"Reno, aku minta tolong sama kamu buat jaga mereka sebentar ya. Aku mau membicarakan sesuatu dengan Nadin." Kata Cinta pada Reno setelah beberapa saat yang lalu memberikan obat kepada Dante dan Zavon. Reno mengangguk, tanda menyetujui permintaan Cinta. Ia duduk si samping sepupunya, meski sebenarnya terlihat jelas kalau sepupunya itu tampak tidak suka dengan dirinya. Mereka bukan bermusuhan, namun ada rasa tidak terima saja dalam diri masing-masing. dante masih mengingat bagaimana Reno yang dekat dengan kekasih hatinya, dan itu lah yang membuatnya terkadang merasa kesal dengan Reno.
Cinta bisa merasakan aura tidak suka dari Dante kepada Reno, membuatnya geleng-geleng kepala sendiri. Karena itu ia mendekati pria itu dan berbisik, "jangan buat kegaduhan dengan Reno. Malu, ada anakmu disini. Jangan sampai dia kecewa sama kamu dan meminta aku mencari pria lain. Memangnya kamu mau?" Tanya Cinta berbisik pada Dante. tentu saja hal itu langsung dibalas dengan gelengan tegas olehnya. Ia menarik tangan Cinta, memeluknya sebentar kemudian berkata, "gak akan aku biarkan kamu cari pria lain. Kamu gak lihat perjuanganku?. Lagipula Zavon itu gak bakal mau lihat mamanya sama papa lain soalnya papanya ini sudah ganteng seperti dirinya. Pokoknya jangan sekali-kali berpikir kalau kamu bisa berpaling dariku. Tidak sedikitpun, Ana!"
Cinta tertawa, sedangkan Reno melengos tidak suka dengan gaya mulut yang komat-kamit. "Bucin!" Katanya.
"Iya in deh. Karena itu turutin apa yang aku katakan. Jangan buat keributan, lebih baik kamu istirahat. Atau kalau kamu gak mau tiduran lagi, kamu bisa mengobrol dengan sepupumu. Kamu tahu? Aku ingin sekali melihatmu dekat dengan Reno. Aku mohon, kamu bisa kan?" Cinta sengaja mengerjapkan matanya seperti anak kecil, membuat Dante gemas.
"Oke. Aku akan mengobrol dengannya. Apapun akan aku lakukan sesuai dengan yang kamu inginkan, sayangku, Ana ku!"
Ketika Dante dan Cinta sibuk saling membucin satu sama lain sampai tidak menyadari kalau di ruangan yang sama dengan mereka ada orang lain yang sudah muak melihat mereka, di situlah Reno beraksi. Ia sengaja bangun, mengambil Zavon yang masih sibuk main game di samping tempat tidur Dante, kemudian dengan santainya menggapai tangan Nadin dan berseru pada Cinta, "Cinta, kamu mau tetap bermesraan di sini dengan Dante dan kita keluat atau kamu sudahi kemudian berbicara dengan Nadin?. Jangan membuang waktu berharga Nadin, dia harus pergi mengajar setelah ini." Kata Reno, sedikit mengatakan kebohongan.
Tahu kalau Nadin akan membantahnya, Reno segera bergumam tipis kalau ia hanya mengatakan sebuah guyonan saja, bukan sesuatu yang serius. Alhasil, Nadin setuju, bahkan ikut melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Reno. "Iya, Cinta. Setelah ini aku akan pergi ngajar. Mungkin untuk bermesraannya nanti saja. Toh kami juga tidak akan melarangmu. iya kan, Zavon?"
Zavon menoleh sebentar ke arah ibu guru Nadin-nya, dan mengangguk semangat. "Iya, ma. Ibu guru itu orangnya sibuk, tapi tetap cantik kayak mama." Ujarnya polos, kemudian lanjut main game lagi.
Kepolosan Zavon membuat semua orang tertawa karenanya. Cinta memisahkan jarak dengan Dante, "aku mau bicara sebentar dengan Nadin. Ini terkait sekolah Zavon. Sesuai dengan apa yang kita bicarakan sebelumnya kalau aku akan meminta Nadin untuk mengajar Zavon di rumah." katanya pada Dante selaku papa dari putranya.
"Iya, kamu bicaralah dengannya. Tapi jangan lama-lama ya, nanti aku kangen kamu."
"Iya"
Nadin dan Cinta keluar dari ruangan rawat Dante. Cinta mengajak Nadin untuk berbicara di lorong yang sepi, sebisa mungkin tidak ada yang mendengar percakapan mereka berdua. Setelah merasa yakin, baru kemudian Cinta bisa mengatakan maksudnya.
"Aku yakin Reno sudah mengatakan alasan kenapa aku memanggilmu kesini kan, ibu guru Nadin?" Tanya Cinta. Raut wajahnya tampak begitu berbeda dibandingkan saat ia berada di ruang rawat tadi. Saat ini, terlihat dengan jelas kalau dirinya sedang menyembunyikan beban dalam dirinya.
Nadin memegang lengan Cinta, memberikan senyum terbaiknya untuk menyejukkan suasana. "Sebaiknya kita duduk dan membicarakan hal ini, Cinta. Santai saja denganku. Tidak perlu memanggilku dengan panggilan ibu guru Nadin, cukup panggil namaku saja supaya kita bisa lebih akrab lagi."
Cinta dan Nadin duduk di bangku tunggu yang ada di dekat mereka berdua. "Iya, terimakasih atas perhatianmu, ibu guru Nadin. Tapi biarkan aku memanggilmu dengan panggilan yang seperti itu karena putraku melakukan hal yang sama. Dan alasan kenapa aku menyuruhmu untuk datang juga karena putraku." Ujar Cinta, dia menunduk. Suaranya juga berubah menjadi sendu. Ada kesedihan yang terselip dalam nada bicaranya.
"Apa yang sedang terjadi dengan Zavon, Cinta?. Aku juga agak terkejut saat Reno memintaku untuk menjadi gurunya. Apa yang sedang terjadi, Cinta? Katakan padaku. Jangan sembunyikan sedikitpun. Anggap saja aku sebagai temanmu atau adikmu. Katakan semua keluh kesahmu padaku, bagi keresahanmu agar kamu tidak terbebani sendirian, Cinta. Aku melihat ada dua Cinta yang berbeda di depanku sekarang. Saat di ruangan rawat Dante tadi, kamu terlihat begitu ceria dan seperti tanpa beban sedikitpun. Tapi, beberapa saat setelah kamu keluar, kamu terlihat berbeda seperti ada sesuatu hal berat yang kamu rasakan. Apa itu?" Nadin berusaha untukdekat dengan Cinta.
Cinta gugup. Ia menatap Nadin sebentar, lalu kembali menunduk ragu. Itu terus terjadi selama beberapa kali. Hingga akhirnya ia berani untuk mengatakannya, sebab mau tidak mau dia harus melakukannya. "Ibu guru Nadin, bagaimana tanggapanmu kalau melihat anak kecil yang di bully oleh gurunya dan temannya sendiri di dalam kelas dan tidak ada yang membantunya sedikitpun?. Tidak hanya itu saja, bahkan pihak sekolahnya pun seakan tutup mata dan telinga akan kasus itu. Bagaimana tanggapanmu?" Tanya Cinta, matanya bergerak gelisah, tangannya berkeringat dingin memegang tangan Nadin.
"Tidak mungkin kalau yang dimaksud oleh Cinta itu terjadi pada Zavon, kan? Tidak mungkin anak selucu dan selugu dia akan mendapatkan perlakuan tidak adil seperti itu." Batin Nadin.
Dengan ragu Nadin menjawab, "tentu itu bukan suatu sikap yang baik, Cinta. Dalam segi manapun akan dipandang buruk. Kalau pihak sekolahnya saja sudah tutup mata dan telinga, maka tidak ada alasan lain lagi untuk membiarkan anak itu bersekolah di tempat yang salah. Mental anak kecil itu harus di jaga, Cinta. Jangan biarkan dia tumbuh di lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Akan sangat berbahaya pada kesehatan mentalnya. Itu sangat tidak adil, Cinta." Jawab Nadin.
Cinta mengangguk. Satu bulir air mata keluar dari pelupuk matanya. Dia mengangguk beberapa kali dan terus bergumam satu hal, "sangat tidak adil."
"Tapi, siapa anak yang kamu maksud, Cinta?." Tanya Nadin.
"Jangan bilang kalau itu adalah Zavon?" Duganya.
Naas, Cinta mengangguk dan mengkonfirmasi dugaan Nadin. "Mereka melakukan itu pada putraku. Meraka melakukan ketidakadilan itu hanya karena kesalahanku sebagai mamanya, bukan karena kesalahannya. Dan hari itu aku berhasil membuka kedok mereka. Entah apa yang terjadi denganku, setiap kali mengingatnya membuatku sedih dan terus menyalahkan diriku sendiri. Andai aku tidak ada, dia tidak mungkin akan mendapatkan ketidakadilan itu. Andai aku bukanlah mamanya, dia ti--"
Nadin memeluk Cinta. "Sudah. Jangan dilanjutkan lagi, Cinta. Jangan sesali apa yang sudah terjadi. Ini bukan salah Zavon, bukan juga salahmu. Zavon juga tidak bisa memilih lahir dari rahim yang mana. Semua wanita di dunia ini sangat berharga, Cinta. Jadi please, kalau kamu meminta aku menjadi guru Zavon, maka aku juga meminta kamu untuk jangan menyalahkan dirimu lagi. Aku mungkin tidak tahu apa yang telah terjadi denganmu di masa lalu, tapi itu sudah terjadi. Tidak ada alasan sedikitpun untuk menyesalinya. Bangun semangatmu untuk putramu, Cinta. Jadilah matahari untuk putramu."
Kata-kata yang disampaikan oleh Nadin membuat Cinta menjadi kuat. Dia memeluk Nadin dengan erat dengan tangis yang semakin menjadi-jadi. Nadin mencoba menenangkan Cinta meski tidak tahu apa yang telah terjadi dengan perempuan yang sedang dipeluknya sekarang.
"Aku bersedia menjadi guru Zavon. Aku akan mengajarnya dengan baik sampai ia lupa kalau dirinya pernah diperlakukan tidak adil oleh orang lain, Cinta. Aku janji padamu, pada Reno, dan semua keluargamu. Aku juga berjanji pada diriku sendiri akan mengajar Zavon dengan baik, selayaknya anakku sendiri."
***
Tangis Cinta sudah mereda. Mereka masih nyaman berada di lorong yang sepi itu. Mereka tidak lagi saling berpelukan, akan tetapi saling bertukar cerita satu sama lain. Tanpa menyembunyikan sedikitpun, Cinta menceritakan masa lalunya. Selesai menceritakan masa lalu, keduanya sibuk membahas apa yang sedang terjadi saat ini.
"Tahu gak? Reno suka sama kamu, ibu guru Nadin." Kata Cinta dengan senyuman yang menggoda Nadin.
Nadin memang tersenyum, pula mengangguk setuju. "Tahu, Cinta. Tapi itu bukan prioritas aku untuk saat ini. Ada hal lain yang lebih aku utamakan." Ucapnya.
"Apa?"
"Adikku."