terdapat foto-foto Hana dan Dany, dan juga berbagai barang kecil milik Hana. Ada juga sebuah amplop yang bertuliskan dengan memo kecil bertuliskan "Cintaku Hana Foster." di dalamnya terdapat catatan-catatan kecil Hana, surat saat pertama kali Hana bertemu dengan Dany, dan surat terakhir saat mereka berpisah. Semua tersusun rapi di dalam koper itu. Koper yang menyimpan sejarah Dany dan Hana.
Laura menutup kembali koper tersebut. Lalu bergegas ke ruang tamu. Bersamaan dengan itu, Dany keluar dari toilet.
"Kau menunggu lama?" ucap Dany begitu melihat Laura.
"Tidak juga. Aku hanya melihat-lihat ruang tamu dan dapur," Laura menatap Dany dengan senyum di wajahnya, "Dan melihat kisah cintamu disana."