Tak terasa sudah satu bulan Faza kembali ke rumah orang tuanya. Faza belum memiliki pekerjaan saat ini. Tetapi untuk mengisi waktunya, ia pun membuat beberapa kue-kue yang titipkan di warung makanan dekat rumahnya.
Faza bertahan di sana hanya untuk menunggu akta cerai dikirimkan padanya. Setelah mendapatkan akta cerai, Faza berniat menjual rumah orang tuanya dan segera pindah dari sana. Ia ingin pergi sejauh mungkin dan memulai hidup baru di kota lain.
Saat Faza baru saja kembali dari warung makanan untuk mengambil hasil penjualannya, seorang tukang pos menghampirinya.
"Dengan ibu Fazalika Sauqiyah?"
"Iya, benar, Pak."
"Ini, Bu, ada kiriman." Lalu tukang pos itupun menyerahkan sebuah amplop coklat. Jantung Faza berdegup kencang. Ia sudah bisa menebak apa isi amplop coklat tersebut. Faza pun segera menerima amplop coklat itu dan menandatangani surat tanda terimanya.
"Terima kasih, Pak."
"Sama-sama, Bu."
Setelah tukang pos itu pergi, Faza menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya ia membuka amplop coklat tersebut. Setelahnya, ia mengucapkan Alhamdulillah. Seperti tebakannya, isinya adalah akta cerai miliknya. Akhirnya, ia bisa segera melanjutkan hidupnya sesuai rencana. Ia harap, semuanya berjalan lancar.
***
Satu Minggu kemudian, sesuai rencana, Faza sudah mempersiapkan kepindahannya. Ia memang tidak memiliki tujuan pasti. Ia hanya mengikuti kemana kakinya melangkah. Rumahnya sudah berhasil dijual. Pak RT sendiri yang membelinya untuk dikontrakkan. Oleh sebab itu, tidak butuh waktu lama untuk menjualnya.
"Hati-hati ya, Nak. Semoga Allah selalu menyertai langkahmu," ujar Bu RT yang juga merupakan teman dekat mendiang ibunya.
"Iya, Nak. Insya Allah, kamu akan menemukan kebahagiaanmu di tempat yang baru." Pak RT ikut mengimbuhi.
Faza tersenyum lebar. Ia bersyukur, setidaknya ia tidak benar-benar sendirian. Masih ada orang-orang yang peduli padanya.
"Aamiin. Terima kasih, Pak, Bu. Kalau begitu, saya permisi."
Faza pun menyalami kedua orang itu sebelum akhirnya pergi dengan membawa barang-barang seadanya. Tujuannya adalah kota Jakarta.
***
Dengan bantuan tukang ojek di terminal bus, akhirnya Faza mendapatkan kontrakan yang pas untuknya. Saat ini Faza sedang membuat s**u ibu hamil. Faza tahu, hidup di kota besar tidaklah mudah. Apalagi untuk mencari pekerjaan sementara pendidikannya tidaklah tinggi. Pun ia tidak memiliki keterampilan yang mumpuni. Namun Faza yakin, tak ada yang tidak mungkin. Selagi kita berusaha dan berdoa, semua bisa saja terjadi.
Seminggu sudah berlalu, Faza tak pernah merasa lelah untuk mencari pekerjaan. Ia mendatangi pusat-pusat pertokoan dan toko-toko yang ada di sebuah mall, namun sayang, ia belum juga mendapatkan pekerjaan.
"Tetap semangat, Faza. Insya Allah, kau akan segera mendapatkan pekerjaan sesuai yang kau harapkan."
Faza berusaha mengafirmasi dirinya agar tetap bersemangat mencari pekerjaan.
Keesokan harinya, dengan memakai kemeja putih dan celana kulot hitam yang dipadukan dengan pashmina senada, Faza kembali keluar untuk mencari pekerjaan.
Jarak kontrakan yang tidak begitu jauh dari pasar membuat Faza berusaha mencari pekerjaan di sana. Dengan membawa berkas lamaran pekerjaan seadanya, Faza memasuki toko satu persatu untuk melamar pekerjaan, tapi hingga matahari sudah berada di atas kepala, tak ada satupun yang mau menerimanya.
"Tidak ada lowongan."
"Maaf, kami belum ada lowongan."
"Pergi sana! Di sini tidak ada lowongan!!"
Faza menghela nafas. Ia lantas duduk di pinggir trotoar untuk mengurai lelah. Belum lagi bawaan sedang hamil membuat tubuhnya kian mudah lelah.
"Ternyata benar, mencari pekerjaan di kota besar itu benar-benar sulit," desahnya sambil menyeka keringat yang membasahi dahi.
Kruuuk ...
Faza terkekeh saat mendengar suara perutnya yang lapar. "Maaf ya, Sayang, kamu pasti lapar ya di dalam sana? Dedek mau makan apa?" Faza lantas mengalihkan pandangannya ke sekitar. Mencari penjual makanan kaki lima di sekitar situ. "Wah, itu ada tukang cilok. Kita beli cilok aja dulu ya, Nak. Nanti di rumah baru kita akan nasi. Kita harus berhemat. Meskipun Bunda punya uang dari penjualan rumah nenek dan kakekmu, tapi uangnya nggak seberapa."
Rumah kedua orang tua Faza memanglah tidak besar, belum lagi lokasinya di kampung membuat harganya tidak begitu tinggi. Ia harus menghemat uangnya sebab ia tidak tahu, kapan ia bisa mendapatkan pekerjaan. Belum lagi ia harus mempersiapkan uang untuk biaya lahiran. Meskipun ia memiliki jaminan kesehatan dari pemerintah, tapi faskes pertamanya ada di kampung. Jadi tidak memungkinkan untuk mendapatkan rujukan agar bisa berobat di rumah sakit Jakarta. Kecuali ia sudah pindah domisili dan mengurus peralihan faskes ke puskesmas di daerah itu. Untuk mengurus semuanya, tentu memakan waktu. Sementara mendapatkan pekerjaan merupakan prioritasnya saat ini.
Setelah membeli cilok, tiba-tiba ia mendengar suara teriakan seseorang.
"Jambret!!" teriak seorang wanita paruh baya sambil menunjuk ke arah seorang laki-laki yang berlari ke arahnya.
Faza pun dengan reflek mengulurkan kaki membuat laki-laki itu terjungkal. Lalu Faza menuangkan ciloknya ke kaki laki-laki itu membuatnya menjerit kesakitan. Tak lama kemudian, seorang laki-laki berpakaian safari hitam mendekat dan merebut tas wanita paruh baya tadi yang sempat terlempar saat penjambret itu terjatuh.
Faza masih terbengong melihat ciloknya yang sudah berhamburan saat semua orang sudah mengerumuni laki-laki tadi untuk menghakiminya. Tapi untung saja, tak lama kemudian seorang petugas polisi yang kerap patroli di sekitar pasar tiba dan segera mengamankan penjambret tersebut.
"Huh, ternyata belum rejeki kita, Dek."
Faza menghela nafas saat melihat ciloknya telah habis tanpa sisa.
"Ya udah, Dek, kita pulang aja, yuk!"
Baru saja Faza hendak membalik badan untuk pulang, seseorang tiba-tiba menghentikannya.
"Tunggu!!"
***
Faza duduk dengan kikuk saat berada di sebuah cafe dengan desain interior yang begitu menawan. Ia datang kemari dengan seorang wanita paruh baya yang tadi mengalami penjambretan. Wanita itu mengajak Faza ke sana sebagai ungkapan terima kasih.
"Kamu mau pesan apa?" tawar wanita tersebut.
"Em ... tidak usah, Bu. Terima kasih." Faza menolak secara halus. Bukan tanpa alasan, cafe itu terlihat mewah, ia yakin harga setiap menu makanan di sana pasti sangat mahal. Bagaimana kalau wanita itu justru menyuruhnya bayar sendiri atau meninggalkannya begitu saja. Jelas saja Faza khawatir.
"Lho, kenapa? Ayo, pesan saja!! Nggak perlu sungkan."
"Nggak usah, Bu. Terima kasih. Em, langsung ke topik pembicaraan saja, Bu. Ibu mau bilang apa?"
"Nggak, nggak. Pokoknya kamu harus makan. Apalagi tadi kamu sampai numpahin makanan kamu demi mencegat penjambret itu agar nggak kabur. Ya sudah, kalau begitu saya saja yang pesan," ucap wanita itu membuat raut cemas tercetak jelas di wajah polos Faza.
"Tapi Bu ... "
"Nggak usah khawatir. Karena kamu sudah membantu saya, saya traktir kamu makan, oke!"
Wanita itu lantas segera memesan aneka hidangan. Faza akhirnya terpaksa menerima tawaran tersebut.
"Ini, terimalah sebagai ungkapan terima kasihku," ucap sang wanita seraya menyodorkan amplop putih ke arah Faza selepas mereka selesai makan.
Faza jelas terkejut. Ia lantas mendorong kembali amplop putih tersebut ke arah wanita itu.
"Maaf, Bu, saya tidak bisa menerimanya. Saya ikhlas membantu ibu."
"Tapi, Nak ... "
"Saya benar-benar ikhlas kok, Bu." Faza kekeh menolak.
Wanita paruh baya itu menghela nafas panjang. "Baiklah kalau kau menolaknya." Ia tersenyum. Lalu ia melirik map biru yang terkapar di atas meja. "Kau sedang mencari pekerjaan?"
"Iya, Bu." Faza tersenyum canggung.
"Sudah ketemu?" Sebenarnya wanita itu sudah bisa menerka kalau Faza belum menemukan pekerjaan, tetapi ia tetap menanyakannya terlebih dahulu.
Faza tersenyum kikuk kemudian menggeleng.
"Belum, Bu."
"Wah, kebetulan butik saya memerlukan karyawan, kamu mau?"
Mendengar wanita itu menawarkan pekerjaan, jelas saja membuat Faza sumringah. Ia pun segera menganggukkan kepalanya.
"Beneran, Bu? Mau, Bu. Saya mau."
"Baiklah, bagaimana kalau kamu ikut saya dulu supaya besok tidak bingung cari-cari alamat lagi. Kau mau?"
"Iya, Bu. Saya mau. Terima kasih ya, Bu, sudah menawarkan saya pekerjaan. Saya berjanji akan bekerja dengan baik dan tidak mengecewakan ibu," ucap Faza bahagia sebab akhirnya ia bisa menemukan pekerjaan.