Mata Selena melebar begitu Wulan mengatakan itu, ia tidak menyangka jika ibu mertuanya justru malah menyalahkannya. "Tapi, Bu, itu kan bukan salah aku" ia berkata dengan dahi yang mengerut. "Aku juga mau punya tapi anak dan memberikan cucu untuk Ibu. Namun aku harus gimana? Kan Ibu tahu kalau aku udah mencoba berbagai macam cara tapi enggak ada satupun yang berhasil. Dan disaat aku ingin mengadopsi anak Ibu malah enggak setuju"
"Tentu aja Ibu enggak setuju karena itu hanya membuang-buang waktu. Iya kalau berhasil, kalau enggak gimana?" cibir Wulan, melipat tangan di d**a dan mengalihkan pandangan
Namun Selena hanya terdiam dan menatap Wulan tanpa mengatakan apapun. Ia ingin terus membela dirinya tapi sepertinya itu percuma, karena ibu mertuanya akan terus menyalahkannya seolah itu adalah salahnya.
"Dan sekarang lebih baik kamu biarkan Radit tidur dengan wanita manapun yang dia mau. Kalau wanita itu hamil maka dia harus menikahinya" tambah Wulan melirik ke arah menantunya.
"Tapi Bu, aku kan masih istrinya mas Radit jadi wajar dong kalau aku ngelarang mas Radit untuk melakukan itu. Karena itu sama aja dengan mengkhianati aku" Selena berkata tanpa melepaskan pandangannya dari Wulan.
"Terus kenapa? Kamu enggak terima?" Wulan bertanya, mengangkat satu alis dan menoleh ke arah Selena. "Kalau kamu enggak terima, ya udah kamu minta cerai aja sama Radit dan setelah itu kamu pergi dari rumah ini" tantangnya menatap Selena dengan tajam.
"Pergi dari rumah ini?" Selena mengerutkan dahi dan terlihat terkejut dengan yang dikatakan oleh Wulan. "Ini kan rumah aku, Bu. Dan aku membelinya dengan hasil jerih payah aku"
"Ya, itu memang benar" Wulan mengangguk dan masih melihat tangannya. "Tapi semenjak kamu menikah dengan Radit maka rumah ini menjadi rumah Radit juga. Dan itu berarti Ibu berhak memutuskan siapa aja yang tinggal di sini" katanya dengan tegas.
Selena menghela nafas dengan kasar dan mengalihkan pandangan. Ia benar-benar tidak menyangka jika ia akan berada di dalam situasi ini.
"Sekarang kamu harus buat pilihan" tambah Wulan dan Selena menoleh ke arahnya. "Kamu izinkan Radit untuk menikah lagi atau kamu pergi dari rumah ini"
"Aku lebih baik pergi dari rumah ini dan diceraikan oleh Mas Radit dari pada aku harus mengizinkannya untuk menikah lagi!" jawab Selena dengan tegas, ia tidak terlihat ragu sedikitpun.
"Bagus" Wulan mengangguk. "Kalau begitu mulai malam ini kamu angkat kaki dari rumah ini! Dan ingat, jangan pernah menunjukkan wajah kamu lagi!"
Rahang Selena mengeras begitu mendengar yang dikatakan oleh Wulan, dadanya naik turun karena menahan amarahnya. Tanpa mengatakan apa-apa ia membalikkan tubuh, berjalan menuju kamarnya dan melangkah masuk, membanting pintu di belakangnya.
***
Selena berjalan, melangkahkan kaki seorang diri dan menyeret sebuah koper. Sesekali ia menoleh ke kanan dan ke kiri dan tidak melihat orang lain selain dirinya. Akhirnya ia benar-benar memutuskan untuk pergi dari rumah itu karena ia tidak tahan lagi dengan perlakuan ibu mertuanya. Ia tidak menyangka jika Wulan justru malah membela anaknya yang jelas telah melakukan kesalahan, bahkan secara terang-terangan ia mengizinkan putranya untuk menikah lagi. Dan yang lebih membuat Selena sakit hati adalah disaat ia telah begitu percaya dengan Radit namun pria itu malah mengecewakannya dan menghancurkan hatinya. Ia selalu berpikir bahwa Radit akan berjuang bersama dengannya untuk memiliki anak tapi rupanya ia salah.
"Di mana keadilan itu?" Selena bergumam dengan lirih dan terus berjalan. "Kenapa aku yang salah? Padahal aku adalah korban di sini" ia melanjutkan, menundukkan kepala dan menyeret kopernya.
"Selena?"
Ia langsung menoleh saat mendengar seseorang yang memanggil namanya, ia melihat Thalia yang berada di dalam sebuah mobil dengan kaca yang terbuka.
Thalia pun segera menepikan mobilnya dan mematikan mesinnya. Ia membuka pintu dan melangkah keluar. "Selena, kok kamu ada di sini? Kamu mau ke mana?" tanyanya dengan dahi yang mengerut.
"Aku enggak tahu mau ke mana" jawab Selena menggelengkan kepala. "Karena sekarang aku udah enggak punya rumah" ia melanjutkan dan beralih menatap ke depan.
"Enggak punya rumah? Maksud kamu?" Thalia mengerutkan dahi dan mencoba untuk mencerna apa yang dikatakan oleh temannya.
"Mas Radit selingkuh"
Mata Thalia melebar begitu Selena mengatakan itu. "Selingkuh?" tanyanya yang terlihat tidak percaya, karena yang ia tahu selama ini Radit adalah pria yang baik dan setia. Ia juga sangat menyayangi Selena.
"Iya, dia selingkuh" Selena mengangguk dan mengulangi ucapannya. "Dan yang lebih parah dia melakukan hubungan itu di rumah aku, lebih tepatnya di sebuah kamar yang berada di sebelah kamar kami" katanya, menundukkan kepala dan kembali teringat dengan kejadian yang begitu menyakiti hatinya itu.
Thalia menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya dengan sedikit kasar. Ia tidak percaya jika Radit akan setega itu pada Selena.
"Dan sekarang aku enggak tahu harus ke mana" tambah Selena dengan lirih dan Thalia menoleh ke arahnya.
"Gimana kalau kamu pulang ke apartemen aku?" Thalia bertanya mengangkat satu alis. "Kamu bisa tinggal di sana selama yang kamu mau"
"Terima kasih, tapi aku enggak mau merepotkan kamu" Selena menggeleng dengan kepala yang tertunduk.
Sebuah senyuman terukir di wajah Thalia saat mendengar yang Selena katakan. Ia mengulurkan tangannya dan dengan lembut meletakkannya di bahu temannya. "Dengar, ya, kamu enggak pernah merepotkan aku. Justru aku merasa senang jika aku bisa membantu kamu. Lagipula, selama ini kan kamu udah sering bantu aku disaat aku sedang butuh" jelasnya.
Selena terdiam sejenak dan menatap Thalia sambil mempertimbangkan tawarannya. Dengan sedikit berat ia menghela nafas. "Ya udah, aku mau tinggal di apartemen kamu" jawabnya menganggukkan kepala.
Thalia tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum, ia merasa senang karena kali ini ia bisa membantu Selena. "Kalau begitu ayo masuk ke mobil aku" katanya dan Selena hanya mengangguk.
Mereka pun sama-sama masuk ke dalam mobil. Kemudian Thalia mengendarai mobilnya menuju apartemennya.