Siasat takdir

277 Kata
“Mau sampai kapan akan menangis seperti ini?” tanya Fero yang kini sudah jengah melihat sang Istri yang terus-terusan seperti itu. Sedari tadi Fero sudah lelah menyaksikan istrinya terus menangis seperti itu. Harus sampai kapan sang istri akan seperti itu saja? Lalu apa akan ada perubahan jika sang jenazah yang tak lain orang tua dari Mia dan sekaligus yang sekarang sudah menjadi mertua Fero. Bukan kah dalam islam diajarkan untuk tidak boleh menangis berlebihan, lalu mengapa istrinya yang jelas mengerti akan hal tersebut malah tidak bisa mengontrol dirinya sendiri. Kemanakah rasa kepercayaan yang seharusnya sang istri pegang. Fero mengerti bagaimana rasanya ditinggal oleh orang yang kita sayangi itu akan terasa sakit dan sesak hingga ke ulu hati, tetapi bagaimanapun juga kehidupan takdir sudah ada yang menentukannya. Dan dari hal tersebut Fero sendiri mendapatkan hal baru tentang sebuah arti untuk kehidupannya. Selagi orangtua masih ada, maka sesempat mungkin temuilah orang tua meskipun jarak yang ditempuh juga sangatlah jauh. Karena penyesalan itu datangnya di akhir lalu setelahnya diri ini tidak akan sanggup lagi menahan semua beban yang ditanggungnya. Kalimat yang dilontarkan oleh Fero mampu menghentikan isakan Mia saat itu juga. Ada rasa bersalah saat mengujarkan kalimat tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, memang begitu adanya. Fero yang dingin dan suka mengungkapkan kalimat skakmatnya, ia juga kadang tidak akan peduli dengan sebuah situasi yang ada di sekitarnya. Jika dirinya sudah merasa tak nyaman maka ia akan mengeluarkan jurus kalimat tersebut. Hidup memang pilihan, pilihan dimana kita akan tetap bertahan dalam hal tersebut yang monoton itu-itu saja atau mulai bangkit dengan mencoba hal baru dan konsisten untuk menggeluti nya maka secara perlahan Dirinya akan berhasil mewujudkan apa yang telah tertunda sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN