Dentingan dari suara perlengkapan makan serta alunan lagu jazz mengalun indah dan juga seluruh ruangan terasa amat sangat nyaman. Menjadi atmosfer penenang untuk melepas penat jadwal keseharian bagi dua keluarga. Argadhika dan Gideon family menikmati makan malam mereka. Rutin, bisa satu bulan sekali atau dua bulan sekali. Tergantung waktu free mereka.
"Rhea, makannya itu aja?" Ghea, ibu dari si kembar Deenan dan Shaen mengeritik Rhea yang hanya memesan salad. Lebih tepatnya, menyindir ibu dari Rhea karena tidak memperbolehkan putrinya memesan makanan yang mengenyangkan.
"Rhea bakal kekenyangan kalo pesen steak kaya Shaen," timpal Adina kepada Ghea yang tak lain adalah sahabatnya sejak SMA.
"Kekenyangan atau takut anak lo gendut? Masih laper tuh dia."
"Nggak pa-pa kok, Tante. Rhea kenyang makan ini." Rhea mengangkat jempolnya sehingga Mama dari si kembar tidak berbicara lagi. Lalu Rhea menambahkan, "Lagian Rhea ada pemotretan minggu ini. Badannya harus bagus, Tante."
Deenan melirik kepada Rhea yang duduk di sebelahnya. Alis tebal Deenan naik, seolah ingin menanyakan sesuatu.
"Apaan?" Rhea ikut mengangkat alis karena merasa diperhatikan Deenan.
"Lo ambil pemotretan pake bikini itu? Seriously?" Terdengar sangat tidak bisa menerima, itulah nada Deenan saat ini.
"Ya emang kenapa? Itu emang kerjaan gue."
"Bikini two pieces itu seksi banget, Rhea. Dan itu bakal dimuat di majalah kan?"
Raut wajah Rhea berubah sewot. "Mami gue aja nggak ngelarang!"
"Sudah, sudah..." Adina langsung melerai, kebiasaan Deenan dan Rhea sejak kecil memang seperti ini. Ribut di meja makan jika beda pendapat. Tak ada yang mau mengalah.
"Tante ngizinin Rhea? Dia kemarin pemotretan pake rok super-super mini aja udah dapet banyak komentar buruk dari orang-orang, Tan." Deenan merasa kesal.
"Gue hidup nggak pake duit orang-orang, Deen!" timpal Rhea semkin sewot.
"Tetap aja, gue nggak setuju lo pemotretan pake bikini, Rhealine!"
"Ini demi karir gue, Jevino!"
"Persetan sama karir!"
"Deenan!" Jason yang sejak tadi memperhatikan keduanya cekcok langsung menggebrak meja. Untung mereka makan di ruangan private restoran sehingga tak akan ada pengunjung lain yang melihat.
"Kamu ini kenapa, Deen? Udahlah, biarin Rhea sama hobinya. Kamu juga punya hobi, kan?" Jason mencoba berkata dengan nada santai menghadapi dua kurcaci pemarah ini.
"Bener tuh, Om!" Rhea merasa dapat dukungan. "Kerjaan lo juga cuma cekrek-cekrek doang, Deenan. Segala lalat difoto. Kadang-kadang ibu kantin yang lagi rebus mie aja difoto. Nggak jelas!"
"Lo---" Deenan ingin membalas ocehan Rhea tapi orangtuanya kembali mengintrupsi. Sehingga Deenan hanya mendesah kalah dan langsung meminum jus jeruk miliknya sampai habis. Selera makan Deenan hilang.
Deenan tak bermaksud apa-apa, ia hanya khawatir. Rhea hidup di Indonesia, di mana sebagian besar orang-orang di sini itu hobi mengomentari apa pun sebelum tahu kebenarannya.
Cukuplah Rhea selalu kena bully karena berpakaian seksi. Deenan tak bisa membayangkan berapa banyak hujatan yang akan diterima gadis itu jika benar-benar berfoto dengan bikini.
Yang paling Deenan tidak suka adalah ketika foto seksi Rhea dipakai joke s*****l oleh para lelaki. Sangat amat tidak pantas.
Deenan kenal Rhea, ia tahu betul bahwa gadis itu bad hanya di luarnya saja. Rhea itu berhati baik dan berkelakuan manis. Hanya pergaulannya saja yang sedikit salah. Dan orang-orang yang sudah terlanjur benci padanya mana mau tahu sebuah kebenaran. Yang mereka yakini hanya satu: Rhealine Netteri Gideon itu buruk.
Maka dari itu. Sangat penting menilai seseorang dari semua sisi, bukan?
❄
Setelah mendapat chat yang Rhea anggap bukan apa-apa, gadis itu tak mau ambil pusing. Danie terlalu berpikir jauh dan sangat dangkal jika cemburu padanya. Meski mereka berdua bersahabat sejak kecil, namun gara-gara sebuah insiden tiga tahun lalu membuat mereka sekarang sangat jauh. Tapi seharusnya, Danie tak perlu khawatir Rhea akan mengambil Deenan. Apa-apaan? Memangnya Rhea dan Deenan melakukan hal apa sehingga Danie harus seperti itu?
Rhea sudah tahu bahwa Danie bukan alasan salah satu sahabat mereka---Gansa---meninggal. Tapi tetap saja, rasa kecewa tak bisa hilang begitu saja. Apalagi mengingat Danie kembali setelah pergi lama ke Belanda lalu dengan gampangnya diberikan maaf oleh semua orang.
Apa Danie tidak tahu selama dia pergi orang-orang yang gadis itu tinggalkan mengalami luka batin? Termasuk Rhea. Ia terlanjur meragukan Danie meski seantero sekolah bahkan keluarganya percaya bahwa gadis itu baik. Yang terjadi adalah salah paham.
Meski masih kecewa, tidak bohong bahwa Rhea ingin hubungannya dengan Danie kembali seperti semula. Shaen sudah bisa bergaul dengan Danie seperti tidak terjadi apa-apa sedangkan hati Rhea masih membeku. Belum bisa memaafkan.
Satu lagi yang Rhea tidak bisa bohong: meski belum sepenuhnya percaya lagi pada Danie, tapi dirinya adalah shipper nomor satu Deenan dan Danie. Bahkan sejak kecil, Rhea berharap kedua sahabatnya itu bisa menikah setelah dewasa. Itulah mimpi seorang Rhea kecil.
Karena dulu Deenan seperti tidak bisa hidup tanpa Danie. Berbeda sekali dengan sekarang. Danie seolah menjadi karbondioksida untuk Deenan. Membut Deenan mati secara perlahan. Rhea sadar itu. Ia bisa merasakan betapa Deenan juga masih belum bisa menerima Danie seperti dulu.
Tidak sadar Rhea mengeluarkan air matanya mengingat betapa runyam hidupnya kini gara-gara insiden tiga tahun lalu. Ia segera menghapus pipi basahnya, tak mau terlihat cengeng di depan makam Gansa.
"Gue nggak bisa lama-lama ya, Kak," kata Rhea setelah menaruh sebuket bunga lily di depan nisan.
Rhea bergegas dari sana, keluar dari area pemakaman untuk masuk ke mobil pribadinya. Menggunakan supir, Rhea langsung pergi ke bandara karena dirinya diberi tugas oleh Boss untuk menjemput model dari Seoul.
Menunggu di depan pintu kedatangan sambil membawa banner bertuliskan huruf hangul, Rhea menunggu dengan sabar. Entah apa isi tulisan yang ia pegang, Rhea tak bisa membaca huruf Korea.
"Annyeonghaseo..."
Suara seseorang terdengar dari belakang Rhea sehingga gadis itu reflek berbalik. Ia menemukan seorang cowok menggunakan kaca mata hitam tersenyum lebar padanya. Dan di detik berikutnya Rhea refleks menjerit. "KIM HYUN GI!"
"Noona! Aku menunggu lama sejak lima jam yang lalu, tahu!"
Aishhh... Jika tahu yang harus dijemput Rhea adalah orang ini, tak perlu tadi ia sengaja berdandan.
"Lo kenapa nggak bilang dapet job di Indo, sih? Sok-sokan banget pengen dijemput." Rhea tak memberikan pelukan, melainkan sebuah jitakan sebagai tanda selamat datang.
Jika kalian bingung mengapa Rhea bisa sangat akrab dan memakai bahasa nonformal kepada orang Korea, ini disebabkan karena Rhea sudah kenal lama dengan model cowok bernama Kim Hyun Gi. Sejak masih jadi trainee, mereka sudah kenal. Lewat i********: sih, tapi komunikasi mereka lumayan intens. Apalagi Yuggi---nama panggilan cowok itu---sedikit bisa bahasa Indonesia.
Yuggi terkekeh, ia membuka kacamata hitamnya. "Tolong sambut aku dengan benar, Noona."
"Oke," ujar Rhea bersemangat. "SELAMAT DATANG DI INDONESIA, ANAK AYAAAAM!"
"Ahhh... hajima!!! (jangan begitu)"
❄
Guru Astronomi sedang menjelaskan pelajarannya di depan kelas. Tentang bagaimana matahari dan bulan. Siang dan malam.
Tangan Danie tak mau berhenti dengan bolpoin yang ia pegang. Menggambar sebuah matahari dan bulan versinya. Tidak bagus karena Danie buruk dalam hal menggamar, tapi tetap saja Danie ingin mencoret-coret belakang bukunya. Kebiasaan jika ia mulai bosan.
Danie menuliskan nama Deenan di atas gambar matahari yang ia lukis lalu menulis namanya sendiri di atas gambar bulan. Seolah bertanda bahwa mereka satu angkasa, sama galaksi namun bersebrangan. Tak ditakdirkan bersama, mungkin? Lucunya, bulan terkadang pura-pura kesiangan hanya agar bertemu matahari pada pagi hari. Tapi lihatlah siapa yang paling egois. Tentu itu adalah matahari karena dia selalu memilih tenggelam bahkan sebelum gelap datang.
Bulan rindu, matahari enggan tahu.
"Dan, lo mau kabur?"
Lamunan Danie buyar saat Inge menepuk bahunya. Ternyata sudah masuk jam istirahat dan guru Astronominya selesai mengajar.
"Hah? Kenapa kabur?" tanya Danie dengan wajah bingung.
"Abis istirahat kan ulangan MTK, Dan. Males gue, belom belajar," timpal Shaen yang sudah berdiri sambil membawa tasnya.
"Bukannya kalau kabur nggak bakal dapet nilai?"
"Daripada ikutan tapi nggak ada soal yang bisa dikerjain? Mending kabur," ujar Inge santai.
Shaen menggeleng, membiarkan Danie tidak ikut. "Kita berdua aja, Nge. Dia anak baru ntar malah berabe. Yuk!"
Keduanya sudah pergi sehingga Danie bingung harus ngapain. Akhirnya ia memilih membawa buku paket Matematikanya ke kantin dan Danie langsung senang ketika melihat tunangannya berada di salah satu meja pojok. Bersama kawan Deenan yang lain.
Meski ditatap penuh selidik oleh siswi yang lain, Danie tidak gentar. Dia menghampiri Deenan dan duduk di sebelah Maxon, berhadapan dengan Deenan yang sedang menikmati siomay.
"Hai, Danie. Geng lo ke mana?" Yang dimksud Maxon adalah Shaen dkk.
"Kabur," celetuk Xeliv. "Gue liat mereka loncat lewat tembok belakang."
Danie mengiyakan omongan Xeliv. "Iya, katanya males ikut ulangan Matematika."
"Ampun kembaran lo, Deen!" Maxon berkomentar. "Ditinggalin Gavin ke Amerika malah tambah bringas."
"Biarin." Deenan hanya menjawab seperti itu dan matanya melirik kepada Danie yang berdecak beberapa kali sambil membaca buku paket. "Jawabannya A," kata Deenan tiba-tiba.
"Lho? Deenan tahu cuma liat soalnya doang?" tanya Danie takjub.
"Dari angka-angkanya aja udah ketahuan jawabannya yang mana." Deenan kembali memakai siomay, mencoba tak mendengar suara Danie yang rewel.
Bagi Deenan, tidak pintar dalam pelajaran adalah hal yang paling ia hindari. Kebodohan seseorang adalah hal paling merugikan maka dari itu Deenan tidak mau otaknya menjadi tumpul. Meski tentu saja Maxon lebih pintar karena alien itu juara umum di Mahardika, tapi nama Deenan berada di bawah Maxon. Secara harfiah, Deenan adalah runner-up di dalam daftar siswa berotak encer di sekolah ini. Sayangnya, Deenan lebih condong pada seni, sastra dan fotograpi sehingga tak pernah sekali pun ia ingin ikut olimpiade Sains atau Matematika padahal bisa.
Mungkin banyak murid tampan di Mahardika selain Deenan. Tapi dengan kelebihan otak encer, skil memotret dan mengedit video yang dewa sekali, serta mempunyai image 'siswa baik-baik', pantaslah jika cowok itu menjadi idola. Embel-embel 'mendekati sempurna' juga Deenan dapatkan karena sering sekali para guru meminta Deenan mengajar di kelas tambahan untuk siswa yang nilainya kurang.
Maxon dan Xeliv tiba-tiba saja izin ke kelas membuat Deenan berdecak karena hanya berdua saja dengan Danie.
"Deen, mau tolongin Danie nggak? Danie kan suka buat cake dan berniat dijual di sosmed. Tapi Danie nggak jago motret. Mau fotoin kue-kue Danie, nggak?" Danie memohon dengan puppy eyes.
Alis Deenan naik sebelah, "Kuenya baru mau buat atau..."
"Udah ada di rumah!"
Lalu, Deenan mengangguk.
"Itu anggukan buat apa?" tanya Danie bingung.
"Artinya oke, gue fotoin. Balik sekolah." Setelah itu Deenan pergi begitu saja namun Danie tak sakit hati karena ditinggalkan. Ia malah senang karena pulang sekolah nanti Deenan akan ke rumahnya.
Oh Spongebob, mari bernyanyi 'Pigaroo' bersama-sama!
❄
"Ada kue coklat, red valvet, nastar, brownis, donat. Pokoknya banyak!" Danie melaporkan apa yang ia kerjakan setiap hari setelah pulang sekolah. Meski mungkin Deenan sudah tahu bahwa Danie memang senang membuat kue, tetap saja gadis itu ingin cerita.
"Makasih ya, udah mah fotoin!" tambahnya.
Deenan menyindir, "Belum juga difotoin."
Karena mereka memang masih di jalan. Terjebak lampu merah padahal sebentar lagi sampai di perumahan.
Saat Danie akan mengoceh lagi, Deenan mengangkat tangannya agar gadis itu berhenti karena Deenan langsung keluar dari mobil begitu saja dan berlari dengan cepat menuju dua pengendara motor yang menyeret sebuah karung.
Danie ingin turun juga tapi tak berani. Ia hanya bisa melihat Deenan cekcok dengan dua pengendara itu karena ternyata mereka menyeret sebuah anjing.
"Kalau lo yang diseret kaya gitu, emang mau?!" Teriakan Deenan mampu membuat pengendara lain yang terjebak lampu merah ikut keluar dari kendaran mereka.
"Kalem, Man. Ini cuma anjing."
"Oh, kalau gitu sini lo masuk karung dan gue seret pake mobil gue. Lo kan cuma manusia nggak ada otaknya. Nggak berguna lo di dunia ini."
Deenan dan pengendara yang melakukan k*******n pada hewan itu hampir cekcok kasar jika tidak dilerai. Untung saja banyak pengendara lain yang memisahkan. Mereka menyuruh Deenan kembali ke mobilnya karena lampu akan berubah hijau sedangkan dua pengendara tak punya otak itu pergi sambil marah-marah. Anjing malang yang tadi diseret dibawa ke dokter hewan oleh seseorang berpakaian suster.
Deenan berjalan kembali ke mobil dan sepanjang pemuda itu melangkah, Danie merasa hatinya menghangat. Ia tahu Deenan memang seperti ini. Pemuda tampan itu punya rasa care tinggi terhadap sekeliling. Maka dari itu Danie tahan meski sikap Deenan sangat dingin padanya. Danie tahu bahwa sifat Deenan yang asli tidak seperti ini.
Jika kalian berpikir bahwa Danie bodoh karena masih saja menyukai Deenan meski Deenan tidak peduli pada Danie, silakan saja.
Danie tidak akan pergi. Tidak akan pernah.
Karena Danie tahu, dia sendiri yang membuat Deenan benci pada dirinya. Danie yang menciptakan es pada hati Deenan.
Dan menurut Danie, di dalam kisah ini yang pantas dibenci adalah dirinya. Bukan orang lain apalagi Deenan.