Chapter 8

1070 Kata
Malam menyapa Arini sedang menemani si kembar belajar. Entah mengapa ia senang kala bersama dua anak kembar tersebut, tanpa menyadari jika Ryu dan Ray adalah putranya sendiri. Sedangkan Ryu dan Ray tidak rewel untuk selalu diperhatikan karena tahu Ibu mereka sedang sakit. Hanya saja, sesekali Ray terlihat sedih karena merasa Ibunya berbeda sikap. Sementara itu, tampak Mami Mila yang berada di ruang kerja Devan. Letak ruang kerja Devan, berada di dalam kamar pribadinya. Semua itu Arini yang mengatur, karena ia malas ditinggal jika Devan sedang sibuk. Devan si raja bucin, tentu saja menuruti keinginan Istri cantiknya tersebut. Kembali pada Mami, beliau akan membicarakan perihal permintaan Arini yang ingin bekerja. Hal ini sudah dibicarakan bersama Papi, untuk meminta pendapat. Papi seperti biasa, akan menuruti keinginan Mami selama itu tidak aneh-aneh. "Arini ingin bekerja." Mami membuka percakapan sambil duduk di sofa empuk dekat jendela. Devan sedikit terkejut akan ucapan Maminya. "Mami kok bilang gitu ? apa Arini yang meminta ?" tanya Devan pada Maminya. "Kamu 'kan tahu, kalau Arini itu menganggap jika dirinya adalah gadis sembilan belas tahun yang baru lulus sekolah menengah atas, sehingga perlu bekerja bukannya meminta ingin kuliah. Dia tidak ingin merepotkan Bi Sumi, atau bergantung padamu. Walau lupa siapa kita, tapi sifatnya tidak berubah." Mami menatap putra sulungnya itu. Sedangkakan yang ditatap tampak serius berpikir. "Apakah masalah jika aku tidak mengijinkan ?" tanya Devan meminta pertimbangan dari Mami. "Tentu saja akan menjadi masalah. Karena saat ini, Arini sedang lupa pada kita. Jika kamu tidak menuruti keinginannya, akan membuat dia menjadi kesal. Manjakanlah dia dengan menuruti semua keinginannya, sehingga hatinya merasa senang. Buatlah Arini jatuh cinta lagi padamu," ucap Mami menasehati sulungnya tersebut. Devan tampak berpikir. "Pikirkanlah, jangan ambil keputusan dengan tergesa-gesa. Mami akan selau mendukung setiap langkahmu. Karena Mami sangat tahu bagaimana putra Mami ini," ucap Mami lagi lalu berdiri dari duduknya hendak keluar dari ruang kerja Devan. "Dengan dia bekerja, kamu akan lebih mudah mengawasi dan juga mendekatinya. Buat Arini kembali mencintaimu walau dengan ingatan baru," ucap Mami sebelum benar-benar keluar dari kamar Devan. Sedangkan Devan tampak merenung memikirkan ucapan Maminya. Setelah selesai dengan pekerjaannya. Devan segera keluar kamar untuk menemui anak-anaknya. Tampak mereka sudah selesai belajar dan sedang bermain menyusun lego sebelum tidur. Sedangkan Arini, tampak tertidur di sofa karena capek menunggui dua bocah aktif. "Papi." Ryu dan Ray segera menghambur ke pelukan Devan. "Senang belajar sama Ibu ?" tanya Devan yang dibalas anggukan kompak si kembar. "Tapi sampai kapan Ibu lupa sama kita ?" tanya Ray dengan wajah sedih. Ia adalah bungsu yang sangat manja sekali pada Ibunya. Sehingga rasanya sedih ketika melihat Ibunya tidak sehangat dulu. "Ibu akan segera ingat lagi pada kita. Makanya berdo'a dan juga selalu senengin hati Ibu." Devan berbicara sambil mencium puncak kepala putra kembarnya tersebut. Setelahnya, ia menemani mereka hingga tidur lelap. Setelah memastikan putranya sudah tidur, Devan segera menggendong Arini untuk dipindahkan ke kamar mereka. Ya, ke kamar mereka. Biar saja Istrinya ini akan mencak-mencak saat bangun pagi nanti. Yang penting ia bisa tidur nyenyak dengan memeluk Arini. Arini menyarukan kepala ke leher Devan. "Hmm ... Mas Devan," gumam Arini di alam bawah sadarnya. Tiba-tiba Arini membuka mata, mengumpulkan nyawa lalu melihat dimana dirinya. "Turunin !" Pekik Arini sambil berontak hendak turun dari gendongan Devan. Akhirnya Devan mengalah dan menurunkan Arini. "Bapak m***m !" ucap Arini lalu berlari menuruni tangga menuju kamarnya. Meninggalkan Devan yang menarik nafas panjang, karena ia tidak akan bisa tidur jika seperti ini. Akhirnya Devan masuk ke dalam kamarnya. Drrrttt ! Ponselnya bergetar, satu panggilan masuk. Cepat ia mengangkatnya karena itu sangat penting. Keningnya berkerut, dengan wajah memerah menahan marah mendengar apa yang dibicarakan oleh lawan bicaranya. Hingga beberapa saat setelah sambungan terputus, Devan segera memakai bajunya dan keluar dari rumah. Devan mengendarai mobil, hingga beberapa saat, ia tiba di tempat yang ingin dituju. Tampak sosok pria dengan lengan yang masih diperban, tersenyum melihat kedatangan Devan, yang saat ini sudah mengenakan topeng goblin. "Ryuu, apa kabar ? aku tidak menyangka, kedatanganku tadi siang, malah disambut serangan dari anak buahmu," ucap si pria menatap tajam ke arah Devan yang saat ini berdiri sebagai Ryuu. "Kamu masuk ke wilayah terlarang, jadi wajar jika mereka menyerangmu," jawab Devan aka Ryuu dengan santai. Si pria tertawa pelan. "Aku datang ingin bekerjasama, tapi anak buahmu telah salah sangka." Si pria masih membela diri. "Sudahlah, aku malas dengan basa-basi. Kamu berniat bekerjasama tapi sekaligus menyelidiki pergerakanku, Pak Polisi." Ryuu menatap tajam pada lawan bicaranya yang tertawa pelan. "Hahaha ... aku penasaran saja, aku hanya ingin tahu mafia yang menyusup di dalam badan kepolisian dan bekerjasama denganmu. Tapi, aku mendapat petunjuk, jika kegiatan ilegal jual beli senjatamu hanya untuk perlindungan diri, bukan untuk membunuh lawan." Si pria yang dipanggil pak polisi tadi menatap Devan tajam. "Aku hidup di dunia yang kejam. Jadi aku memerlukan tameng untuk melindungi diriku dan juga anak buahku. Tidak ada praktik pembunuh bayaran. Semua sudah berakhir. Kami menjalankan bisnis legal, sedangkan pasokan senjata, itu sangat kami butuhkan sebagai tameng." Ryuu membalas tatapan tajam si pria dari balik topengnya. "Baiklah, aku harap kita bisa bekerjasama dengan baik dalam hal ini. Aku akan melaporkan apa adanya. Tapi, jika aku mengetahui kamu dan anak buahmu adalah orang yang berada dibalik kematian salah seorang penting di jajaran kami, aku tidak akan segan-segan untuk mengejarmu. "Hahaha ... aku tidak suka berlari jika aku salah. Tapi jika aku benar, maka aku lah yang akan menghabisimu dengan tanganku sendiri jika kau mengusik organisasiku dan juga anak buahku, Pak Aryan yang terhormat," ucap Ryuu tenang tapi penuh penekanan. Sedangkan yang diajak bicara tampak tersenyum. Tidak menyangka jika Ryuu mengetahui namanya tanpa perlu ia memperkenalkan diri. "Jadi, langsung pada inti tidak usah berputar." Ryuu ingin langsung pada inti pembicaraan, karena tidak ingin polisi yang bernama Aryan itu berbicara terlalu banyak. "Bantu aku mengungkap pengkhianatan salah satu petinggi yang sudah aku curigai sejak awal. Kau dekat dengan mereka." Aryan mengungkap maksudnya. "Aku tidak bisa mengkhianati teman, kecuali dia yang membuka kecurangannya. Kau bisa masuk celah itu untuk menangkapnya, aku akan mengatur bagian awal, dan sisanya kau selesaikan sendiri tanpa membawa namaku," balas Ryuu lalu segera pergi meningglkan si pria yang tampak terdiam. Aryan teringat kejadian tadi siang. Dirinya hampir saja meregang nyawa karena kecerobohannya sendiri. Untung ada gadis cantik yang telah menolongnya. Aryan tersenyum, ia berharap bertemu gadis cantik itu lagi di suatu kesempatan. Tentu saja ia juga berharap, si gadis belum ada yang memiliki. Gadis cantik ? apa Arini ? aku tertawa dulu ya .... Hahaha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN