Mencari pembenaran

446 Kata
Semakin lama maka semakin dekat langkah itu untuk sampai tepat di depan ruang inap di mana sang Ayah dan Bunda dari Mia itu sudah terbaring kaku tak berdaya di bangkar rumah sakit. Hati seorang anak mana yang tak bergetar melihat orang tua yang sangat disayanginya kini sudah terbujur kaku di sana dan sudah tak berdaya lagi. Jelas rasa getir dan terluka kini sudah mulai menyerangnya. Fero yang mudah peka terhadap kondisi dari istrinya dengan secara instan merengkuh tubuh Mia yang kini telah bergetar hebat dengan isakan hebat yang kini mulai meracau tidak jelas di dalam hatinya tapi sebisa mungkin ia selingi dengan rafalan kalimat penenang hati seperti istigfar dan sholawat. Merengkuh seorang wanita dengan memberikan tepukan kecil pada punggung yang diharapkan dapat membantu sedikit ketenangan terhadap sosok wanitanya tersebut yang tak lain adalah istrinya sendiri, Miandhita permata. Rasa dalam hati yang tak akan pernah tau kapan akan timbul benih-benih cinta, tapi biasanya jika terlalu sering terjadi interaksi diantara keduanya. Apalagi mengingat ada sosok lain yang Fero temukan di dalam diri Avelyn meskipun hal tersebut masih Fero tepis dan tak diharapkan hal tersebut benar adanya. Karena dirinya sangat benci dengan seorang wanita yang bercadar tersebut. “Mau sampai kapan akan menangis seperti ini?” tanya Fero yang kini sudah jengah melihat sang Istri yang terus-terusan seperti itu. Mia mendengar pertanyaan itu kini mengangkat kepalanya yang tadi ia tenggelamkan di d**a bidang milik suaminya tersebut. Ada rasa bersalah ketika kalimat itu terlontarkan darinya. Mia menarik napas beratnya dengan rapalan istighfarnya Mia kini diharuskan untuk lebih tenang dan tak boleh merepotkan orang-orang di sekitarnya. Dengan menguatkan hatinya, siap tidak siap Mia harus menerima kenyataan jika takdir perpisahan dengan orang tuanya kini sudah di depan mata. Fero menganggukan kepala untuk menyakinkan sang istri tersebut untuk segera masuk ke ruangan tersebut. Mia sangat berharap jika kedua orang yang sudah terbujur kaku depannya itu bukanlah dari orang tuanya sendiri. Tapi nyatanya takdir terlalu selalu berbanding dengan apa yang diharapkan. Mia mulai mendekati brankar rumah sakit tersebut dan dengan perlahan dirinya mengulurkan tangannya untuk dapat menggapai ujung kain putih yang menutupi wajah dari sosok yang tengah berbaring tersebut. Sambil menutup mata karena belum siap menerima takdir, perlahan namun pasti Mia kini mulai menarik kain penutup tersebut. Disaat kain penutup itu sudah terbuka, Mia sendiri langsung mundur beberapa langkah sambil langsung mengeluarkan isak tangisnya tersebut karena tidak percaya ternyata itu sosok yang di hadapannya tersebut adalah Ayahnya sendiri, Wiratama. Masih diselimuti rasa penasaran Mia pun berganti ke brankar di sebelahnya, dan perlahan ia juga buka kembali kain penutup berwarna putih tersebut. Dan seperti yang sudah diketahui dari berita yang berseliweran di udara. Dan Mia juga menyaksikan sendiri bahwa berita yang ia terima benar adanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN