Chapter 9

1150 Kata
Setelah mempertimbangkan dengan seksama, dan juga bertapa semalam suntuk, akhirnya ... jeng ...Jeng ....jeng ! Devan memutuskan Arini boleh bekerja. Awalnya Devan ingin Arini yang menjadi sekretarisnya. Tentu saja ditentang Papi yang tidak ingin urusan rumah tangga membuat pekerjaan Devan kacau. Papi tahu banget kalau Devan bucin tingkat akut. Mana Arini lagi lupa ingatan. Takutnya bukan grepein kertas, eh, malah grepein Arini, yang akan berakhir dengan Arini yang mengamuk bak macan sakit gigi, kalau lagi marah. Apalagi Arini cuma tamatan Sekolah Menengah Atas. Sedangkan Cakra Buana adalah perusahaan besar. Apa kata dunia ? walau menantu sendiri, Papi tetap harus profesional. Akhirnya, si mbak Arini, mantu kesayangan kanjeng Mami Mila ditempatkan sebagai Office Girl yang bertugas membersihkan ruangan Papi. Loh ...ruangan Papi ? kok bukan ruangan Devan ? Mami sudah janji, kalau Arini akan bekerja yang tidak bertemu Devan. Office Girl tidak akan sering bertemu Devan. Jadi cara satu-satunya adalah Rini khusus membersihkan ruangan Bos besar, yaitu Papi. Devan tentu saja cemberut, mana bisa dia melihat Arini bekerja tidak di dekatnya. Tapi titah Kanjeng Mami tidak bisa dilawan. "Mami curang," kesal Devan sebelum berangkat ke kantor. Mami hanya tertawa, ogah mengalah. Sedangkan Arini berangkat ke kantor diantar supir. Sebenarnya Arini, sudah menolak berangkat bersama supir, dan akan naik ojek saja, tapi Devan mengancam akan membatalkan persetujuannya, agar Arini bekerja. Mau tidak mau Arini mengangguk setuju, daripada harus semobil bersama Devan dan juga dipecat sebelum bekerja. Devan tiba di kantor, disambut senyum manis Lala yang kebetulan juga baru sampai. Semua interaksi mereka terlihat oleh Arini yang tidak berapa lama tiba. "Kemarin Mak lampir sekarang kuntilini," gumam Arini yang entah mengapa tidak suka melihatnya. Walau sedang lupa ingatan, tetap saja rasa cemburu itu mengakar kuat. Bukannya gugup, Devan malah terlihat sengaja membuat Arini berpikir aneh tentangnya dan Lala. Siapa tahu ia bisa menggali emosi Arini dari sini. Tapi, semisal Arini biasa saja dan tidak peduli, maka tentu saja Devan yang bakal gigit jari. Bukannya cemburu yang didapat malah Lala yang makin agresif. Devan tersenyum manis melihat Istrinya. Apalagi wajah jutek Arini membuat sesuatu berdiri. Rasanya Devan ingin menggendong Arini dan membawanya pulang. Dia akan mengiyakan keinginan Arini untuk bikin adik buat si kembar. Tapi itu hanya khayalan, karena Arini lagi lupa sama anda, bapak Devan ! Sedangkan Arini yang disenyumi, malah menatap tajam ke arah Lala. "Aduh ... kenapa aku kesal ? apa itu sisembak beneran mbak kunti,ya ?" gumam Arini sambil melangkah memasuki gedung megah tersebut. Setelah melihat Arini menjauh, Devan bersikap biasa kembali. "Kenapa pagi sekali ?" Tanya Devan sambil melangkah masuk ke dalam gedung tersebut. "Hadeh ... namanya pekerja, ya harus pagi dong Pak Devan. Saya pekerja profesional," ucap Lala sambil menjejeri langkah Devan. Dia datang untuk membahas proyek mereka. Walaupun sudah berulangkali Devan mengatakan, agar langsung berkonsultasi pada orang kepercayaannya , tetap saja, Lala ingin Devan yang langsung diajaknya diskusi. Apalagi dia tidak mau kecolongan lagi oleh Jihan, yang hendak menyabotase pekerjaannya hanya karena ingin dekat dengan Devan. Devan malas menanggapi dan hanya mengiyakan. Otaknya saat ini memikirkan Arini yang mulai bekerja, sehingga tiap perkataan Lala, seperti nyamuk yang berdengung. Beberapa pekerja yang mengenal Arini sudah diberitahu oleh asisten Devan maupun Papi. Mereka diberitahu tentang keadaan Arini saat ini. "Heh anak baru .... santai banget kayak di pantai ! itu bereskan pekerjaan yang belum selesai !" seorang wanita tampak membentak Arini yang sedang duduk sambil makan mie gelas. Makan siang tepatnya. Setelah membersihkan ruangan Bos Besar untuk yang kedua kalinya setelah pagi tadi. "I ..iya Bu," ucap Arini kaget lalu segera berdiri untuk mendekat. "Tolong belikan makanan di restoran seberang jalan. Kalau kurang, tambah dengan uangmu dulu," ucap si wanita yang tampil cantik dengan pakaian kerjanya tersebut. Dalam hati Arini ingin tertawa, karena bibir si embak tampak nyonyor, kayak habis ditonjok. Mungkin lip fillernya overdosis. Arini terlihat tertawa pelan, membayangkan badut. "Kenapa tertawa, kamu ngejek aku ya !" si wanita terlihat tidak suka. "Eh ...enggak, bu, itu ada cicak berantem di dinding," jawab Arini ngasal. "Cepetan pergi, enggak pakai lama ya ! kalau Lama, awas aja kamu !" si wanita dengan gaya angkuh meninggalkan Arini yang mengelus d**a. "Eh ...satu lagi !" Arini terlonjak kaget, karena si mbak filler muncul lagi. "Jangan bilang kalau aku yang nyuruh beli makan. Kalau sampai ada yang tahu kamu beli makannya untuk aku. Siap -siap aja dipecat !" Si mbak nyonyor and Filler memberi ancaman yang dibalas anggukan Arini. Lumayan, anak baru bisa disuruh-suruh, batin si embak senang. Setelahnya, Arini segera buru-buru mencari keberadaan restoran yang dimaksud. Arini tidak menyadari jika Devan memperhatikannya dari jauh dengan kening berkerut. Devan mengambil ponsel dan menghubungi seseorang. "Awasi Istriku, pastikan ia selalu baik-baik." Setelahnya, Devan mematikan sambungan teleponnya. Arini yang telah selesai membelikan pesanan di embak filler, segera kembali lagi ke kantor dengan langkah tergesa-gesa. Brugh ! "Aduh maaf ... maaf...," ucap Arini karena telah menabrak seseorang saking terburu-buru, takut si embak marah, berakhir dia dipecat. Hadeh ... polos banget Rini !!! "Eh ... kamu ... gadis itu ?" Arini mendongak untuk melihat siapa yang saat ini menyapanya. Tapi dia tidak ingat siapa pria tampan di depannya ini. "Kamu gadis yang waktu itu menolong aku, 'kan ?" Arini mencoba mengingat, karena beberapa waktu lalu yang dia tolong adalah pria dengan wajah babak belur, bukan pria tampan di depannya. "Maaf, sepertinya anda salah orang," ucap Arini pada si pria dan hendak melangkah masuk ke dalam kantor. "Aku tidak salah, aku masih ingat banget wajah cantikmu, nona," ucap si pria menghentikan langkah Arini. Si pria berjalan mendekati Arini. "Kamu tidak ingat, pernah menolongku di jalanan ? saat itu, mobil yang kau tumpangi hampir saja menabrakku yang sedang terluka." Si pria mencoba menggali ingatan Arini. "Oh ...iya ! aku ingat sekarang ! kamu yang mukanya babak belur itu kan ?" Arini sudah mulai ingat, karena saat itu bajunya terkena darah si pria. Si pria tertawa senang, karena Arini sudah ingat padanya. "Kamu kerja disini ?" tanya si pria yang membuat Arini segera menepuk jidatnya karena ingat si mbak filler yang sedang menunggu makanannya. "Saya masuk dulu, nanti ngobrol lagi ? Eh ... kamu juga office boy disini ya ?" tanya Arini sebelum pergi, melihat si pria yang mengenakan pakaian seperti dirinya. Si pria garuk-garuk kepala sambil mengiyakan pertanyaan Arini. "Sampai jumpa lagi, aku masuk dulu," ucap Arini lalu berlari pelan masuk ke dalam. Meningglkan si pria yang tidak lain adalah Aryan yang saat ini tersenyum sendiri. "Pucuk dicinta ulam pun tiba, gak perlu susah-susah nyari, malah bertemu disini. Apakah ini yang namanya jodoh ?" gumam Aryan sambil terkekeh pelan. Ada gunanya juga dia memakai seragam office boy untuk sekedar menyamar, karena ingin bertemu CEO Cakra Buana yang dinginnya imut-imut kayak es serut. "Sampai jumpa lagi nona cantik, sekali mendayung dua pulau terlampaui," gumam Aryan sambil melangkah pergi, tidak jadi bertemu CEO menyebalkan yang malah mengusirnya karena sedang sibuk. "Hadeh ...bodoh, aku lupa tanya namanya !" ******* Kiss Jauh dari Author kontrak sudah turun, so ...Mari kita lanjut kisah ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN