"Permisi, Pak. Sore ini, Bapak ada jadwal ke pesta pernikahan pak Deni."
Vincent yang masih larut dalam lamunannya, terkesiap kala mendengar suara Rizki.
Menghela napas. Vincent teringat bahwa hari ini ada undangan dari salah satu koleganya. Maka, meski malas karna ia masih memikirkan keanehan bunda dan istrinya. Vincent tetap memaksakan diri untuk datang. Lagi pula, baju yang akan ia gunakan juga sudah disiapkan oleh Rizki sejak kemarin. Ia pun, bangkit dari duduknya dan mulai menyiapkan dirinya.
Vincent awalnya tak mengerti. Mengapa koleganya itu mengadakan pesta di hari kerja. Padahal, biasanya orang-orang selalu mengadakan pesta besar di akhir pekan. Usut punya usut. Ternyata keluarga Deni, sangat kental dengan adat kejawennya. Yang mana, mereka sangat percaya dengan perhitungan weton. Oleh sebab itu, pesta pernikahan diadakan hari ini. Yang mana, menurut mereka adalah hari baik.
Maka, di sini lah Vincent sekarang berada.
Berdiri bersama beberapa rekan kolega yang ia temui. Berbincang seputar pekerjaan, yang tak pernah ada habisnya.
Saat Vincent memutuskan untuk pulang. Langkahnya terpaksa terhenti saat ia melihat bunda dan istrinya memasuki gedung acara dengan bergandeng tangan. Bukan hanya itu. Keduanya, menggunakan gaun yang hampir sama persis. Sontak, hal itu membuat Vincent merasa semakin heran. Bukan hanya Vincent. Rizki, yang ikut melihat pun, terpana dibuatnya. Pemandangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Berkali, Vincent menggosok matanya. Sekedar meyakinkan, bahwa penglihatannya itu tidak salah. Bahkan, ia juga sempat mencubit Rizki, yang tentu saja membuat Rizki menjerit kesakitan.
Untuk lebih meyakinkan dirinya. Vincent pun, mengikuti langkah kaki kedua wanita yang sangat ia kenal itu.
Entah kenapa. Semakin Vincent mengikuti langkah kedua wanita tersebut. Semakin Vincent merasa tak nyaman. Apalagi, saat ia mendengar tawaran dari salah satu teman bundanya, yang ingin menjodohkan Alicia dengan anaknya. Tanpa ia sadari. Langkah kakinya sudah mendekati kedua wanita tersebut. Bahkan tangannya pun, sudah melingkar manis di pinggang Alicia.
"Bunda ngapain di sini?" tanya Vincent, dengan wajah menatap sang bunda.
Yolanda yang terkejut dengan kedatangan Vincent. Malah balik bertanya pada Vincent perihal keberadaanya di sini.
Beberapa kali, Vincent merasakan gerakan tangan Alicia yang ingin melepaskan rangkulannya. Namun, rasanya ia tak rela melepaskan rangkulannya. Bahkan, melonggarkan sedikit saja rangkulannya, ia enggan. Maka dari itu, dibanding melonggarkan. Vincent lebih memilih untuk semakin mengeratkan rangkulannya.
Sudut matanya melirik ke sekililing. Melihat banyak pasang mata tertuju padanya yang tengah merangkul Alicia mesra. Bahkan, dapat ia lihat juga beberapa wartawan mengambil potretnya kini. Vincent yakin. Besok, media akan heboh dengan berita tentang dirinya. Juga, sosok istri yang selama ini tak pernah diketahui oleh publik.
Senyum kecil, terukir di bibir Vincent. Tanpa ada yang menyadari.
"Eh, ngomong-ngomong. Kok, Vincent rangkul Alicia mesra banget, sih."
Vincent yang sedari tadi merasa senang karna hubungannya dengan Alicia akhirnya diketahui banyak orang. Seketika menjadi diam, kala mendengar ucapan dari teman bundanya.
Sungguh, Vincent menjadi jengkel karna kesenangannya diusik. Apalagi, karna hal itu bundanya jadi menyadari kelakuannya dan memaksanya melepaskan rangkulannya.
Dan Vincent menjadi tambah jengkel, saat bundanya membawa Alicia berkeliling kembali untuk menemui teman-temannya.
Tak ingin merusak suasana pesta milik orang lain. Vincent pun, memilih untuk meninggalkan pesta sesegera mungkin.
***
Terdengar gelak tawa memenuhi ruang tamu yang sunyi itu. Wajar saja jika sunyi. Karna, jam memang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Hampir seluruh penghuni rumah, sudah terlelap dalam tidurnya. Kecuali, hanya beberapa penjaga yang memang sedang bertugas malam itu. Juga, Vincent. Yang masih setia menanti kedatangan sang istri di ruang kerjanya.
"Padahal kalau Bunda liat, kamu tuh lumayan cocok sama pengusaha minuman viral itu, loh." Alicia tertawa menanggapi ucapan Yolanda.
"Apaan sih, Bun. Ga mungkin, lah."
Keduanya masih beristirahat dengan duduk di ruang tamu. Tawa keduanya pun, masih setia menemani demi mengingat kejadian selama di pesta tadi. Tak sedikit pria yang mendekati Alicia. Bahkan, beberapa meminta foto bersama karna tau Alicia merupakan seorang model. Yang sayangnya, harus Alicia tolak secara halus.
Apalagi, ada beberapa yang sengaja melakukan skinship berlebihan saat Alicia sendirian karna Yolanda pergi ke toilet. Membuat wanita itu tak nyaman bukan main. Namun, semua hal itu Alicia sembunyikan dari Yolanda. Alicia tak ingin, Yolanda merasa bersalah karna meninggalkannya sendiri.
"Kenapa kesannya, kaya Bunda lagi coba jodohin Alicia dengan pria lain?"
Kedua wanita yang tengah tertawa itu, seketika menoleh saat indra pendengaran mereka menangkap suara Vincent.
"Ya, siapa tau. Suatu saat kalian cerai, kan. Jadi, Alicia udah punya cadangan." Jawaban Yolanda yang sangat santai itu, tak ayal membuat Vincent menjadi semakin kesal pada ibunya itu.
"Masuk kamar sekarang, Al." Mengacuhkan sang bunda. Vincent justru meminta Alicia untuk segera masuk ke kamarnya.
"Tapi, aku belum selesai ngobrol sama bunda," tolak Alicia, yang membuat Yolanda tertawa mengejek ke arah Vincent.
Tak ingin Alicia lebih lama bersama sang bunda. Vincent pun, menghampiri Alicia. Dan kemudian, menarik paksa wanita itu untuk mengikuti langkah kakinya.
"Kamu tuh apa-apaan, sih?" Alicia berusaha melepas tangan Vincent. Meski, hasilnya sia-sia karna cekalan Vincent begitu kuat.
Alicia menoleh ke belakang. Di mana, Yolanda duduk. Ia, menggumamkan kata maaf meski tak ada suara. Hanya berupa gerakan bibir saja.
Yolanda mengangguk. Mengerti bahwa itu memang bukan salah Alicia. Melainkan, salah Vincent.
Saat kedua anak dan menantunya itu menghilang dari pandangannya. Yolanda tersenyum miring. "Ternyata, kamu udah mulai cinta sama Alicia, Vin."
***
Sesampainya di kamar, Vincent langsung membawa Alicia ke kamar mandi.
"Bersihkan badanmu."
Tak ingin membantah. Alicia masuk ke dalam kamar mandi begitu saja. Tak lupa, ia membanting keras pintunya sebagai bentuk rasa kesalnya pada Vincent.
Vincent sendiri, tak ingin ambil pusing dengan perilaku Alicia barusan. Ia paham bahwa, Alicia pasti kesal karna ia sudah menarik wanita itu secara paksa. Ia hanya, tak ingin pikiran Alicia diracuni oleh sang bunda. Ada rasa tak nyaman di hatinya. Saat mendengar ucapan sang bunda tentang perceraian.
Dulu, mungkin ia tak akan masalah jika harus bercerai dengan Alicia. Namun, entah mengapa sekarang rasanya ia tak menginginkan ada perceraian di antara mereka. Bahkan, sekedar membayangkan pun, ia enggan.
Sepuluh menit berlalu. Alicia akhirnya keluar dari kamar mandi. Vincent, yang masih setia menunggu Alicia sambil duduk di kasur dengan ditemani sebuah laptop di pangkuannya, menoleh ke arah Alicia.
melihat Alicia yang hanya berbalut bathrobe, Vincent langsung meletakkan laptopnya ke meja. Kemudian, meminta Alicia mendekat padanya.
Tak sabar menunggu Alicia yang berjalan dengan lambat. Vincent langsung menarik Alicia begitu wanita itu sudah berada di dekatnya. Hingga Alicia duduk di pangkuannya.
Vincent mendaratkan beberapa kecupan, di bibir Alicia. Kemudian, kecupan itu berubah menjadi lumatan. Hingga keduanya terengah. Baru lah, Vincent mengakhiri ciuman mereka.
Vincent mengusap bibir Alicia yang basah. "Jangan sekali-kali kamu berani bermain api di belakangku, Al. Atau, kamu akan menanggung akibatnya."
Alicia menaikkan alisnya. Merasa tak suka dengan ucapan Vincent barusan. "Apa maksud ucapan kamu?" Alicia berdiri. "Apa kamu pikir, aku serendah itu. Hingga bisa dengan mudah bermain dengan lelaki lain?" napas Alicia memburu. Ia, tak suka dipandang negatif seperti itu oleh Vincent.
"Bukan seperti itu maksudku, Al." Vincent meraih tangan Alicia. Yang sayangnya, ditepis kasar oleh wanita itu.
Alicia berjalan menuju lemari pakaian. Dan, tanpa memperdulikan Vincent. Wanita itu berganti pakaian di hadapan Vincent.
Vincent yang melihat aksi Alicia tersebut. Mau tak mau, terpancing gairahnya. Namun nahas bagi Vincent. Karna Alicia, justru langsung merebahkan tubuhnya di kasur tanpa menoleh sedikit pun, ke arahnya. Tak lupa, Alicia juga menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Sengaja, karna ia tak ingin diganggu oleh Vincent.
Vincent berpikir keras. Apa yang salah dari ucapannya. Ia, hanya tak ingin Alicia tergoda dengan lelaki lain di luar sana. Karna saat ini, wanita itu adalah miliknya.
Entah sejak kapan. Vincent mulai merasa tak suka Alicia berdekatan dengan lelaki lain. Bahkan, meski lelaki tersebut berpenampilan layaknya perempuan, seperti salah satu teman make up artistnya. Tetap saja, Vincent merasa tak suka. Ia ingin, hanya dirinya lah satu-satunya pria yang dekat dengan Alicia. Tak ada yang lain.