CHAPTER 03

1642 Kata
Lampu sorot dari kamera mampu menyinari wajah putih mulus ber-make up tipis namun tetap bersahaja itu. Sudah sekitar satu jam ia memamerkan wajahnya demi menjual barang dari hasil endorse yang ia dapat. Hari ini ia harus berfoto dengan pakaian santai, bando, dan beberapa kacamata. Cukup melelahkan namun rekeningnya akan penuh. "Mom, done?" Jari lentik Rhealine Netteri Gideon itu berayun, merapikan anak rambutnya yang mulai basah karena keringat padahal ia melakukan sesi foto di taman belakang rumahnya. "Done, Honey." Adina mengacungkan ibu jarinya, ia sempat mengecek tablet di tangan sebelum mengatakan kalimat, "Thanks for today." "Thanks for today." Akhirnya Rhea bisa beristirahat. Ia melangkah menuju kursi panjang taman dekat kolam renang untuk duduk di sana. Meminum air putih yang sudah disiapkan sang Mama. "Deenan, thanks for today," ucap Adina pelan pada cowok berseragam SMA yang sudah ia anggap sebagai putranya sendiri. "Oke, Tante Di. Deenan pamit ya." Rhea bisa melihat sang Mama mengecup pipi seorang photographer andalan jika harus berfoto dengan barang endorse. Deenan Jevino Argadhika memang masih saudaranya dan Adina menginginkan Rhea dipotret oleh orang yang ia kenal. Sekalian diawasi. "Lapar, Mom. Daddy kapan pulang?" tanya Rhea setelah Adina bergabung dengannya. Setelah mengantarkan Deenan keluar pintu, Adina melirik putrinya lalu menjawab, "Mungkin lima belas menit lagi." "McD, Mom." "Nggak boleh makan yang seperti itu terus. Inget, badan kamu harus bagus, Rhe." Rhea hanya bisa mendesah, menurut walau bosan. Di satu sisi ia senang memiliki Mommy seperti Adina yang sangat tahu fashion dan tidak norak---karena kebetulan Adina adalah seorang desainer--- namun di sisi lain, Rhea juga ingin menikmati makanan siap saji seperti gadis seumurannya. Tapi Rhea yakin Mamanya itu hanya ingin agar berat badannya tetap terjaga. Rhea juga tak mengerti mengapa Adina masih terlihat sangat cantik diusianya yang mungkin sudah tidak muda lagi. "Mama ambilkan kentang dan kacang polong ya, Rhe? Tunggu." Rhea hanya mengangguk saat Adina bergegas pergi ke dapur untuk membawakan makanan biasa yang harus masuk ke perut Rhea. Jangan berkhayal ia bisa makan bakso di pinggir jalan. Hanya jika di kantin sekolah saja Rhea bebas jajan, apabila sudah di rumah semua makanan yang bisa ia nikmati berada dalam pengawasan sang Mama. Sambil menunggu Adina datang, Rhea membuka aplikasi i********: untuk mengecek notif. Dua jam yang lalu ia mengunggah satu foto dan Rhea yakin akan ada banyak komentar. Entah itu positif atau tidak terlalu positif alias buruk. Kebiasaan Rhea, ia tak mau ambil pusing untuk komentar-komentar jahat yang dikirimkan untuknya. Meski terkadang Rhea kesal, namun ia tak bisa membuat semua orang---khususnya di media sosial--- untuk menyukai dirinya. Yang bisa Rhea lakukan hanya tertawa. Sesekali Rhea ingin tahu apa yang ada di pikiran user yang hobinya melontarkan komentar kasar. Apa mereka tak menyesal setelah menyakiti orang lain lewat tulisannya? Apa hidup mereka tenang setelah menghujat? Kasihan, waktu mereka terbuang untuk mengurusi sesuatu yang katanya mereka benci tapi tetap mereka ikuti. Jobless. Boleh kesal pada sesuatu. Boleh tidak suka. Boleh tak satu pemikiran. Tapi bukan berarti hal itu menjadikanmu bebas meluapkan segala sesuatu yang dirasakan dengan cara mem-bully seseorang pada sosial medianya atau di kehidupan nyatanya. Dengan melontarkan komentar negatif, tidak membuat orang yang dibenci langsung berubah menjadi malaikat dalam hitungan detik. Ya, tapi kembali lagi pada kenyataan: pro dan kontra di sosial media itu akan selalu ada. Rhea punya dua ratus ribu pengikut di Instagramnya, membuat ia diperhatikan banyak orang sehingga mendapat komentar jahat seperti itu bisa saja selalu terjadi. Rhea tak pernah melayani mereka semua. Jika ada komentar atau pesan-pesan yang menganggunya, Rhea akan langsung block saja. Percayalah, mereka yang senang mengusik atau mengomentari kesenangan orang lain, mungkin alur hidup mereka boring. Tidak asyik sehingga senang mencampuri urusan makhluk lain. Tak usah diambil pusing. Jika kau sedih, itu malah menjadi kekuatan mereka. Jika kau jatuh, memang itu lah rencana mereka. Membuatmu buruk, padahal mereka tak lebih baik. Atau bisa saja mereka sangat jauh di bawahmu. Berbahagialah, agar mereka yang tak suka semakin merasa menderita. ❄ "Rhealine, jadi bagaimana?" Laki-laki dewasa dengan kemeja merah maroon yang sudah ia lilit lengannya itu menunggu jawaban dari model terbaiknya tahun ini. "Aku harus tanya Mommy aku dulu, Om." "Oh oke, nggak masalah." "Kak Liura nggak mau ambil pemotretan sama bikini, ya?" Rhea bertanya sambil menatap sepasang gambar baju renang seksi berwarna hitam. "Ini cute banget dan pasti pas di tubuh Kak Liura." "Liura merasa perutnya buncit akhir-akhir ini jadi dia nggak berani pakai, Rhe. Nih, badan kamu kan bagus, cocok menggantikan Liura." Rhea sebenarnya mau-mau saja memakai apa pun saat pemotretan karena menurutnya Rhea punya badan yang bagus dan harus total jika memang ingin menjadi model profesional sekelas Gigi Hadid atau Kendall Jenner. "Aku punya kesempatan dikirim ke agensi yang di Paris kan, Om?" Toro mengangguk pada pertanyaan Rhea. "Tentu, Rhea. Om sudah berkata pada direktur agensi kita bahwa kamu sangat berbakat. Buktinya, baru satu tahun masa trainee kamu sudah sebagus ini." Bisa pemotretan dan menjadi model di Paris adalah cita-cita Rhea sejak kecil. Ditambah karena Mamanya seorang desainer terkenal pula, Rhea semakin mantap pada mimpinya itu. Meski banyak yang mencibir karena Rhea berada di bawah naungan agensi Right Boom---seperti label Victoria's Secret---namun Rhea tak pernah merasa malu. Orang-orang yang tak mengenalnya berkata bahwa Rhea menjual tubuhnya di depan kamera, tapi bagi Rhea ini lah yang disebut hobi. Setidaknya, Rhea hanya pemotretan dengan baju terbuka, tidak tidur dengan Boss atau Om-om. Kasarnya, Rhea masih menjaga mahkotanya meski sering berpakaian seksi. Yang terpenting, keluarga Rhea mendukung kariernya dan Rhea bahagia. Masa bodo dengan pandangan orang-orang. "Aku akan bicara sama Mama dulu ya, Om. Semoga dikasih izin," kata Rhea membuat Boss-nya tersenyum. "Kamu tahu kan agensi kita ada cabang di Seoul? Akan ada model baru yang dikirim ke Indonesia." "Why, Om? Bukannya kalau dia jadi model di Seoul kariernya lebih terjamin?" tanya Rhea. Toro mengangkat bahunya. "Om tidak tahu, Om hanya diminta Boss menyampaikannya padamu. Karena model dari agensi Seoul umurnya di bawah kamu satu tahun. Model di agensi kita yang masih sekolah hanya kamu. Kamu juga bisa bahasa Korea, kan? Maka dari itu Boss minta Rhea yang mengajari dia selama punya job pemotretan di Indonesia." Rhea menunjuk dirinya sendiri, bingung. "Aku cuma suka nonton drakor, Om. Bisa sih bahasanya, tapi dikit-dikit aja." "Anak baru ini juga sudah belajar Indonesia, kok. Jadi pasti kamu nggak akan kesulitan." Akhirnya Rhea mengangguk. "Oke deh kalo itu maunya Boss." ❄ Saat Rhea sedang melangkah menuju koridor sekolah yang ramai karena hari ini Mahardika ulang tahun, ia melihat sepupunya sedang kesulitan melayani fans. Sebut saja begitu. "Rame banget ada apa ya?" sindir Rhea langsung sambil menaruh tangannya pada bahu Deenan. Para siswi yang semula ingin menyapa salah satu cogan di Mahardika itu langsung kikuk. Rhea dan Deenan ibarat Spongebob dan Patrick, satu paket sehingga jika ingin dekat dengan Deenan kalian harus baik kepada Rhea. Jika tidak, jangan harap kalian kena notice Deenan. Sepupu lengket, itu julukan mereka berdua. "Hai, Kak Rhea!" kata para siswi. Caper. "Hai, juga." Untungnya Rhea tidak sejudes Shaenette---kembaran Deenan---karena Rhea selalu membalas sapaan meski ogah-ogahan. "Masih pagi, gangguin Deenan-nya nanti aja. Bubar ya, please?" Mereka menurut begitu saja pada ucapan Rhea meski masih ingin berbincang dengan si tampan Deenn yang misterius. Mereka gencar mendekati Deenan karena berpikir ketua mading itu masih jomblo. Deenan memang menyembunyikan pertunangannya meski Danie terang-terangan selalu mengintilinya. Dan siswi Mahardika lebih percaya kepada Deenan daripada Danie. "Thanks," ujar Deenan, pelan. "Makanya lo jujur aja napa kalau udah punya tunangan, biar nggak digangguin cewek-cewek terus!" Rhea gemas pada kelakuan sang sepupu. Deenan malah bertanya, "Lo udah sarapan?" "Lo udah nanya Danie?" Alis Deenan naik sebelah, "Kok ke dia-dia?" "Jangan bilang lo nggak pernah chat nanyain Danie udah sarapan?" Deenan menggeleng. "Ngucapin selamat pagi?" tanya Rhea serius. Deenan menggeleng lagi. "Bilang 'I love you, Babe. Enjoy today, yaaaa!' gitu-gitu nggak pernah?" "Nggak lah, Rhe. Apaan sih?" "What the f**k dong, Deen!" Rhea menepuk bahu Deenan tidak terima. "Dalam kamus percintaan, lo itu failed banget jadi pasangan!" "Rhea---" "Nggak bisa gini!" Rhea memotong dengan ekpresi galak. Tangan kanannya terulur pada Deenan meminta sesuatu. "Sini HP lo. Cepet!" "Buat apa?" Meski enggan, namun Deenan tetap mengeluarkan benda tipis itu dari saku celananya. "Lo mesti diajarin biar gentle ya, Deen! Mengkhawatirkan banget sih lo!" Rhea terus mencerocos sambil mengetik sesuatu pada ponsel pintar Deenan. "Lo ngapain?" tanya cowok beralis tebal itu. "Menunjukan sama lo bagaimana caranya menghargai perempuan berstatus pasangan lo!" Setelah selesai, Rhea mengembalikan ponsel Deenan dengan tampang puas. Menggeplak kepala cowok itu lalu melangkah pergi menuju kelas. Meninggalkan Deenan yang menggeram di tempat ketika mengetahui apa yang dilakukan sepupunya yang nakal. Deenan : Good morning, Love! Danielle : Waaaaah!!! Morning too, Deen! Dih? Deenan mengernyit jijik. Pasti gadis bernama Danielle Fegaya itu sedang berhalusinasi sekarang karena mendapat pesan palsu. Deenan : Udah di sekolah? Danielle : Bentar lagi nyampe :)) Masih nggak nyangka Deenan chat duluan :))) Seneng :))) Deenan : Mulai hari ini, besok dan seterusnya Deenan bakal chat terus :) Deenan : Hati-hati di jalan, Danie. Love ya. See u di sekolah syg Lalu ponselnya bergetar lagi, kali ini menampilkan nama Rhea di layar. Rhealine : Gue tahu lo masih blm bisa nerima Danie. Tp Deen, Danie itu cewek. Kalo gue ada di posisi Danie, dicuekin sama cowok yg gue syg, gimana Deen? Lo rela gue disakitin kaya gt sm cowok? Nggak kan? Maka dari itu jgn terlalu kasar sama Danie. And for your information, kembaran lo juga cewek. Deenan : Accepted. Rhealine : Buat nggak kasar sama Danie? Deenan : Buat nggak nyakitin lo. Deenan : Tp lo baru aja nyakitin gue karena nggak jawab udah sarapan atau belum? Rheline : (o.o) Rhealine : Gue udah sarapan, Jevinooooo Deenan : Ok. Rhealine : Pulang sekolah nebeng ya Boss Deenan : Bareng Max atau Xeliv aja gue ada acara Rhealine : Siyaaaap Lalu Deenan berpindah pada satu chat lain. Entah keinginan dari mana tapi Deenan berhasil mengirimkan pesan pada Danie seperti ini: Deenan : Pulang skolah nanti bareng. Gue tunggu di parkiran. Jgn telat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN