7. Party?

1972 Kata
"Aku tak suka melihatnya!" *****   "Ed!" Edwin menoleh ketika Elena memanggilnya. "Ya mom?", jawabnya seraya melangkah mendekati Elena. "Bisa bantu mommy meletakan kotak ini ke ruangan atas? Daddy mendapat hadiah dari koleganya”, pinta Elena. "Sure, mom. Give it to me",jawab Edwin. Elena tersenyum menatap wajah putranya yang tampan juga menawan dengan senyumnya. "Thank you, my boy",serunya. Mereka tengah bersiap, dirinya telah menggunakan gaun berwarna coklat yang terlihat kontras kulit putihnya dan rumput yang berada di bawahnya. Elena sangat menantikan hari ini, perusahaan George akan memijakkan rantai baru untuk memperkuat bisnis mereka. Dan hari ini pula, ia ingin memperkenalkan Arsenia kepada seluruh koleganya. Ia tersenyum penuh semangat membayangkan gaun yang akan dikenakan oleh Arsenia. Alleta sempat mengiriminya foto ketika Arsenia mencoba gaun hijau lumut itu di butik dan langsung segera disetujui. "Mom!", Elena tersenyum melihat siapa yang memanggilnya, dia adalah menantu yang sangat ia sayangi. Ia membuka tangannya sebagai tanda ingin memeluk Alleta. Mereka berpelukan seraya mengecup pipi masing-masing. "Astaga, mom! Mom sangat cantik hari ini! Pantas saja sejak tadi senyum daddy tidak lepas dari wajahnya”, seru Alleta bersemangat. Elena tergelak menatap tingkah lucu menantunya. Ia menatap wanita di depannya dengan bangga. Alleta yang sangat cantik mengenakan gaun berwarna blue saphire bermodel sabrina lengkap dengan hand gloves sebatas pergelangan tangan berwarna hitam. Sungguh, siapapun yang melihatnya tak akan menyangka dirinya sudah melahirkan empat orang anak. "Dan kau, semakin tampak menawan sayang. Pantas saja Edward tidak pernah betah berlama-lama di kantor”, goda Elena. Wajah Alleta merona mendengar godaan mertuanya, ia tersipu malu. "Mom jangan menggodakuuu",rengeknya. Elena semakin tergelak. "Kau ini, sudah punya empat anak tapi sifat manjamu masih setia menempel didirimu”, ucap Elena. Alleta tergelak menatap Elena. "Oh ya, ke mana calon menantuku? Sepertinya ia belum  kelihatan”, tanya Elena. Alleta mengernyit. "Edwin menjemputnya kan mom?", tanya Alleta. Elena menatap Alleta. Ia menggeleng. "Tidak, Edwin ke ruangan atas untuk meletakan kotak hadiah dari Darwin Corps. dan... anak itu belum kembali sejak tadi”, jawab Elena. "Astaga! Aku kan sudah mengingatkannya untuk menjemput tunangannya! Tidak mungkin Arsenia kesini menggunakan ojek online kan?”, panik Alleta. Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Arsenia. "Halo Ar, kau di mana?",tanya Alleta ***** Arsenia Aku menunggu Edwin sudah hampir satu setengah jam lamanya, tidak biasanya ia terlambat seperti ini. Kuhubungi pun tak dijawab. Aku jadi cemas, takut terjadi apa-apa dengannya. Tiba-tiba ponselku berdering. Tanpa melihat siapa yang menghubungi dan berharap Edwin yang menelepon, aku langsung menerima panggilan tersebut. "Halo?”, sapaku. "Halo Ar, kau di mana?",tanya wanita di sebrang sana. Ternyata Kak Alleta yang menghubungiku. "Aku masih di rumah kak, Edwin belum datang dari tadi. Apa dia baik-baik saja? Dia tidak apa-apa kan?”, tanyaku cemas. "Ck! Dia lupa menjemputmu. Astaga, Ar maafkan Edwin dia baik dan tidak ada apa-apa. Hanya dia masih disini dan belum menjemputmu, aku akan menyuruhnya menjemputmu sekarang juga”, ucap Kak Alleta. Kurasakan sesuatu menyentil hatiku. Oh, tentu saja, Ar. Apa yang kau harapkan dari pria tak berhati tersebut? "Tak perlu kak, aku akan ke sana sendiri. Aku akan memesan taksi online",ujarku. "Tapi Ar..." "Tidak apa, kak. Tidak usah khawatirkan aku. Aku sudah biasa ke mana-mana sendirian. Edwin lebih dibutuhkan di sana, kata kakak ia akan menjadi sambutan pembuka acara kan? Mungkin dia gugup, biarkan saja ia mempersiapkan dirinya. Aku akan ke sana sendiri”, selaku. Kudengar helaan nafas di seberang sana. Andai kau tau kenyataan tentang adik iparmu kak. "Baiklah, hati-hati. Pegang selalu ponselmu agar aku bisa menghubungimu”, ucap Alleta. "Oke kak, see you",ucapku Segera aku memesan taksi online untuk membawaku ke acara itu. Aku tidak boleh menyerah. Aku harus bisa meyakinkan Edwin bahwa ia mencintaiku. Bagiku perjuangan ini akan terus berlangsung sampai titik darah penghabisan. Aku akan memperjuangkan cintaku. ***** "Ada apa, Al?”, tanya Elena yang ikut cemas. "Ed, mom. Dia tidak menjemput Arsenia, gadis itu sudah menunggu hampir dua jam! Demi Tuhan apa yang dipikirkan oleh Edwin sampai-sampai ia lupa menjemput tunangannya?", geram Alleta. "Kalau begitu mom akan suruh dia untuk menjemput Arsenia sekarang”, ujar Elena. "Tidak perlu, mom. Arsen menolaknya, ia akan kesini dengan taksi online. Ia tak mau merusak persiapan Edwin yang akan memberi sambutan nanti”, jelas Alleta. Elena menghela nafasnya, tiba-tiba ia merasa bersalah pada Arsenia. "Aku takut Edwin menyakitinya, Al. Aku tau Edwin belum sepenuhnya menerima pertunangan ini. Ia melakukannya hanya untuk menjaga kesehatanku”, keluh Elena. Alleta  menariknya ke dalam pelukan wanita tersebut. "Mom, jangan pikirkan itu. Aku yakin Edwin akan mencintai Arsenia seperti Edward mencintaiku. Aku bisa merasakannya. Please, jaga kesehatan mommy. Kami tak ingin mom dan dad kenapa-kenapa. Kami semua tidak bisa tanpa kalian”, lirih Alleta. Elena tersenyum hangat. Ia juga merasa bersalah karena telah membohongi semua orang. Termasuk Arsenia. Ia tidak tau. Hanya saja melihat Arsenia hatinya mengatakan bahwa gadis itulah yang terbaik untuk putranya. "Mommy dan daddy akan selalu sehat dan menjaga kalian, tenang saja sayang”, ucapnya. Alleta tersenyum menatapnya. "Harus”, jawabnya. ***** Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore. Acara pembukaan cabang baru Angkasa Corps sudah dimulai. Tampak seorang lelaki tampan tengah mencari seseorang di antara tamu-tamu yang hadir. Tapi orang yang dicarinya tidak ditemukan. Ck! Dimana dia? Jangan bilang dia mau mempermalukanku didepan semua orang dengan tidak hadir di acara ini. Batin pria tersebut. Ya. Dia Edwin. Yang dengan bodohnya lupa bahwa dirinya yang menyebabkan tunangannya tidak kunjung datang. "Permisi, Pak Edwin. 5 menit lagi waktunya Anda memberi sambutan kepada hadirin. Harap bersiap di backstages",ucap sang koordinator acara. Edwin menghela nafasnya. "Baiklah, aku akan ke sana”, jawabnya lalu mengikuti koordinator acara tersebut. Sekali lagi ia menoleh ke belakang untuk melihat apakah tunangannya sudah datang. Ia menaiki podium yang disediakan untuknya. Seketika ia melihat orang yang dinantikannya sejak tadi. Ia melihat banyak mata pria-pria mudah menatap wanitanya dengan lapar. Seketika emosinya tersulut melihat gaun yang dikenakan oleh Arsenia. Gaun macam apa yang ia gunakan! Lihat bagaimana para pria itu melihatnya! Pekik Edwin dalam pikirannya. Ia semakin mengepalkan tangannya melihat kaki jenjang berisi Arsenia terekspos saat berjalan menuruni tangga. Ditambah bagian atas gaun tersebut yang memperlihatkan perut dan dadanya. Arsenia yang baru saja datang tampak cantik dan seksi dengan gaun hijau lumut yang Alleta pilihkan untuknya. Ia bingung melihat banyak pandangan yang menatapnya dari atas ke bawah. Mana Edwin? Kenapa orang-orang memperhatikanku seperti itu? Ah! Masa bodoh, paling mereka hanya melihat lenganku yang kekar seperti lengan bodyguard ini, Pikirnya. Mata gadis itu bertemu pandang dengan orang yang sejak tadi menahan amarahnya di atas panggung. Eh! Itu dia Edwin! Serunya. "Baik, selamat pagi para hadirin. Terima kasih atas kehadiran Anda semua di sini. Perlu Anda semua ketahui, bahwa kami tidak akan mencapai kesuksesan ini tanpa dukungan dari Anda sekalian. Karena itu, mari kita jaga sinergi yang sudah terjalin sangat baik selama ini. Mari sukses bersama!" Seluruh hadirin memberi tepuk tangan atas sambutan singkat yang diberikan oleh Edwin. Mereka turut berbahagia melihat perusahaan berhati baik yang selalu bersedia membantu perusahaan-perusahaan di bawahnya yang sedang dalam kondisi collapse hingga akhirnya bisa berdiri kembali. "Ah dan satu lagi, saya ingin mengumumkan berita bahagia ini. Arsenia, maukah kau bergabung denganku di atas sini?”, pinta Edwin yang menatap ke arah Arsenia yang tengah terpesona melihat wibawa dari tunangannya. Ia menyadari tatapan yang langsung mengarah kepadanya dengan menilai. Dengan kikuk ia berjalan ke atas panggung. Edwin menyambutnya dengan senyum yang tak bisa diartikan. Ia menarik tangan Arsenia dan menggenggamnya kencang. "Di momen spesial ini, saya juga akan mengumumkan pertunangan saya dengan gadis yang ada di sebelah saya. Dia adalah Arsenia Romano, tunangan saya”, ucap Edwin. Sontak para hadirin bertepuk tangan dengan beberapa keriuhan suara dari mereka. Arsenia membeku tak berkutik saat Edwin mengecup keningnya di ataa panggung. Wajahnya terasa panas, ia yakin wajahnya tak berkompromi dengannya saat ini. Setelah selesai, Edwin menutup sambutannya lalu menarik Arsenia yang masih digenggamnya. ***** Arsenia mengikuti langkah Edwin yang tengah menarik tangannya. Ia merasakan amarah dari Edwin, tapi ia sendiri tak tau penyebab pria itu marah kepadanya. Edwin menariknya memasuki sebuah ruangan yang cukup besar. Sepertinya salah satu ruangan petinggi di kantor itu. Pria itu menutup rapat pintunya dan melepaskan genggamannya begitu saja. "Ed.." "Apa yang kau lakukan!?",bentak Edwin tiba-tiba membuat Arsenia berjengit mundur melihat kemarahan pria di depannya. "Aku? Aku melakukan apa?”, tanya Arsenia bingung. Edwin mendengus seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung celana. "Bukankah aku sudah bilang jangan memakai baju yang mengekspos tubuhmu seperti ini. Kau itu seperti perempuan yang tidak menyadari bentuk tubuh saja. Dan ke mana saja kau! Apa kau tak punya jam di rumah untuk datang tepat waktu?! Kau hampir mempermalukanku di depan keluarga!". Ucapan Edwin bagai petir yang menyambar dihati Arsenia. Ia tak menyangka. Pria di hadapannya adalah pria picik yang juga melihat bentuk fisik seorang wanita. Matanya berkilat antara marah dan kecewa. "Lalu?”, tanya Arsenia. Edwin mengangkat sebelah alisnya menatap wanita di hadapannya. "Lalu kenapa kalau tubuhku seperti ini? Jangan bilang kau salah satu dari orang-orang picik di luar sana yang hanya menilai seseorang dari bentuk tubuhnya. Aku memang tunanganmu, tapi selama kau belum sah menjadi suamiku, kau tidak berhak menentukan apa yang boleh dan tidak boleh kupakai!", seru Arsenia. Edwin sedikit terkaget melihat kemarahan Arsenia. Terbesit rasa bersalah dalam dirinya telah mengucapkan kalimat tak berperasaan seperti itu. "Lagi pula, yang memilihkan baju ini adalah kak Alleta-mu tercinta. Kau pasti tak keberatan kalau sudah tau sejak awal ia yang memilihkan gaun indah ini untukku”, lanjutnya menyindir Edwin. Pria itu tersinggung mendengar sindiran Arsenia. "Lalu kenapa kak Alleta bisa cantik dan menawan dengan gaunnya sedangkan kau tak bisa tampil sepertinya? Kau bisa menolaknya kan? Kalau kau memang mau menjadi istriku bersikaplah terhormat dengan tidak memamerkan tubuh gemukmu kepada seluruh dunia! Jangan mempermalukanku dengan berpakaian seperti w************n! Jangan harap aku akan berpaling padamu karena kau tidak bisa menandingi kak Alleta!", bentak Edwin. Arsenia terbelalak. Hatinya sakit mendengar ucapan tunangannya. Membentak tepat di depan wajahnya tanpa memedulikan perasaannya. Ia tersenyum lalu berlanjut pada tawa yang hambar menatap Edwin. Menahan air mata yang sudah siap keluar dari pelupuknya. "Ironis sekali. Kau. Baru saja mengumumkanku sebagai tunanganmu dengan tatapan cinta dan senyum memesonamu di hadapan semua orang. Lalu BOOM! Kau merendahkanku seakan aku orang yang benar-benar rendah dan tak layak bersanding dimatamu”, ucapnya dengan nada rendah. Edwin sedikit terkejut melihat tatapan Arsenia yang berubah menjadi dingin. Entah kenapa sesuatu dalam hatinya terasa menusuk melihat gadis itu menatapnya dengan pandangan tak ter artikan. "Baiklah, kau sudah selesaikan? Aku akan keluar, wanita rendah ini tidak pantas berlama-lama di tempat mewah seperti ini. Ah! Satu lagi, bukankah seharusnya kau yang menjemputku tadi? Aku sudah menunggumu hampir dua jam lamanya dan mencemaskanmu. Tapi ternyata kau yang melupakannya hahaha... kau lucu sekali tuanku yang mulia Edwin. Saya permisi tuan”, ujarnya seraya membungkuk layaknya seorang pelayan yang menghormati majikannya dan berlalu pergi meninggalkan Edwin yang membeku mendengar ucapan terakhir Arsenia. ***** "Mom!", panggil Arsenia lemas. Elena mengernyit melihatnya. "Arsenia? Kau kenapa tampak pucat dan lemas? Kau sakit?”, tanyanya khawatir. Arsenia mengangguk pelan. Ia hanya ingin pergi dari acara ini. "Sepertinya aku terserang flu. Bolehkah aku pulang sekarang? Aku ingin istirahat di rumahku”, pinta Arsenia. "Oh sayang tentu saja, biar supir kami yang mengantar atau Edwin yang mengantarmu agar bisa merawatmu di rumah”, tanya Elena. Arsenia menggeleng pelan. Ia ingin sendiri. "Tidak perlu mom, aku sudah memesan taksi online. Aku tak mau merepotkan siapa pun. Kalau begitu aku permisi, mom. Terima kasih atas undangannya”, jawab Arsenia seraya berpamitan tanpa menunggu jawaban dari Elena. Ia melangkah menuju taksi online yang sudah dipesannya dan masuk ke dalam menempati kursi penumpang. "Selamat siang, nona. Ke Mall Arizon ya?”, sapa sang driver menyambut seraya mengkonfirmasi tujuan penumpangnya. "Betul pak, ke Mall Arizon",jawab Arsenia dengan mantap. Matanya menyala merencanakan sesuatu. Tunggu saja, Ed. Pikirnya *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN