Mbak Faza, kalau capek istirahat saja," ujar Riri sesama rekan kerja Faza di butik Alamanda. Butik Alamanda merupakan butik milik ibu Safitri. Ibu Safitri sendiri adalah wanita yang pernah ditolong Faza saat kejambretan.
"Mbak nggak papa kok, Ri."
"Beneran?" Tanya Riri khawatir sebab kandungan Faza sudah cukup besar karena sudah masuk bulan ke-enam.
"Beneran. Kalo capek, mbak akan istirahat kok." Ucap Faza seraya tersenyum. Rara pun balas tersenyum hingga mereka akhirnya melanjutkan pekerjaan mereka.
"Mbak, dipanggil Bu Safitri di ruangannya," ucap Salsa.
"Ada apa ya, Sa?"
"Nggak tau, mbak. Langsung ke ruangan ibu aja."
"Baiklah."
Faza pun segera menghentikan pekerjaannya dan beranjak menuju ruangan Bu Safitri.
Faza mengetuk pintu dan setelah dipersilakan masuk, Faza pun segera mendorong pintu dan masuk ke ruangan atasannya itu.
"Ada apa ya, Bu?"
"Fa, ibu titip butik selama seminggu, bisa?"
"Hah? Memang ibu mau kemana?"
"Ibu mau ke Amerika. Tempat anak ibu di sana. Sekalian liburan juga. Kamu bisa ya?"
"Tapi Bu, bagaimana kalau ada yang mau ketemu ibu untuk memesan baju rancangan ibu langsung?"
"Ya, bilang aja datang seminggu lagi. Lagian, kita kan banyak stok gaun terbaru. Tunjukkan yang ada dulu, kalo mereka nggak suka dan pingin ketemu ibu langsung, kamu atur aja waktunya. Yang pasti seminggu kemudian. Sebenarnya sih cuma lima hari, tapi kan ibu juga mau istirahat dulu."
"Baik, Bu."
"Kalau ada apa-apa, hubungi ibu aja."
"Baik, Bu."
"Oh ya, jangan capek-capek! Kasian dedek bayinya nanti. Nanti ibu bawain oleh-oleh deh buat kamu sama dedek bayi," ucap Bu Safitri ramah sambil mengusap perut Faza. Bu Safitri memang sangat baik. Ia sudah menganggap Faza seperti putrinya sendiri. Pun dengan bayi yang dikandung Faza, ia sudah menganggapnya seperti cucunya sendiri.
Faza tersenyum sumringah. Ia merasa amat sangat beruntung, di saat orang-orang terdekatnya pergi meninggalkannya satu persatu, tapi ia justru dipertemukan dengan wanita yang begitu baik seperti ibu Safitri.
"Ibu nggak perlu repot-repot. Melihat ibu pulang dalam keadaan sehat wal afiat aja sudah buat Faza seneng banget. Makasih ya, Bu, sudah mau terima Faza kerja di sini bahkan ibu juga baik banget sama aku yang padahal hanya orang asing," ujar Faza tulus.
"Ck, mau sampai kapan kamu bilang makasih sih? Ibu kan sudah bilang berkali-kali kalau kamu itu udah ibu anggap seperti anak ibu sendiri. Coba aja kamu mau tinggal di rumah ibu, udah ibu boyong kamu ke rumah."
Ya, ibu Safitri memang pernah mengajaknya tinggal di rumah besarnya. Rumah itu hanya ia huni dengan suami dan pembantu rumah tangganya saja. Hal itulah yang kadang membuat Bu Safitri bosan dan kerap kesepian sehingga suaminya pun membuatkannya butik untuk mengusir kebosanannya.
Bu Safitri memiliki seorang anak laki-laki, tapi anaknya itu lebih suka bekerja di luar negeri. Dari kuliah hingga lulus dan lanjut bekerja di sana, terlalu betah membuatnya enggan untuk pulang.
Faza tersenyum. Tak tahu harus menjawab apa. Tentu saja alasannya karena ia merasa tak enak. Ia takut dianggap perempuan tak tahu diri atau tak tahu malu. Ia tidak mau dianggap benalu yang suka menempel pada Bu Safitri. Meskipun suami Bu Safitri pun baik padanya, tapi tetap saja ia merasa canggung. Mungkin kedua orang itu menerimanya, tapi bagaimana dengan pandangan orang lain? Begitu juga bagaimana kalau anak kandung Bu Safitri tahu mengenai dirinya?
Ah, Faza memang orang yang selalu banyak pertimbangan. Ia menyukai pekerjaannya di sini. Selain tidak begitu berat, gajinya pun lumayan besar dibandingkan ia bekerja di pabrik dahulu. Tentu ia tidak ingin sampai kehilangan pekerjaannya di sini.
"Ck, kamu ini, Za, malah senyum-senyum doang."
"Maaf ya, Bu." Hanya itu yang bisa Faza ucapkan.
"Ya sudah. Ibu berangkat malam ini. Kalau begitu, ibu pulang dulu ya. Ibu mau bersiap."
Faza mengangguk. Bu Safitri lantas memeluk Faza sebelum berlalu dari hadapan Faza.
***
Di kontrakannya yang mungil, Faza membentang kasur lipat. Lalu ia mengambil ponselnya untuk berselancar di dunia maya. Ia memang memiliki akun sosial media, tapi ia tidak pernah memposting apapun. Ia hanya menggunakan akun tersebut untuk mengetahui perkembangan berita di luar sana. Akun ini pun sebenarnya sudah sangat lama. Ia membuatnya saat masih bekerja di pabrik.
Saat sedang berselancar di sosial medianya, tangannya tiba-tiba berhenti saat melihat sebuah unggahan seseorang yang sangat ia kenali. Air matanya menetes melihat postingan berupa foto tersebut.
Postingan itu milik Salman, mantan suaminya. Tampak istri baru Salman pun sedang hamil besar. Hati Faza meringis pilu. Di saat ia tertatih berusaha menghidupi diri dan calon anaknya, ayah dari anaknya justru sedang berbahagia dengan perempuan lain yang juga sedang mengandung anaknya.
Hati perempuan mana yang tidak sakit. Mengingat bagaimana Salman membuangnya dan tidak mau mengakui calon anak mereka sungguh membuat hati Faza meradang.
Jangan tanyakan apakah dirinya masih cinta sebab rasa cinta itu sudah hilang semenjak talak yang terucap dari bibir laki-laki yang pernah memiliki hatinya itu.
Bara kebencian tanpa sadar tersulut saat ia melihat foto-foto Salman dengan istri baru dan keluarganya.
Tak ingin membuat hatinya semakin sakit, Faza pun segera keluar dari akun sosial medianya. Ia pun segera beranjak menuju dapur kecil yang ada di luar kamar. Dapur Faza
menyatu dengan ruang tamu. Jadi tak ada sekat antara ruang tamu dan dapur. Faza tidak masalah toh rumah itu hanya ia huni seorang diri. Lagipula ia hanya menjadikan rumah itu tempat peristirahatannya di malam hari sebab dari pagi hingga sore ia berada di butik Alamanda.
***
3 hari sudah berlalu semenjak kepergian Bu Safitri ke Amerika. Semenjak itu, Faza lah yang menghandle butik.
Sebenarnya dulu Bu Safitri memiliki orang kepercayaan yang membantunya di butik. Dia putri sahabat Bu Safitri sendiri yang bernama Mawar. Melihat Bu Safitri yang begitu baik dengan Faza memicu kecemburuan pada Mawar. Sehingga suatu hari Mawar mencoba mencelakai Faza dengan menguncinya di kamar mandi selama berjam-jam. Untung saja Bu Safitri merasa curiga karena tidak melihat keberadaan Faza. Ia bertanya pada semua karyawan, tapi tidak ada yang melihat.
Bu Safitri lantas berinisiatif mencari melalui rekaman cctv. Mawar shock. Ia lupa kalau setiap sudut di butik itu terdapat kamera cctv, termasuk di depan pintu kamar mandi. Bu Safitri yang mengetahui Faza dikurung di kamar mandi belakang pun segera bertindak. Saat Faza ditemukan, ia sudah dalam keadaan pingsan dengan keringat dingin bercucuran. Bu Safitri segera membawa Faza ke rumah sakit lalu memecat Mawar. Sejak itu, hubungan Bu Safitri dengan ibu Mawar pun renggang karena tidak terima anaknya dipecat.
"Mbak, bagaimana ini, ada pelanggan yang mau ketemu ibu secara langsung."
"Kamu udah bilang kalo ibu pergi selama seminggu?"
"Udah, tapi katanya urgent."
"Memang ada apa?"
Riri menggeleng karena ia pun belum tahu untuk apa mereka ingin menemui Bu Safitri.
"Ya udah, biar aku yang temui mereka."
"Hati-hati ya, mbak. Itu tuh Bu Henny. Tau sendiri gimana dia."
Mata Faza membulat. Ia pun sudah tahu tentang pelanggan butik yang bernama Bu Henny. Orangnya judes, tapi royal.
Faza mengangguk dan segera menemui Bu Henny.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?"
Dahi Bu Henny berkerut. "Saya itu mau ketemu sama Bu Safitri, bukan pelayan biasa seperti kamu," ketus Bu Henny.
"Tapi maaf, Bu, untuk seminggu ini butik diserahkan pada saya sebab Bu Safitri sedang ada keperluan di luar negeri."
"Apa? Jadi beneran bos kamu nggak ada di sini?"
"Benar, Bu."
"Ma, gimana ini? Tressy mau pakai gaun ini untuk acara nanti malam."
Tressy merupakan seorang artis papan atas. Malam ini ia akan menghadiri sebuah acara award penganugerahan artis dan aktor terbaik. Tressy sudah memesan gaun yang sesuai untuk ia pakai malam ini dari Bu Safitri, namun pagi tadi keponakannya yang masih kecil tanpa sengaja merusaknya dengan gunting. Jelas saja Tressy bingung. Sementara waktunya sudah tak banyak lagi, tapi yang dicari justru tidak ada.
"Sabar ya, Sayang. Mama juga sedang bingung ini."
"Maaf, Bu, Mbak, memangnya ada apa ya?"
"Diam kamu! Memangnya kamu bisa apa? Cuma pelayan doang juga," hardik Bu Henny membuat Faza menelan ludah.