Selamat membaca!
Kejar mengejar antara mobil Evans dan juga Aaron sudah sampai di sebuah jalan yang terletak di samping sungai Seine. Kini posisi mobil yang dikendarai oleh Aaron mulai dapat memangkas jaraknya dengan mobil Evans. Tak membutuhkan waktu lama setelah berhasil mendekat, Aaron langsung mengarahkan mobilnya untuk memotong laju mobil Evans. Membuat mobil itu seketika menepi ke pinggir jalan karena tak ingin mengganggu laju kendaraan lainnya yang melewati jalan tersebut.
Oscar pun dengan cepat keluar dari mobil dan langsung menghampiri Evans. Tanpa basa-basi, pria itu mencengkram kerah kemeja lelaki itu hingga membuat tubuhnya keluar dari mobil.
Situasi malam itu terlihat lengang dari aktivitas, tak seperti biasanya. Kebetulan kondisi lalu lintas terbilang tidak terlalu ramai. Hanya ada beberapa mobil yang melewati mereka, tanpa ada yang berani terlibat ketegangan yang sedang terjadi.
"Keluar kau Evans!" Oscar menghempaskan tubuh Evans yang tak melakukan perlawanan sedikit pun.
"Aku tidak akan melawan Oscar." Evans tampak pasrah ketika mendapat perlakuan kasar dari sahabatnya.
Oscar mendorong tubuh Evans kembali hingga Evans terjatuh.
"Kau itu bodoh! Demi wanita itu kau sampai mengkhianati Tuan Chris dan juga sahabatmu! Apa kau tidak berpikir Evans?" Oscar tampak geram atas keputusan Evans karena telah mengabaikan perintah Chris dan menyelamatkan Sierra.
"Kau tidak mengerti Oscar!" sanggah Evans dengan kedua alisnya yang saling bertaut.
"Apa yang tidak aku ketahui darimu? Aku tahu semua, Evans! Kau mencintainya bukan?" Perkataan yang dilontarkan oleh Oscar membuat Sierra yang mendengarnya tersentak kaget. Ia tak menyangka alasan Evans, peduli dan begitu cemas terhadapnya adalah karena Evans mencintainya.
"Jadi Evans selama ini mencintaiku," batin Sierra yang saat ini berada di dalam cengkraman Aaron.
Evans akhirnya bangkit dan membalas dorongan dari Oscar hingga akhirnya pertarungan di antara keduanya tak dapat dihindari lagi.
Oscar mulai menyarangkan pukulannya ke arah wajah Evans hingga pukulan itu tepat mengenai rahangnya. Evans tak hanya diam. Ia kemudian membalasnya dengan menendang perut Oscar sampai membuatnya mundur beberapa langkah.
"Kau tidak tahu balas budi!" Amarah semakin mendidih dalam diri Oscar. Ia benar-benar kecewa atas keputusan sahabatnya yang membuatnya berada di posisi sulit. Posisi yang mengharuskannya untuk memilih antara mengabaikan atau membunuh. Itu pikiran Oscar. Namun, ia sepertinya lupa bahwa kekuatan cinta terkadang bisa membuat seseorang dapat melupakan segalanya. Cinta juga bisa menghancurkan semua jenis hubungan dan dapat menimbulkan berbagai pertikaian.
"Aku mencintainya Oscar, apa kau lupa saat kau mencintai wanita yang bernama Laura? Seperti itu perasaanku saat ini, Oscar!"
Oscar tiba-tiba terdiam. Ia sejenak mengingat akan sosok Laura yang telah disebut oleh Evans. Seorang wanita yang membuat Oscar jatuh cinta untuk pertama kalinya. Laura adalah seorang dokter yang bekerja di rumah sakit yang berada di pusat kota Paris. Kedekatan mereka harus kandas karena Oscar menolak permintaan Laura untuk meninggalkan profesinya sebagai anak buah dari seorang mafia. Sejak saat itulah Laura mulai menjauh dan melarang Oscar menemuinya lagi.
"Ya, aku ingat saat cinta membuatku sempat lupa dan hampir terbuai. Apa aku harus memaafkan Evans, tapi bagaimana dengan perintah Tuan Chris? Tidak, aku tidak bisa. Tuan Chris sudah benar-benar baik terhadapku, harusnya Evans ingat bahwa tidak ada orang sebaik Tuan Chris yang mau mengangkat anak jalanan menjadi anaknya sendiri," batin Oscar perlahan mulai tersadar dari segala ingatan masa lalunya, kini ia kembali menatap tajam sahabatnya itu dengan raut wajah penuh amarah.
"Tapi saat ini, kau sedang berhadapan dengan Tuan Chris. Apa kau tidak tahu dia yang telah berjasa atas kehidupan kita? Lagipula kau tidak akan pernah bisa lolos darinya, Evans!"
"Tapi aku tidak tega membunuhnya! Jadi aku memutuskan untuk melindunginya dan jika kau datang ke sini hanya ingin membunuhnya, maka aku akan mencegahnya, Oscar!" Evans mulai mengambil dua pistol pada balik jas hitamnya dan menyodorkannya ke arah Oscar juga Aaron.
Oscar mulai terkekeh mendengar kesungguhan Evans yang sepertinya sudah membulatkan niatnya untuk melindungi Sierra.
"Aku tidak akan segan membunuhmu juga, Evans!" Oscar sudah bersiap dengan pistol di sebelah tangannya.
Suasana semakin tegang. Persahabatan antara keduanya kini sudah goyah oleh sebuah alasan, yang sama-sama mereka pertahankan masing-masing.
"Aku tidak menyangka akan membunuhmu, Evans, tetapi apakah aku bisa melakukannya?" batin Oscar begitu ragu.
Evans menatap Aaron yang juga sudah menodongkan pistolnya pada pelipis Sierra, ia mengancam Evans agar menyerah dan meletakkan pistolnya.
"Buang pistolmu, Evans! Aku tidak akan segan membunuhnya!" bentak Aaron dengan penuh ancaman.
Sierra semakin tercekat penuh rasa takut. Ia benar-benar sudah gemetar, saat ujung pistol kini menempel ketat pada pelipisnya hingga membuat peluh mulai membasahi keningnya.
"Apakah aku akan mati di sini? Ya Tuhan, bila aku memang harus mati, tapi aku tidak ingin sesuatu yang buruk juga terjadi dengan Evans. Ini semua kesalahanku, bukan kesalahannya. Evans tidak berhak menerima semua perlakuan ini, apalagi mereka bersahabat," gumam Sierra yang mulai menitikkan air mata dari kedua sudut matanya.
()()()()()
Suasana berbeda justru terjadi pada Alex. Di saat Sierra tengah berada dalam situasi mencekam, pria itu tampak sedang bergumul dalam selimut bersama Sandra di dalam kamar. Ini adalah momen pertama bagi Sandra, menyandarkan kepalanya di atas d**a bidang Alex sambil memilin bulu-bulu tipis yang tumbuh di sana.
"Alex, apakah kau mencintaiku?" tanya Sandra mengawali percakapan malam itu.
Pertanyaan yang membuat Alex memutar kedua bola matanya, lalu menatap wajah Sandra yang saat ini sedang menunggu jawabannya.
"Jawablah dengan sejujurnya!" sambung Sandra kembali yang sudah tak sabar menunggu.
Alex pun mulai bangkit dari posisi tidurnya. Ia mulai menangkup kedua sisi wajah istrinya itu dengan lembut, kemudian mendekatkan wajahnya hingga embusan napasnya terasa hangat menyapu wajah Sandra yang hanya termangu atas apa yang dilakukan oleh pria itu.
"Aku mencintaimu, aku mencintaimu." Alex kemudian mencium bibir Sandra dengan lembut hingga ciuman yang mereka lakukan semakin lama semakin memburu, saling menuntut. Sandra pun kini sudah mulai membalas pagutan Alex dengan liar. Birahinya sudah merayap naik, memenuhi isi kepala wanita itu yang semakin terbuai dengan permainan Alex.
"Aku juga mencintaimu, Alex."
Malam itu menjadi malam panjang untuk Alex dan Sandra dengan cinta yang telah bersemi di hati keduanya. Mereka pun kini saling memadu kasih, menghabiskan malam dengan gairah dan rasa yang berbeda dari yang sebelumnya pernah mereka rasakan. Malam itu pun menjadi sebuah awal di mana keduanya akan menjalani hidup ke depannya dengan perasaan cinta yang mereka miliki.
Bersambung✍️