Savannah [5]

919 Kata
Tristan masih berusaha untuk mendatangi Sava dan menemuinya walaupun ia tau pasti akan sulit sekali mendapatkan hati Sava kembali tapi Tristan tidaklah menyerah begitu saja. Tempo hari setelah ia memberikan Sebucket besar bunga pada Sava yang berakhir di truk sampah sempat membuat Tristan kecewa namun itu semua tidak sebanding dengan apa yang sudah ia perbuat terhadap Sava. Kali ini dengan rasa percaya diri yang di Recharge ulang Tristan mendatangi butik Sava. Para pegawai butik Sava sudah mengetahui siapa dirinya dan ada keperluan apa ia datang hampir setiap hari. Apa lagi kalau bukan ingin bertemu dengan Sava. "Bu Sava, ada Pak Tristan datang lagi." ujar Lita. Sebenarnya Sava sudah tidak terlalu terkejut mendengarnya, ia hanya masih tidak habis pikir kenapa Tristan masih bersikeras untuk menemuinya padahal Sava jelas-jelas sudah menolak kedatangannya. Setiap kali Lita melaporkan bahwa Tristan datang yang ia lakukan adalah mengabaikannya dan menolak keluar ruangan untuk bertemu dengan Tristan namun kali ini ia sudah ingin menyudahinya. Sava benar-benar ingin menyelesaikan permasalahannya dengan Tristan. Sava bangkit hendak bertemu dengan Tristan yang sudah menunggunya selalu di ruang tunggu butiknya. Saat Sava menampakkan dirinya didepan Tristan ia bisa melihat wajah terkejut milik wajah berkulit putih itu. "Sava, akhirnya kau mau juga bertemu dengan ku." Tristan tersenyum lebar. "Jangan salah paham aku tidak ingin kau kepedean. Kau ingin bicara padaku kan? Mari kita bicara."ucap Sava datar. Tristan baru membuka mulut untuk menjawab namun sudah di potong oleh Sava. "Nanti malam, datanglah ke kafe dekat butik ini, jadi aku mohon sekarang lebih baik kau pergi dulu. Kau membuat banyak perhatian disini." Tristan menoleh dan melihat para pegawai dan pelanggan yang datang terus mencuri pandang kepadanya. "Aku baru menyadarinya." Ujarnya terkekeh. "Baiklah aku akan pergi, dan sampai bertemu nanti malam." Sava memerhatikan Tristan pergi meninggalkan butik dan menghilang dengan mobilnya. Ia berbalik dan mencoba menghubungi Risa. *** Sava duduk kembali duduk termenung didalam ruangannya memikirkan bagaimana langkah selanjutnya yang bisa ia ambil. Sudah beberapa hari ini ia berusaha untuk mempesiapkan diri untuk bertemu dengan Tristan untuk menyelesaikan masalah diantara mereka. Jauh didalam hatinya, Sava merasa masih belum siap untuk bertemu dengan laki-laki yang pernah menyakiti hidupnya bahkan sampai detik ini. Akan tetapi ia tetap ingin bertemu dengan Tristan dan mengesampingkan ego dan rasa sakitnya demi keberlangsungan hidupnya. Ia tidak ingin masa lalu nya menjadi penghalang atas pencapaian yang sudah ia tempuh selama beberapa tahun terakhir. Tidak lagi. Ia tidak ingin dihancurkan oleh cinta sekali lagi. Sava menghembuskan napas berat. Ia harus mempersiapkan diri untuk nanti malam. Mereka tetap bertemu pada malam harinya ditempat yang sudah di janjikan. Tristan datang lebih dulu dan sudah memesan pesanan. Tak lama kemudian Sava datang masih memakai setelan kerjanya yang ia lihat tadi pagi. Tristan menyunggingkan senyuman nya yang sumringah tapi Sava hanya bersikap datar. "Aku sudah memesankan mu minuman." Ujar Tristan. Sava mengangguk saat melihat secangkir kopi di depan mata. Demi sopan santun ia menyesap kopinya perlahan. "Aku senang akhirnya kamu mau bertemu dengan ku." Ujar Tristan. "Bukannya aku sudah bilang, kau jangan terlalu percaya diri. Aku punya maksud lain makanya aku ingin bertemu dengan mu." Tristan terkekeh. "Jadi apa mau-mu?" Sava menghembuskan napas perlahan. "Aku ingin kau jangan pernah menemuiku lagi." Tristan tidak bereaksi ia tidak terkejut lagi mendengar permintaan Sava yang sudah ia utarakan sebelumnya. "Apa aku tidak bisa di maafkan, Savannah?" "Awalnya aku memang tidak akan pernah memaafkan mu. Tapi aku ingin hidupku tenang. Aku akan mencoba memaafkan mu dan mengikhlaskan semuanya. Aku ingin memulai hidupku yang baru dengan lebih tenang tanpa di bayangi oleh masa lalu. Aku ingin kita menyelesaikan masalah kita dulu yang belum sempat kita selesaikan." Tristan masih mendengarkan Sava tanpa berkomentar. "Tristan." Menyebut namanya saja terasa berat bagi Sava. "Aku ingin kita berpisah. Maksud ku aku ingin kita benar-benar berpisah. Aku ingin kita hidup masing-masing. Aku tidak ingin kita saling menganggu." Akhirnya Sava mengucapkannya. "Aku tau kalau kau masih sangat marah pada ku, tapi aku sudah berusaha untuk memintaa maaf padamu. Apa tidak bisa kita kembali seperti dulu?" "Sudah ku maafkan tapi aku tidak bisa kembali lagi padamu. Aku harap kau mengerti." "Aku tidak mengerti." Sava tersenyum miris. "Kau masih egois seperti dulu." "Apa kau menyesal bertemu dengan ku?" "Kalau aku mengikuti amarahku, aku akan bilang kalau aku menyesal telah bertemu dengan mu tapi disisi lain hati kecil ku berkata bahwa ini memanglah jalan hidupku untuk bertemu dengan mu dan mengalami kejadian tak menyenangkan. Aku anggap itu sebagai pelajaran diri." "Waktu itu, kau salah paham." Sava memejamkan mata. Ia pastinya sudah mempersiapkan jika bagian kelam masa lalu nya akan diungkit sekarang. "Tak lama setelah kejadian itu aku tau kalau sebenarnya hanya sebagai pelarian mu saja." Tristan menunduk. Untuk mengatakan permintaan maafpun Tristan merasa sangat malu. Sebenarnya Tristan sangat mengerti kenapa Sava bisa bersikap seperti sekarang. Ia menutup diri pada nya. Tristan tidak bisa menyalahkannya. Justru yang harus disalahkan adalah diri Tristan sendiri. "Lalu kau kemana setelah kejadian itu?" "Pulang." Sava tau bahwa ia haruslah berkata yang sebenarnya. Saat ini ia tidak ingin menutupi sesuatu lagi dari Tristan. "Apa mereka tau tentang aku?" "Tidak. Aku menutup dirikuu hingga sekarang ini." "Aku merasa seperti pria b******k. Lari dari tanggung jawab sedangkan kau malah menutupi aku dari orang tuamu." "Kau memang b******k. Saking brengseknya sampai aku tidak mau lagi berurusan denganmu maka dari itu aku bilang kalau kau bukanlah ayah dari janin yang aku kandung." Tristan terpaku ditempat. Ia terkejut dengan pengakuan Sava. "Jadi benar, kau hamil?" Sava tidak menjawab. Ia hanya menatap Tristan dengan jangka waktu yang cukup lama. Tristan mengerti maksud dari tatapan mata Sava. "Dimana dia? Aku ingin bertemu dengannya." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN