Hubungan Kita sudah Selesai!

997 Kata
Devya menghela napasnya lagi. “Mi. Ayah sudah menjalani masa hukumannya. Merelakan jabatannya, kerjaannya, karirnya bahkan ditinggal oleh istrinya. Bukankah itu sudah cukup? Kenapa aku masih harus menanggung itu semua? Dan aku nggak mau kembali pada Zion!” “Diam, kamu, Devya! Apa susahnya jadi istri yang nurut sama suami? Mami akan tutup butik kamu, kalau kamu masih belum ingin memberi kami cucu dan juga tidak mau kembali pada Zion!” ucapnya kemudian beranjak dari duduknya. Lalu pergi meninggalkan luka untuk kesekian kalinya kepada Devya. Hingga membuat perempuan itu menitikan air matanya. Devya mengusapi wajahnya dengan pelan sembari terisak lirih. “Mati aja udah lah,” ucapnya lalu beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamarnya. Waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam. Devya kembali menikmati satu gelas vodka di dalam bar. Seorang diri, seperti biasa. Namun, tak lama setelahnya, Sheril datang menemuinya. “Toko gue udah tutup. Don’t worry,” ucap Sheril kemudian memesan beer untuknya. “Mak Lampir ngapain lagi?” tanya Sheril seraya menatap Devya yang tengah memangku dagunya dengan tangan kirinya. “Mau tutup butik gue, kalau gue nggak balik sama Zion,” ucapnya lemas. “Sementara gue dan Daren udah nikah. Mana mungkin gue balikan sama Zion. Meski belum nikah sama Daren pun gue gak mau kembali sama Zion.” “Tenang, Devya. Inget lo udah punya Daren. CEO dari Trimegah. Calon pewaris kekayaan emak bapaknya.” Devya tersenyum miring. “Tapi gue gak mau nyusahin dia.” “What? Kenapa? Lo sama Daren udah nikah kenapa harus gak mau nyusahin? Aneh lo.” Sheril geleng-geleng kepala. “Tapi, gue gak mau.” “Ya kenapa, Devya? Lo sama Daren udah nikah, itu artinya lo suka sama dia, kan?” “Sebenarnya nggak. Gue cuman kasih dia tantangan dan ternyata diiyain. Dan akhirnya kami menikah.” Sheril menghela napasnya dengan panjang. “So? Lo mau balik sama Zion dan kasih dia anak?” Devya menggeleng cepat. “Zion gak mau punya anak sama gue, Ril. Dia maunya sama Agatha. Tapi, anehnya tuh orang kenapa gak hamil aja? Biar makin trending topic, dua pewaris itu.” Sheril terkekeh. “Iya juga sih. Dan lo bisa bebas kalau Agatha hamil anak Zion.” “Kalau dia hamil. Kalau nggak, sampai mati gue akan dikejar orang tuanya Zion dan minta buat balikan sama dia.” “No, Devya. Daren loved you. So much. Dia bilang gitu, ke gue. Dan Daren bakalan bantu lo keluar dari siksaan nenek lampir dan keluarga aneh itu.” “Kapan bilangnya? Bukannya dia udah terbang ke Jerman?” tanya Devya. “Tadi subuh. Gue telpon buat nanyain lo, nggak diangkat. Nggak lama dia telpon balik dan ngasih tahu kalau dia ke Jerman. By the way, Om Bayu nggak tahu kan, kalau lo sama anaknya nikah?” Devya menggeleng pelan. “Pak Bayu gak akan kasih restu, Ril. I know him. Dan gue janda. Gak mudah buat mereka, keluarga terhormat buat nerima gue.” Devya menutup wajahnya kemudian menghela napasnya dengan panjang. “Kisah cinta gue kayaknya gak ada yang bisa buat gue bahagia. Baik dari Zion maupun dengan Daren. Who is he? “Dia hanya orang yang salah sasaran. Yang tadinya gak perlu ketemu, malah ketemu. Dan dia bilang suka sama gue hanya karena udah pernah tidur bareng? Dalam pertemuan pertama dan pergulatan pertama. “He loved on my lust, you know? Bukan cinta karena dia suka sama gue. Jatuh hati apalagi mau buat gue bahagia. Merasa bersyukur karena punya dia. No! Bukan itu.” Sheril menghela napasnya dengan panjang seraya menatap wajah Devya yang tampak frustasi. “Lusa Daren udah pulang. Lo ngomong langsung sama dia. Supaya lo tahu, perasaan dia sebenarnya kayak apa. Supaya lo gak ragu lagi.” Devya menelan salivanya dengan pelan. Apa yang dikatakan oleh Sheril ada benarnya. Namun, ia tak ingin terus menerus jatuh dalam lubang yang salah. Keesokan harinya. Devya masih terlelap dalam tidurnya di dalam kamar seorang diri. Namun, tak lama kemudian Zion masuk ke dalam kamar Devya dengan lancangnya. Bau semerbak alkohol menyeruak di dalam kamar itu membuat Zion geleng-geleng kepala. “Devya! Bangun.” Zion membangunkan Devya yang masih menutup matanya itu. Devya kemudian membuka matanya secara perlahan. Menatap lelaki yang ada di depannya itu. “Ada apa?” tanyanya dengan suara seraknya. “Lancang banget sih kamu datang ke rumahku? Ingat, kita sudah bercerai, Zion!” Zion kemudian duduk di samping Devya. “Mami bicara apa kemarin?” tanyanya ingin tahu. “Aku mandi dulu,” ucapnya kemudian menyibakkan selimutnya. Namun, tangan Zion menahannya dan menatap perempuan itu. “Ini sudah jam delapan, Devya. Aku harus ke kantor!” “Ya udah, pergi ke kantor sana. Ngapain di sini?” ucap Devya ketus. “Aku ingin tahu, apa yang Mami katakan pada kamu, Devya!” Devya menghela napasnya dengan panjang. “Harus banget, aku jawab ini? Kamu udah tahu, apa yang Mami sampaikan ke aku. Dia mau kita kembali agar memberinya cucu!” Devya menegaskan kedatangan Luna ke rumahnya kemarin sore. “Jika aku tidak mau kembali padamu, dia akan menutup butik aku. Setega itu kamu sama aku? Selama ini aku selalu berusaha menutupi hubungan kamu dengan Agatha, tapi kamu tidak pernah mau membelaku.” “Tentu saja tidak akan pernah kamu bela. Karena itu yang kamu mau. Hidup melarat, karena tidak bisa memberi keluarga kalian keturunan!” lanjut Devya menatap sengit wajah Zion. Zion menatap datar wajah Devya. “Bilang saja kalau kamu cacat! Apa susahnya?” Devya tersenyum campah. “Cacat, kamu bilang? Kalau ternyata aku hamil oleh pria lain, kamu mau apa?” “Berani?” Mata itu menatap tajam Devya karena ucapannya yang sangat membuatnya marah. “Aku normal! Dan aku tidak akan meminum pil KB sialan itu lagi! Lebih baik aku mati dibunuh olehmu daripada harus berbohong kalau aku cacat!” ucapnya kemudian masuk ke dalam kamar mandi. “Dan ingat, Zion! Hubungan kita sudah selesai. Silakan bujuk orang tuamu agar mau memberi kalian restu!” ucap Devya kemudian melangkah menjauh dari mantan suaminya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN