Menjemput Cinta Pertama

1018 Kata
Takashi sudah mantap dengan rencananya. Sang nenek juga sudah mengizinkan. Ia berharap besok akan menjadi hari terindah:menjemput cinta pertama. Ia ingin Fitri menjadi saksi momen bahagianya itu. Sudah lama ia merindukan rasa nyaman seperti yang saat ini dirasakan. Akhirnya ia bisa mempercayai adanya Tuhan sejak bertemu dengan gadis berjilbab itu. Sikap religius dan ketenangan yang diperlihatkan Fitri membuatnya yakin bahwa Tuhan benar-benar ada. Takashi menunggu kabar dari Fitri. Namun, gadis itu tak kunjung menghubungi. Ia terus menatap layar ponsel. Berkali-kali dirinya mencoba menelepon, tetapi Fitri tak menjawab panggilannya. Dan saat ia mencoba menghubungi lagi, nomor ponsel Fitri sudah tak aktif. “Mungkin ponselnya lowbat,” gumam Takashi berprasangka baik. "Obaachan, sepertinya besok saja saat sudah bertemu Suada-chan,” ujar Takashi dengan raut kecewa menggurat di wajahnya. “Iya terserah kamu saja. Itu adalah keinginan hatimu. Yang penting jangan lama-lama menunda jika kamu yakin itu adalah pilihan yang tepat,” jawab neneknya bijak. Takashi membungkukkan badan memberi hormat kepada sang nenek yang selalu mendukung apa pun keputusannya. *** Takashi masih terus mencoba menghubungi nomor ponsel Fitri. Tetap sama. Nomor ponsel gadis itu tak aktif. Ia mulai khawatir. Dirinya mencoba memeriksa akun media sosial Fitri dan ternyata sudah di-non-aktifkan. Ya ampun, ke mana Suada-chan? Kenapa dia tiba-tiba menghilang tanpa kabar? Apa dia marah padaku? Aku salah apa? Apa aku telah menyakitinya? Takashi menduga-duga. Ia teringat pernah menyimpan nomor ponsel Jill. Ia pun mencoba mengirimi Jill sebuah pesan. [Jill. How are you? Did Suada-chan change her number?] Sudah dua jam semenjak pesan itu dikirimkannya, tetapi tak juga ada balasan dari gadis bule tersebut. Takashi masih menunggu. Ia sangat berharap ada chat masuk dari Fitri atau pun Jill. Namun, tak juga ia menerima balasan. Hingga getaran ponsel membuatnya bersemangat. Ia segera membuka pesan tersebut. Ternyata pengirim pesan bukanlah orang-orang yang diharapkan. Takashi benar-benar kehilangan semangat untuk merespons pesan itu. Akane? Hal penting apa yang ingin disampaikannya? Takashi membatin. Ia sangat kecewa karena ternyata yang mengiriminya pesan adalah Akane. Gadis itu menanyakan keberadaan Takashi dan mengatakan ada hal penting yang ingin disampaikannya. “Aku tidak ingin melanjutkan hubungan ini. Selama ini kita terlalu bebas. Jangan temui aku lagi,” gumam Takashi sambil mengetikkan kalimat yang barusan dilontarkannya. Setelah mengirimkan pesan tersebut, Takashi langsung memblokir kontak Akane. Ponselnya menari-nari karena getaran tanda pesan masuk. Takashi tidak memedulikannya. Entah kenapa ia merasa sangat sedih saat ini. Ada rasa yang tiba-tiba datang. Rasa yang sulit dijelaskan karena dirinya tak mengerti. Semua terasa bercampur aduk. *** Baru saja Takashi akan memejamkan mata, ponselnya kembali bergetar. Ia sangat berharap chat yang masuk itu bukan dari Akane lagi. Benar saja, ternyata pesan tersebut berasal dari nomor ponsel Jill. [Ume-san. I just answered your chat. Sorry. We are Ok.] [Yes. Fitri changed her number] [She is very busy] [By the way, after graduation. She’s going to marry] Pesan beruntun dari Jill itu membuat Takashi mengernyitkan dahi. “Suada-chan akan segera menikah? Apa hubungannya dengan saya? Lalu, kenapa Jill mengatakan pada saya?” gumam Takashi bingung. Ia mencoba menelepon si gadis bule itu, tetapi Jill tak menjawab. Takashi pun mematikan ponselnya. Ia terlihat kesal dan memutuskan untuk tidak menghubungi Fitri lagi. Ia merasa gadis itu sedang menghindarinya tanpa alasan yang jelas. "Jangan-jangan Suada-chan berpikir bahwa aku menyukainya. Padahal aku, kan, hanya ... akh ... sudahlah, lebih baik aku tidur saja.” Takashi mengempaskan tubuhnya ke tempat tidur dengan kasar. *** Fitri tak bisa tidur nyenyak. Matanya terasa sangat mengantuk, tetapi pikirannya tak tenang. Wajah Takashi terus-menerus mengganggu pikirannya. Sebentar-sebentar ia duduk, tidur lagi, bangun lagi. Jill yang baru saja tertidur setelah menyusui bayinya ikut terbangun. “Fitri, kamu kenapa?”tanya Jill heran. “Tidak apa-apa, Jill.” Fitri menjawab pertanyaan Jill dengan nada tak bersemangat. “Kamu selalu bilang tidak apa-apa. kamu berbohong. Kamu kelihatan banyak masalah akhir-akhir ini. Tepatnya semenjak kamu dan Ume-san ....” “Stop! Tidak usah teruskan. Ayo tidur lagi sebelum Ken yang membuatmu harus bangun,” ujar Fitri segera mengempaskan tubuhnya ke tempat tidur dan berusaha untuk terlihat tidur oleh Jill. *** Salju masih turun. Takashi menghidupkan tungku penghangat. Dilihatnya sang nenek masih sibuk dengan rajutan. Sudah beberapa bulan ini dirinya berada di Kyoto bersama wanita tua itu, hampir setiap hari ia melihat sosok yang dipanggil ‘obaachan’ itu merajut. Hari ini Takashi sangat bahagia karena ia telah meresmikan cinta pertama dan disaksikan oleh sang nenek. Namun, entah kenapa ia merasa bahwa hatinya mengatakan bahwa ia belum benar-benar bahagia. Ada sesuatu yang berarti yang meninggalkan hatinya. Entah apa lagi yang lebih berarti selain cinta pertamanya itu. Apa lagi? Ia sendiri tak tahu. Ruangan sudah mulai terasa hangat karena api dari tungku yang dihidupkannya sudah mulai bereaksi. Takashi memandang keluar jendela. Sepasang anak kecil tengah membuat yukidaruma. Ingatannya tertuju pada kenangan saat dirinya dan Fitri membuat boneka salju dengan ceria. Wajah Fitri yang menggambarkan kebahagiaan terus mengganggu imajinasinya. Tiba-tiba ada rasa yang menyesakkan dadanya. Entah bagaimana ia tiba-tiba teringat pesan dari Jill beberapa bulan lalu mengatakan bahwa Fitri akan segera menikah. Ia merasa sangat kehilangan. Kenapa begitu? Bukankah ia tak menyukai Fitri? Bagaimana ia harus merasa kehilangan? Kenapa tiba-tiba ia merasa ada kerinduan terpendam di hatinya? Kepada siapa? Akane? Ia tak mencintai gadis itu. Lalu? Fitri? Tak mungkin. Ia tak jatuh cinta pada Fitri. Ia hanya mengagumi gadis itu. Lalu kenapa tiba-tiba hatinya tak menerima bila seandainya gadis berkebangsaan Indonesia itu benar-benar akan menikah? Takashi yang menyadari dirinya tengah terpana segera bangkit dan tanpa pikir panjang ia berpamitan pada sang nenek. “Mau ke mana kamu?” tanya sang nenek sejenak menghentikan kegiatan merajutnya. Wanita tua itu mengarahkan pandangan sejenak ke luar jendela, memandangi salju yang masih turun. Ia heran melihat cucunya yang buru-buru ingin pergi. “Aku ingin menemui temanku.” Takashi meraih sweter abu-abu yang tergantung di belakang pintu keluar dan mengenakannya. Meskipun dirinya sangat mudah diserang flu ia tak peduli. Hal terpenting baginya adalah menemui Fitri. “Salju di luar sangat tebal, jalanan sangat licin, ” tukas sang nenek. “Tidak apa, Obaachan. Aku akan memasang rantai di roda mobilku.” Takashi segera meninggalkan neneknya itu. *** Note : Tujuan pemakaian rantai di roda adalah supaya jalanan tak terlalu licin saat dilalui kendaraan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN