Elvan dapat mencium wangi shampo dari rambut Zea yang terbawa angin ketika dia melewati tepat dibelakang gadis itu. Aroma shampo candisioner dan tonic rambut yang Zea pakai sangat segar wanginya khas bunga sakura membuat Elvan mengingat kembali masa lalunya. Wangi yang biasa mendiang istrinya itu pakai sama percis dengan aroma wangi Zea sekarang. Pria itu sampai menghela nafasnya dalam ketika sudah berada di dalam lift.
Di sudut mata indah Zea terlihat siluet seseorang yang memperhatikannya secara intents, otomatis pandangan gadis mungil itu menoleh kearah di mana sosok itu berdiri bersamaan dengan tertutupnya pintu lift itu, Zea dapat melihat sedikit siluet Elvan dari sela pintu lift yang belum tertutup sempurna. Gadis itu langsung tau kalau dosen galak bin killernya itu sudah sampai di kampus.
Zea langsung bergegas masuk kedalam lift saat pintu tersebut terbuka, dia tidak mau terlambat masuk kedalam kelas. Karena dia tahu kalau sang Dosen sudah tiba.
***
Zea masuk ke dalam kelas setelah Elvan, pria itu seakan tidak melihat Zea. Padahal dia tahu kalau mahasiswinya ada di belakangnya karena wangi gadis itu melekat di hidung Elvan dan dia menyukai aroma itu.
Elvan mengajar seperti biasa, dia memberikan materi sesuai kurikulum perkuliahan. Bukan Elvan namanya kalau tidak ada tugas dari dirinya, saat pria itu memberikan tugas semua mahasiswanya langsung menggerutu kesal. Tapi Zea tidak seperti teman lainnya, gadis itu hanya diam saja sejak awal kelas di mulai dia sudah tidak berekspresi. Elvan sesekali mencuri pandang ke arah Zea sehingga dia memperhatikan kalau gadis itu masih dalam suasana duka atas meninggalnya kakak kandungnya.
Tanpa sepengetahuan Zea, Elvan menambahkan nilai gadis itu karena memang selama ini Zea selalu menjadi mahasiswi terbaik dalam mengerjakan tugas terutama absensi, sejak awal kuliah hingga kini gadis itu selalu hadir di kelas Elvan. Hanya tiga hari kemarin Zea tidak hadir karena alasan dukacita dan Elvan memaklumi situasi tersebut. Siapapun pasti akan memahami situasi yang Zea alami saat ini.
***
Saat makan siang di kantin kampusnya Zea mendengar suara anak kecil memanggil namanya. Dari mulai suara itu samar-samar dia dengar sampai akhirnya suara itu jelas di telinganya. Suara nyaring itu memanggil jelas namannya.
"Kakak Zea," teriak Yuza dari jauh sembari berlari ke arah Zea yang sedang menikmati makan siangnya bersama Jojo dan teman-temannya yang lain.
Tangan Yuza melambai ke arah Zea, sontak gadis itu pun membalas lambaian tangan anak laki-laki berwajah Indonesia Jepang itu. Wajah Yuza tidak mirip dengan Elvan, hingga Zea merasa Yuza mungkin mirip mamanya. Karena Wajah Jepanganya lebih dominan.
"Kakak Zea, apa kabar?"
Tanpa rasa sungkan dan malu Yuza memeluk erat Zea.
Zea tersenyum membalas pelukan Yuza.
"Aku baik-baik saja, Yuza apa kabar? Kamu pulang sekolah?" tanya Zea, seharusnya pertanyaan itu tidak perlu di jawab karena Yuza jelas baru pulang sekolah karena anak itu masih pakai seragam sekolahnya dan membawa tasnya.
"Iya, aku tadi di jemput papa. Tapi karena papa sedang rapat jadinya aku di suruh main sama Kak Zea." jawab Yuza dengan kepolosannya
"Zea, ini anak siapa? Terus papanya siapa yang dia maksud sedang rapat?" sela Jojo dengan tatapan bingung.
Bukan hanya Jojo yang bingung dengan hadirnya anak kecil di kampus mereka.
"Dia anaknya Pak Elvan," jawab Zea sembari mengusap kepala Yuza dengan lembut.
Semua mata membola dengan wajah seakan tidak percaya kalau anak itu adalah putra dari Dosen mereka yang galak. Karena anak kecil itu sangat ramah dan lucu berbanding terbalik dengan sang papa yang dingin, kaku dan galak pada mereka semua.
Zea terkekeh karena dia sudah duga semua teman-temannya akan berekspresi seperti itu.
Lalu Zea meminta Yuza memberi salam kepada semua orang yang ada di sana. Yuza pun mengikuti apa yang Zea perintahkan.
Salah satu dari mahasiswa itu menarik satu kursi kosong untuk Yuza duduki dan bergabung dengan mereka di sana. Karena kenal dengan Yuza, Zea akhirnya menemani Yuza di kantin gadis itu juga memesankan makanan dan minuman untuk putra sang Dosen. Bukan hanya itu, Zea bahkan menyuapi Yuza sembari ngobrol dan sesekali tertawa lepas.
Interaksi Zea, Yuza dan beberapa mahasiswa di sana tidak luput dari perhatian Elvan. Dari lantai atas, di ruang kerjanya Elvan memperhatikan dari balik jendela ruang kerjanya. Sebuah senyum tercetak di wajah tampannya, tujuan dia berhasil. Saat ini dia dapat melihat senyum dan tawa di wajah gadis itu.
"Good boy," gumam Elvan memuji putranya yang berhasil membuat senyum manis tercetak kembali di wajah manis mahasiswi yang mulai memasuki hatinya.
*Flashback On*
Setelah kelasnya berakhir Elvan memiliki ide agar Zea tidak murung. Dia berencana menjemput putra semata wayangnya saat siang kemudian membawanya ke Kampus tempat dia mengajar dan meminta Yuza menghibur Zea.
Saat jam pulang sekolah, Elvan sudah siap berada di sekolah Yuza.
"Papa," panggil Yuza sembari melambaikan tangan kepada Elvan. Dan Elvan membalasnya dengan melambaikan tangannya juga ke arah Yuza.
Elvan dan Yuza berpelukan, lalu pria itu menggiring putranya masuk kedalam mobil. Saat di dalam mobil Yuza langsung melepas tas ranselnya dan menaruhnya di kursi belakang karena dia duduk di sebelah papanya yang sedang mengendarai mobil.
"Sayang, kamu mau bantu papa?" tanya Elvan saat mereka di tengah perjalanan.
"Bantu apa, Pa?" tanya Yuza antusias karena untuk anak seumuran Yuza dia akan senang jika ada orang dewasa yang meminta pertolongan padanya, seakan dia dibutuhkan dan sudah dewasa.
"Kakak Zea sedang berduka karena beberapa hari yang lalu abangnya baru saja meninggal. Bisakah kamu menghibur dia?" pinta Elvan pada putranya.
Kepala Yuza mengangguk, "Baiklah," jawabnya.
"Kalau begitu sekarang kita ke Kampus, kak Zea ada di sana. Sepertinya saat ini dia sedang makan siang di kantin. Saat di sana kamu bisa langsung menemuinya dan makan bersama dia. Bilang saja papa sedang rapat jadi kamu di minta papa main sama Kak Zea, gitu yah. Oke sayang?" Elvan menjelaskan rencananya pada sang putra. Mereka yang biasanya berdebat tapi saat ini mereka menjadi kompak.
"Siap, Boss." canda Yuza.
***
Dan setibanya di kampus. Elvan mengajak Yuza ke kantin kampus, pria itu memberi tahu putranya di mana Zea duduk bersama teman-temannya.
Karena antusias Yuza langsung meneriaki nama Zea. Beruntung Zea belum mendengar suara Yuza hingga Elvan bisa pergi sebelum dia ketahuan sudah merencanakan semuanya.
"Papa ke ruangan kerja papa dulu ya Sayang. Kamu tahu di mana ruangan papa bukan?"
"Iya, Pa. Nanti setelah menghibur kak Zea aku ke ruang kerja papa."
"Oke, Nak. Semoga beruntung."
*Flashback Off*
Elvan melanjutkan pekerjaannya setelah dia merasa lega sudah melihat senyum dan tawa lagi di wajah manis Zea.
Dengan kehadiran Yuza, kesedihan Zea seketika hilang dia terhibur dengan tingkah lucu dan celotehan dari Yuza. Kepolosan bocah laki-laki itu mencerahkan hati Zea yang sedang kelabu.
"Anak ganteng, katakan bagaimana papa kamu kalau di rumah?" tanya Jojo mengorek informasi tentang sang Dosen Killer.
Pertantaan Jojo sontak mendapat sikutan dari Zea beserta pelototan kedua mata gadis itu. Yang benar saja, Jojo mencoba menyelidik pribadi sang Dosen saat di rumah.
"Papa? Hmmm ..." Yuza sejenak berpikir, mengingat apa yang biasa papanya lakukan di rumah.
"Apa papa galak? Atau ..." sela salah satu mahasiswi lainnya.
Kepala Yuza menggeleng, tentu dia tidak setuju jika papanya di katakan galak. "Papa gak pernah galak, Papa baik hanya memang sedikit pendiam sejak mama Meninggal." jawab Yuza jujur.
Deg!
Kini Zea baru tahu kalau ternyata istri sang Dosen sudah tiada. Ternyata pikiran Zea selama ini salah, Elvan orang tua tunggal yang merawat putranya sendiri tanpa seorang istri bukan bercerai melainkan meninggal. Pria berdarah Jepang Indonesia itu pun memiliki sisi gelap pasca ditinggal sang istri, itu sebabnya dia lebih tertutup dari pada dosen lainnya.
"Mama kamu meninggal karena apa?" tanya Jojo.
"Jo! Stop it." bentak Zea karena pertanyaan Jojo membuat Yuza bersedih. Zea dapat melihat raut wajah dan mata anak itu seketika berubah.
Zea yang tahu rasanya kehilangan seseorang yang di cintai sangat paham bagaimana perasaan anak laki-laki itu. Pastilah sedih.
Walaupun begitu Zea sebenarnya juga penasaran, kapan istri dosennya itu meninggal dan apa sebabnya.
Yuza, anak laki-laki yang ceria seketika murung saat mengenang mamanya.
"Yuza, kamu mau ice cream?" hibur Zea.
Seketika senyum kembali tercetak di wajah imut Yuza. Kepalanya mengangguk cepat.