Selamat membaca!
Sandra mundur dengan perlahan, kedua kakinya kini terlihat payah menopang raganya. Sampai pada akhirnya, wanita itu bersandar lemah di badan mobil. Sandra tertunduk lesu, ia sungguh tak kuat melihat apa yang kini ada di hadapannya. Suaminya tampak begitu mesra dengan wanita lain. Bahkan Alex seperti lupa bahwa saat ini ia tengah bersamanya.
Di tengah gejolak batin Sandra yang terus merintih. Tiba-tiba ia terhenyak, saat sebuah peluru melesat tajam ke arah tubuh Sierra, tapi apa yang terjadi selanjutnya lebih mencengangkan lagi ketika Evans bergerak cepat dengan menaiki kap mobil dan melompat untuk melindungi Sierra, walau tubuhnya harus dihujam oleh peluru tepat di bagian dadaa kirinya. Evans terkapar jatuh. Luka tembaknya kian mengucurkan banyak darah yang pekat hingga menyulut kemarahan Alex yang menyaksikan semua itu.
Alex dengan cepat menatap tajam ke arah di mana tembakan itu berasal dari sesosok pria yang saat ini sedang melarikan diri.
"Kurang ajar! Aku tidak akan membiarkanmu lolos. Sierra, kamu tolong Evans! Agar ia segera mendapat penanganan medis secepatnya."
Sierra yang masih menatap Evans dengan sendu hanya bisa mengangguk mengiyakan perintah Alex. Pria itu pun kini mulai berlari dengan sangat cepat. Meninggalkan Sierra yang masih tampak histeris atas apa yang terjadi di depan matanya.
Alex terus melangkahkan kakinya semakin cepat, ia berusaha mengejar pria itu dengan amarah yang sudah memuncak dalam dirinya. Walaupun begitu, tatapan matanya sejenak melihat ke arah Sandra dengan rasa bersalah saat melintas tepat di depan wanita itu yang tengah mematung sendu.
"Maafkan aku Sandra, tiba-tiba rasa cinta itu kembali hadir saat Sierra ada di hadapanku. Maafkan aku bila apa yang aku lakukan menyakiti hatimu, tapi hati ini tidak berdusta. Aku memang benar-benar merindukan Sierra jauh di lubuk hatiku," batin Alex kembali fokus mengejar pria itu dengan seluruh tenaga yang dimilikinya.
Mauren yang begitu panik, langsung berlari ke dalam klinik untuk memanggil tim medis. Mereka memang sedang berada di depan klinik jadi sangat memudahkan tim medis untuk segera datang menangani Evans.
"Evans kenapa kamu lakukan itu! Kenapa?" Sierra sudah menangis dengan tersedu, air matanya benar-benar tak dapat ditahan olehnya. Ia terisak begitu sesak, menunduk dan hanya menatap dengan penuh rasa bersalah atas apa yang menimpa Evans.
Evans sejenak menggenggam tangan Sierra. Napasnya tercekat, terlihat sesak dengan wajah yang mulai memucat. Darah pekat yang terus bercucuran dari luka tembaknya menjadi alasan pria itu hampir kehilangan kesadarannya. Bagaimana tidak, peluru itu tepat mengenai bagian vital pada tubuh Evans hingga membuat kondisinya terlihat parah. Pria itu pun akhirnya tak sadar diri. Namun, Evans sempat mengucapkan dua kata yang membuat Sierra semakin hanyut dalam kesedihannya.
"Jaga dirimu."
Sierra berteriak histeris masih memangku tubuh Evans.
"Evans, maafkan aku. Jangan mati, aku mohon, bertahanlah demi aku!" Sierra terus mengguncangkan tubuh Evans yang sudah tak berdaya di atas pangkuannya.
Tak lama kemudian, Mauren kembali dengan membawa tim medis bersamanya. Mauren langsung memeluk tubuh Sierra yang masih meratapi kondisi Evans yang kini sudah dalam penanganan tim medis.
"Kamu sabar, Sierra. Sudah jangan menangis lagi, kita sebaiknya berdoa untuk keselamatan, Evans." Mauren mengusap punggung Sierra, berharap apa yang dilakukannya mampu menenangkan sahabatnya itu yang terus menangisi Evans dengan terisak.
Masih dari tempat, Sandra hanya menatap dengan rasa empati atas apa yang menimpa Evans saat ini. Pikirannya sudah begitu kalut, ia tak mampu lagi membedakan antara rasa cinta dan bencinya. Sampai akhirnya, ia memutuskan untuk menghentikan sebuah taksi yang kebetulan melintas di hadapannya. Setelah taksi itu berhenti, wanita pun segera menaikinya dengan tergesa. Sandra pergi bersama taksi itu, membawa rasa sakit yang masih terasa menusuk hatinya.
"Maafkan aku Alex, mungkin pernikahan kita tidak ada artinya untukmu. Bahkan semudah itu kamu melupakan kehadiranku di dalam hidupmu," batin Sandra sambil menekan dadaanya dengan kuat, menahan rasa sakit yang begitu sesak di dalam hatinya.
Sakit seperti dihujam sebilah pisau yang tajam, itulah perasaan Sandra saat ini. Ia tak bisa menahan air mata yang sulit dibendungnya. Bulir kesedihan itu terus mendesak keluar hingga berlinangan di kedua pipinya. Seberapa sering pun Sandra mengusapnya, air mata itu tak pernah berhenti mengalir.
"Aku akan pergi jauh dari hidupmu, Alex. Anggaplah pernikahan kita adalah sebuah kesalahan yang tak seharusnya terjadi," batin Sandra terasa begitu perih, hingga ia menekan dadanya dengan kuat untuk menahan rasa sakitnya.
Taksi terus melaju membelah lalu lintas kota Paris yang saat itu terlihat lumayan padat. Di tengah rasa sedihnya, tiba-tiba dering ponselnya berbunyi. Sandra mengusap air mata yang terus membasahi pipinya, kemudian mengambil ponsel dari dalam tasnya. Setelah benda pipih itu berada dalam genggamannya, ia langsung melihat layar ponsel dengan kedua alis yang saling bertaut. Deretan angka-angka yang tak dikenalnya tertera di sana.
Sandra pun menggeser tombol hijau pada layar ponsel dan mulai menjawab panggilan telepon itu.
"Halo ini dengan siapa?" tanya Sandra mengawali sambungan teleponnya.
"Tidak perlu tahu saya siapa? Hotel Nouvel datanglah sendiri, maka kau akan tahu apa yang telah dilakukan oleh anak buah Alex terhadap orang tuamu."
Sambungan telepon itu terputus begitu saja, di saat Sandra semakin menuntut kepada pria itu untuk menjelaskan maksud perkataannya.
"Ada apa dengan ayah?" batin Sandra seketika cemas, memikirkan keadaan ayahnya yang memang sudah lama tidak ditemuinya.
Sandra pun dengan cepat memerintahkan driver taksi untuk segera mengantarnya ke Nouvel Hotel yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempatnya berada saat ini.
Sang driver langsung memutar arah laju mobilnya dan mulai menambah kecepatannya, sesuai dengan perintah yang diberikan oleh Sandra.
()()()()()
Sementara itu, Alex masih terus memburu pria yang ingin membunuh Sierra. Pria dengan topeng hitam yang menutupi wajahnya agar tak dapat dikenali oleh Alex.
Saat pria itu berbelok ke arah sebuah gang kecil, tiba-tiba ia menabrak sepasang orang tua berumur hingga membuat keduanya terjatuh. Namun, pria bertopeng itu tak menghiraukannya, ia terus berlari meninggalkan keduanya begitu saja. Sementara Alex, ia memutuskan untuk menolong kedua orang itu dan menghentikan pengejarannya sejenak.
"Kalian tidak apa-apa?" Pandangan Alex masih menatap sosok pria bertopeng yang semakin menjauhinya. Sampai akhirnya, pria itu mulai menghilang di antara kerumunan orang-orang yang berlalu lalang memenuhi jalanan tersebut. Maklum saja, saat ini mereka sedang berada di Pasar O'Bon, pasar yang terletak di lorong jalan mati yang tidak bisa dilalui kendaraan karena tepi jalannya dijadikan tempat berjualan untuk para pedagang di kota Paris itu.
"Sial, pria itu lolos," gerutu Alex berdecak kesal dalam hatinya.
Setelah menolong kedua orang itu, Alex pun memutuskan untuk kembali. Raut wajahnya kini dipenuhi rasa cemas tentang keadaan Evans yang terakhir dilihatnya sudah terkapar dengan bersimbah darah. Walaupun saat ini pikirannya dipenuhi oleh beragam tanda tanya, tentang hubungan antara Sierra dan Evans. Namun, mau bagaimanapun bagi seorang Alex Decker, Evans adalah sahabat terbaiknya yang selalu menemani dalam menjalankan segala urusan mafianya.
"Sierra masih hidup dan Evans ada bersamanya, sebenarnya ada apa dengan semua ini? Dan siapa pria yang ingin membunuh Sierra? Kira-kira apa alasannya?" gumam Alex bergelut dengan rasa penasaran di dalam hatinya.
Pertanyaan yang sulit untuk dijawabnya. Terlebih kehadiran Sierra sungguh membuat otaknya tak mampu berpikir secara logika. Apalagi prosesi pemakaman Sierra kala itu tampak nyata, jadi bagaimana mungkin Sierra ternyata masih hidup. Pikiran itu terus berputar-putar di kepala Alex. Membuatnya mulai melangkah cepat untuk kembali ke arah Klinik.
Alex terus melangkah. Sampai akhirnya, ia sudah tiba di mobilnya, mobil yang berhenti dengan sembarang dan masih mengganggu lalu lintas di jalan itu. Setelah meminta maaf kepada petugas polisi yang sudah berada di sana, Alex mulai menepikan mobilnya ke tempat parkiran yang seharusnya. Namun, di sinilah pikirannya menjadi semakin kalut, tatkala ia tak menemukan keberadaan Sandra di dalam mobil.
"Kemana Sandra? Apa jangan-jangan dia marah padaku? Semoga saja Sandra bisa mengerti perasaanku saat ini," batin Alex yang tak bisa memungkiri bahwa dirinya saat ini tengah mencemaskan Sandra, istrinya.
Mobil pun sudah terparkir. Alex kini mulai melanjutkan langkah kakinya dengan menyebrangi jalan untuk menuju ke dalam klinik.
"Semoga Sandra kembali ke rumah karena yang terpenting saat ini aku harus bertanya pada Sierra, tentang apa yang sebenarnya terjadi dengannya," gumam Alex yang sudah tiba di depan klinik dan mulai melangkahkan kakinya untuk masuk.
Bersambung✍️