Bab 8. Reno Terlalu Gemas

1507 Kata
Dua hari berlalu, Reno juga berusaha untuk tidak menghubungi Nadin. Baru setelah pulang dari malam itu, ia baru mencerca perbuatannya sendiri yang sudah kelewatan dan tak tahu diri. Bisa-bisanya langsung nyosor dan membuat anak orang jadi tidak nyaman. Dua hari pula Reno tak ada di Jakarta karena harus ke luar kota untuk mengisi salah satu acara seminar sekaligus kuliah umum yang mana dia menjadi tamu undangan khusus untuk acara itu. Awalnya menolak, tapi dia tidak enak hati untuk melakukannya. Terlebih, yang menawarkannya adalah temannya sendiri. Hari ini ia sudah akan pulang. Dia membeli beberapa oleh-oleh yang akan dia bawa dan berikan pada keponakannya yang lucu. Berharap Zavon akan sangat senang dengan oleh-oleh yang sudah ia persiapkan sekarang. Tak lupa pula, ia membelikan sesuatu untuk mamanya Zavon, Cinta. "Sebagai hadiah karena sudah semangat menemani Dante." Katanya sembari memilih mana yang lebih bagus dari sekian yang memiliki motif yang sama. Dia hanya membelikan oleh-oleh untuk Zavon dan Cinta, dan tidak membelikannya untuk keluarganya. Alasannya sederhana, keluarganya terlalu sibuk di rumah sakit sampai tidak punya waktu untuk sekedar bersenang-senang dengan oleh-oleh yang akan dia siapkan. Setelah cukup dengan semuanya, Reno membayarnya dan kembali masuk ke taksi yang sudah ia sewa untuk mengantarnya sampai di bandara. Di pertengahan jalan, Reno meminta agar sopir itu kembali berhenti. Ia melihat sesuatu yang sangat menarik perhatiannya. Dia turun dengan segera dan menyebrang ke jalan seberang. "Apakah dia akan suka dengan ini?" Tanya Reno. "Cari apa, mas?" Tanya ibu-ibu paruh baya yang mendatanginya. Sepertinya ibu ini lah yang punya toko tempat Reno mampir sekarang. Reno tersenyum kemudian mengatakan ini pada ibu itu. "Ibu, saya pilih satu pack yang ini ya. Di packing cantik aja. Saya mau memberikannya untuk seseorang." Kata Reno. "Untuk pacar ya?" Tanya ibu itu sembari sibuk mengambil benda itu. "Belum, Bu." Jawab Reno, tersenyum dan menertawakan dirinya. *** Baru saja Reno keluar dari area bandara dan menuju parkiran untuk mengambil mobilnya, ponselnya berdering dan itu dari Cinta. Ia membatalkan niatnya untuk masuk ke mobil dan lebih memiliki menerima telpon dari Cinta. "Ada apa Cinta?" Tanya Reno. Terdengar tangis dari ujung sana, seketika membuat Reno kelabakan. Dia bingung sebab tidak tahu alasan kenapa Cinta menangis saat menelponnya. Apakah sesuatu yang buruk sedang terjadi?. Cinta tak kunjung menjawab, hanya tangisnya saja yang bersuara sehingga Reno memutuskan untuk langsung ke sana saja daripada berlama-lama bertanya tapi tak dijawab. "Aku ke sana saja!" Putus Reno. Dia memutuskan panggilan itu dan masuk ke mobilnya segera. Melesatkan mobilnya dengan kecepatan yang tak biasa ia pakai supaya cepat sampai di sana. Ia berusaha untuk tetap fokus agar cepat sampai tanpa ada gangguan sedikitpun dari pikirannya. Iya, pikiran memang akan selalu berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. "Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk. Aku berharap kalian baik-baik saja." Gumam Reno. *** Reno melupakan oleh-oleh yang seharusnya dia berikan untuk menyambut Zavon setelah tidak menemui keponakannya yang lucu itu dua hari yang lalu. Ia mengedepankan rasa khawatirnya saat ini, yang dengan cepat berlari menuju ruangan Dante. Saat sampai di sana, ia tidak menemukan keberadaan Cinta. Ia malah melihat ibu Cinta dan beberapa yang sudah berkumpul. Hal itu menimbulkan kebingungan yang teramat untuknya, tapi gak berani langsung bersuara. "Hai, sepupu!" Reno menoleh ke arah sumber suara. Ia melihat Dante yang sudah siuman. Kaget? Tentu saja, tapi dia segera beranjak mendekati sepupunya dan memeluknya. "Bagaimana keadaanmu?" Tanya Reno pada Dante. "Setelah tidur yang cukup panjang, aku pikir keadaanku sudah membaik. Aku bisa melihatmu dalam keadaan yang baik seperti ini. Aku cukup senang." Ujar Dante pada Reno. Reno hanya tersenyum, tapi tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya terkait satu hal. "Mana Cinta dan Zavon?. Kenapa aku belum melihat mereka?" Tanya Reno pada akhirnya. Dante juga tersenyum. Dia memaksa sepupunya untuk duduk di kursi samping tempat tidurnya. "Aku mau membuat kejutan untuk mereka. Mereka belum tahu aku sudah siuman, jadi tolong kerja samanya." Dalam hati Reno berkata, "berarti Dante belum tahu kalau Cinta saat ini sedang menangis dan aku juga belum tahu alasannya seperti apa. Lebih baik aku diam saja." "Iya. Tidak masalah. Katakan saja bagaimana rencana terhebatmu." Ujar Reno. *** "Siapa kamu?" Tanya Dante pada Cinta yang baru saja masuk ke ruangan ini. Ia mengatakan itu seakan-akan tidak mengenal perempuan yang paling dia cintai. Jadi, begini. Rencana Dante sebenarnya sangat klise dan sedikit tidak jelas. Ketika Cinta pulang nanti, dia akan pura-pura tidak mengenal perempuan itu, padahal ia sangat menantikan hal ini. Hanya itu saja!. Sempat Reno tak menerima ide tidak jelas itu dari sepupunya, tapi dia pasrah ketika Dante lebih keras kepala daripadanya. Alhasil, ia hanya diam saja dan mengikuti alur dari pria yang baru saja siuman itu. Dia pasrah!. "Ada apa? Kenapa dia tidak mengenaliku?" Tanya Cinta pada Reno. Reno hanya menggidikkan bahunya seraya berkata, "aku juga tidak tahu, Cinta. Ketika aku sampai, dia sudah tidak mengenal siapa-siapa. Bahkan aku pun berusaha keras untuk mengingatkannya siapa aku sebenarnya. Lama, sampai rasanya aku ingin menjedotkan kepalanya di tiang infusnya." Kata Reno terdengar sadis. "Ini aku, Ana." Kata Cinta, mengakui dirinya dengan nama yang dikenal oleh Dante. Ana adalah panggilan sayang dari Dante untuknya. Tidak ada jawaban sedikitpun dari Dante. Ia pura-pura lupa, membuat Cinta terlihat sedih dan hendak keluar dari ruangan ini jika Dante tidak menarik tangannya. "Mana mungkin aku melupakanmu, Ana ku. Calon istriku," ujar Dante. Reno terkesiap, menganggap kalau apa yang dilakukan oleh Dante terlalu berlebihan. Ia mencerca sepupunya, "terlalu berlebihan, Dante!." Ujarnya dalam hati. Dan kini mungkin dia benar-benar ingin menjedotkan kepala sepupunya di tiang infus itu. Ia gemas, tapi ini gemas yang sangat akut!. *** "Bisakah kamu bicara dengan Nadin agar dia mau mengajar Zavon belajar di rumah?" Pinta Cinta. "Memangnya kenapa dengan Zavon, Cinta?" Tanya Reno kebingungan. Dia sedang mengantar Cinta pulang untuk mengambil baju ganti Dante. "Aku pikir dia senang di sekolahnya itu. Belajar dengan baik dan bisa menerima ilmu yang bagus untuk perkembangannya. Nyatanya, tidak sama sekali. Dia di bully di sekolahnya, dan aku tidak sanggup melihatnya diperlakukan seperti itu. Bahkan gurunya mendukung pembullyan itu." Ujar Cinta. "Tapi, kita bisa diskusikan hal ini dengan baik-baik bersama guru dan pihak sekolahnya." Ucap Reno memberikan saran. Cinta dengan tegas menggeleng, "tidak, Reno. Aku tidak mau membuat anakku menderita lebih lama lagi. Dia di bully bukan karena ketidaksanggupannya mengikuti materi sekolah. Aku pikir dia aktif belajar di kelasnya, menjawab setiap pertanyaan dari gurunya. Tapi, bukan itu masalah yang sebenarnya terjadi. Yang sebenarnya adalah, mereka melakukan pembullyan itu atas dasar perbuatanku yang melahirkannya tanpa adanya ikatan yang sah. Mereka tidak suka dengan hal itu dan melakukannya pada anakku. Kamu juga seharusnya tidak suka dengan hal itu, kan?" Tanya Cinta. Reno tidak bisa berkata-kata. Dia bahkan sampai tidak fokus dengan jalan yang ada di depannya, hampir membuatnya menabrak mobil di depannya jika tidak langsung mengendalikan hal itu. "Baiklah. Aku akan meminta Nadin untuk mengajar Zavon. Tapi, aku tidak bisa menjanjikan hal itu. Itu semua kembali lagi pada ketersediaan Nadin. Kita tidak bisa memaksanya memilih." Kata reno. Cinta mengangguk, "pastinya!". *** Setelah mengantar Cinta, Reno segera melanjutkan perjalananya menuju rumah Nadin. Di sepanjang perjalanan dia memikirkan mau mengatakan apa pada perempuan itu. Beberapa kali dia merangkai kata, tapi selalu dia anggap itu tidak pantas untuk ia katakan, lantaran kejadian beberapa hari yang lalu. Tidak lama, akhirnya mobilnya sampai di gang dekat rumah Nadin. Dia keluar, mengambil oleh-oleh yang tadi pagi dia sudah siapkan dari luar kota. Iya, hadiah istimewa itu ia siapkan untuk Nadin. Ia juga membawa buah-buahan untuk Gina. Sangat terlihat sekali bagaimana perbedaan perlakuan Reno pada dua perempuan itu. Tok... Tok... "Sebentar!" Sayup-sayup terdengar suara dari dalam. Tidak lama, pintu terbuka dan yang melakukan itu adalah Gina. Sedikit kecewa karena Reno pikir yang melakukannya adalah Nadin. "Kak Reno?. Mari masuk kak." Ujar Gina. Dia hendak mengambil oleh-oleh khusus milik Nadin, tapi Reno langsung menolaknya. Dia memberikan buah-buahan dalam keranjang itu untuk Gina. "Yang ini untuk Nadin." Kata Reno, memberikan kecewa juga untuk Gina. "Ah, iya." Ucap Gina, tersenyum tipis. Tidak lama, keluar Nadin dengan pakaian santai yang sedang menguncir rambutnya. Dia terlihat sedikit acak-acakan, tapi bagi Reno itu sedikit berbeda. "Cantik sekali," batinnya. *** "Aku menjadi guru privat Zavon? Memangnya kenapa dengan anak itu?" Tanya Nadin. Dia bertanya hal itu sambil memperbaiki kacamatanya yang melorot. Reno gemas ingin memperbaikinya, tapi dia sadar kalau sekarang tidak hanya dirinya dan Nadin yang ada di sini, melainkan Gina juga ikut mengawasi. "Ada sesuatu yang terjadi dengannya dan aku tidak bisa mengatakannya dengan pasti. Mungkin nanti kamu sendiri yang bertanya pada Cinta. Kalau mau, aku bisa menjemputmu besok pagi untuk menemuinya." Tawar Reno. Nadin terlihat berpikir. Dia menunduk sembari memperbaiki rambutnya yang selalu turun dan menutupi wajahnya. "Aish, menganggu sekali. Aku gemas ingin memperbaiki hal itu untuknya." Ujar Reno dalam hati. Dia terus tersenyum pada Nadin, sedangkan Gina sudah menatapnya dengan tatapan sinis. Ia tak suka dengan hal itu. "Baiklah. Aku akan meluangkan waktuku untuk bertemu dengan Cinta. Jemput saja aku jam delapan pagi, itupun kalau kamu tidak kerja. Kalau kamu kerja, aku akan ke sana dengan taksi." Kata Nadin. Sontak, Reno langsung menggeleng. "Aku tidak bekerja besok. Aku akan menjemputmu tepat jam delapan pagi!" Ujarnya "Baiklah." Ucap Nadin dan sedikit memberikan senyumnya pada Reno.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN