Gaun

1084 Kata
"Bu," sergah Tressy yang meskipun artis ternama, tapi memang memiliki sifat yang ramah. "Gini mbak, aku 'kan sebulan yang lalu udah pesan gaun sama Bu Safitri. Nah, pagi tadi keponakan aku nggak sengaja rusakin padahal gaunnya mau dipakai malam ini. Kira-kira di butik Bu Safitri ini ada designer lainnya nggak ya yang bisa bantu saya perbaiki gaun saya ini?" "Duh, maaf, mbak, tapi di sini semua yang terpajang karya Bu Safitri sendiri. Jadi nggak ada designer lainnya," ujar Faza merasa tak enak hati sekaligus kasihan juga. Tressy muram. Ia benar-benar bingung saat ini. "Em, begini, maaf, boleh saya lihat gaunnya?" "Memangnya kamu mau apa? Mau kamu rusakin?" Ketus Bu Henny. Tak menghiraukan ucapan ibunya, Tressy pun menyerahkan gaun yang ia bawa pada Faza. Faza cukup terkejut melihat sobekan itu. "Mbak, kalau diizinkan, boleh saya sedikit merombak gaun ini?" "Heh, kamu itu cuma pelayan seharusnya sadar diri. Gajimu satu tahun aja nggak mungkin bisa buat beli gaun ini. Gimana kalau rusak, memangnya kau mau ganti rugi, hah?" Hardik Bu Henny dengan mata melotot. Akibat suara Bu Henny yang menggelegar memancing perhatian para pelanggan yang baru datang pun karyawan. Apalagi Tressy merupakan seorang artis papan atas terang saja apa yang terjadi langsung mencuri perhatian. Bahkan ada yang diam-diam merekamnya. "Memangnya mbak bisa?" Tressy memang merupakan gadis yang suka berpikir positif jadi ia bertanya baik-baik. "Insya Allah, kalau mbak mau memberikan kepercayaan, saya akan melakukan yang terbaik." "Baiklah. Kalau begitu, tolong saya ya, mbak! Saya yakin, mbak bisa melakukan yang terbaik." Entah dapat kepercayaan dari mana yang pasti, Tressy tampak memercayai Faza. Faza pun tersenyum sumringah saat seorang artis ternama seperti Tressy mau memberikan kepercayaan padanya untuk memperbaiki gaunnya. "Tressy, kamu apa-apaan sih? Dia itu cuma ... " "Ma, please, jangan memancing kegaduhan!" Lirih Tressy pelan. Bu Henny mendengus. "Oke. Tolong perbaiki gaun anak saya! Tapi dengar, awas kalau sampai rusak! Saya akan meminta ganti rugi dua kali lipat atau kamu akan saya laporkan ke polisi!" Ancam Bu Henny membuat tubuh Faza seketika menegang. "Mbak, Mbak yakin akan merombak gaun ini? ini gaun mahal lho, Mbak? harganya aja 75 juta. Gaji kita satu tahun pun nggak bisa gantiinnya. Gimana kalau kita buat kesalahan terus disuruh ganti dua kali lipat?" Ujar Riri yang terkejut dengan perkataan Faza yang ingin memperbaiki sekaligus sedikit merombak gaun karya Bu Safitri. "Tapi kita nggak punya cara lain, Ri. Apalagi mbak Tressy mau pake gaun ini malam ini juga." "Maaf, Mbak, aku nggak berani ikut campur. Aku nggak sanggup. Aku tulang punggung keluarga, Mbak. Aku nggak sanggup kalau diminta ganti rugi sama mereka. Kalau nggak ganti, nanti mereka laporin kita ke polisi. Aku takut, Mbak. Gimana nasib ibu dan adik-adikku nanti," ujar Riri yang tidak ingin ambil risiko. Faza menghela nafas panjang. Ia tahu, tidak mudah bagi karyawan lain untuk menyetujui keputusannya. Terlalu berisiko, ini yang menjadi pertimbangan mereka. Bukan hanya Riri, Salsa dan Dona pun takut untuk ikut campur. Faza tersenyum lembut. Ia memaklumi rekan seperjuangannya itu. "Nggak papa kalau kalian nggak bisa. Mbak maklum kok." Memang semua karyawan butik Alamanda memanggil Faza 'Mbak' sebab hanya Faza sendiri yang berstatus menikah meskipun sudah tidak lagi. Terlebih Faza selalu bersikap ramah dan baik pada mereka membuat mereka menganggap Faza seperti kakak perempuan mereka sendiri. "Maaf ya, mbak, bukannya aku nggak mau bantu, tapi ... " "Mbak paham kok, Sa, Ri, Dona. Em begini saja, karena mbak mau fokus memperbaiki gaun ini, bisa tolong kalian handle pekerjaan di luar? Tolong kalau nggak penting-penting amat, jangan ganggu Mbak, ya. Apalagi mereka hanya memberi batas waktu hingga jam 3 ini, sementara sekarang sudah jam 11." "Mbak nggak makan dulu?" Faza menggeleng. "Nggak keburu waktu, Na. Doain aja ya, Mbak bisa. Insya Allah." "Semangat ya, Mbak Faza. Semoga hasilnya memuaskan. Kami pun sebenarnya deg-degan tau, Mbak," ujar Dona. "Sama. Aku juga, Don," timpal Salsa. Lalu mereka bertiga pun kompak keluar dan menutup pintu ruangan yang kerap dipakai Bu Safitri untuk menjahit gaunnya dibantu beberapa karyawannya. Memang semua orang yang bekerja di butik itu memiliki skill menjahit yang tersertifikasi. Hanya Faza saja yang diterima dengan jalur tanpa dokumen pelengkap khusus. Namun tanpa diduga, Faza pun memiliki kemampuan tak kalah mumpuni. Apalagi memang hobi Faza adalah menjahit. Faza mendapatkan kemampuan itu dari sang ibu yang memang seorang penjahit. Belum lagi ia pernah bekerja di pabrik konveksi jadi sedikit banyak ia paham mengenai jahit menjahit dan proses membuat pakaian. Faza juga memiliki hobi menggambar desain pakaian. Faza memiliki cita-cita bisa membuat desainnya sendiri suatu hari nanti. Saat semua orang keluar, Faza pun mulai bekerja. Ia memeriksa bagian yang rusak dan mulai memperbaiki dengan sedikit merombak agar gaun tersebut tetap terlihat mewah, elegan, dan menarik. "Bismillahirrahmanirrahim. Bu Safitri, maaf ya, Bu, Faza sedikit merombak gaun buatan ibu," ucapnya sebelum benar-benar memusatkan pikirannya pada gaun yang terpasang di manekin di depannya. Faza pun mulai menggunting bagian yang rusak, menjahitnya, lalu menambahi beberapa aksesoris pelengkap seperti bebatuan cantik yang memang digunakan untuk membuat kesan mewah pada gaun tersebut. Ia membuang sedikit bagian bawah dan menambahkan tile hologram transparan yang sedikit menjuntai ke belakang untuk memamerkan betis putih mulus Tressy. Sementara bagian punggung yang terbuka Faza tutup dengan tile crinellin berwarna keemasan membentuk cape membuat gaun hitam itu kini bertransformasi menjadi gaun baru yang terlihat semakin mewah. Meskipun dirombak, tapi Faza tidak menghilangkan design asli Bu Safitri. Ibarat kata, Faza justru menyempurnakannya. Ia harap, gaun ini bisa diterima Tressy dan ibunya serta memenuhi ekspektasi keduanya. Kruakkkk ... Perut Faza berbunyi. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 2. Wajar saja bila ia merasa lapar. Terlebih ia sedang hamil. Namun Faza tak ada waktu untuk makan saat ini. Ia harus menyelesaikan pekerjaannya sebelum Tressy dan Bu Henny datang. Namun baru pukul setengah tiga, ternyata Tressy dan Bu Henny sudah datang kembali. Mereka sepertinya tidak sabar ingin melihat hasil kerja Faza. "Mana karyawan kalian tadi? Bagaimana dengan gaunnya? Awas saja ya kalau gaun anak saya jadi rusak! Aku bukan hanya akan meminta ganti rugi, tapi akan menuntut butik ini karena sudah tidak profesional dalam melayani pelanggannya," ancam Bu Henny membuat ketiga karyawan butik Alamanda ketar-ketir. "Tapi gaunnya belum selesai, Bu." "Tunjukkan saja, dimana dia. Saya ingin memastikan sendiri bagaimana nasib gaun anak saya itu." "Mbak, bisa tolong antarkan saya ke ruangan mbak yang tadi?" Dona, Salsa, dan Riri saling berpandangan satu sama lain. Mereka sebenarnya khawatir dengan nasib Faza setelah ini. Bagaimana kalau gaun itu justru jadi semakin rusak karena ditangani oleh orang yang bukan ahlinya? Tapi mereka tidak memiliki pilihan lain. Mereka lantas meminta Riri mengantarkan Tressy dan ibunya ke ruangan dimana Faza sedang berada saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN