Stela sontak menghentikan langkahnya tanpa memutar badan. Kedua matanya nampak terpejam seraya menghela napas panjang. Kesalahan Akbar sudah jelas di sini, pria itu menyatakan perasaan kepada kakak iparnya sendiri, bahkan memprovokasinya dan mengatakan hal yang buruk tentang Jayden Cole suaminya yang notabenenya adalah kakak kandungnya sendiri. Meskipun begitu, Stela tidak akan menjabarkan apa yang tengah ia pikirkan. Dirinya tidak ingin urusannya dengan Akbar semakin runyam. Ia pun tidak mau kalau sampai terjebak di antara cinta segitiga yang akan membawanya tersungkur ke dasar jurang. Stela bukan w************n yang akan membagi hati terlebih kepada adik iparnya sendiri.
"Kenapa kamu diam aja, Stel? Jawab pertanyaan saya, salah saya apa?" Akbar mengulangi pertanyaannya membuat Stela seketika memutar badan lalu kembali duduk di kursi ruang makan.
"Kamu gak salah, Akbar. Cinta tidak dapat memilih kepada siapa dia akan berlabuh," jawab Stela seraya meraih gelas berisi air putih lalu meneguknya pelan. "Seperti yang aku katakan tadi, gak ada yang namanya teman antara laki-laki dan perempuan, tapi kalau Kakak dan Adik ipar tentu saja ada dan seperti itulah hubungan kita saat ini selama kamu bisa menjaga batasan di antara kita."
Akbar tersenyum simpul seraya menghela napas panjang.
"Selama kamu bisa menjaga batasan, aku gak keberatan dekat dengan adik ipar aku yaitu kamu." Stela melanjutkan ucapannya. "Aku mohon lupakan perasaan kamu, Akbar. Cinta yang kamu katakan itu cuma sepenggal kisah di masa lalu. Aku yakin ada banyak wanita di luaran sana yang lebih cantik dari aku, mereka gak akan nolak kamu ko. Kamu itu laki-laki sempurna."
"Tapi cuma kamu wanita yang saya inginkan, Stela. Cinta saya sama kamu gak sedangkal yang kamu kira," batin Akbar seraya menundukkan kepala.
"Kamu paham apa yang Mbak-mu katakan ini?" tanya Stela.
Akbar tersenyum lebar. "Iya, Mbak Stela. Saya paham," jawabnya. "Oke, mari kita jaga batasan. Saya adik ipar kamu dan kamu Kakak ipar saya, Mbak."
Stela seketika menghela napas panjang lalu menghembuskannya pelan. Rasanya lega sekali mendengar jawaban Akbar. Ia pun merasa bersyukur karena Akbar dapat mencerna dengan baik apa yang baru saja dia jabarkan. Tanpa ia sadari bahwa, Akbar tengah bersandiwara. Sikapnya saat ini hanya untuk menarik perhatiannya saja dan agar Akbar bisa dekat dengannya.
"Kamu gak ke kantor?" tanya Stela mencoba untuk bersikap santai meskipun masih sedikit merasa canggung.
"Ini saya mau ke kantor," jawab Akbar santai.
"Kamu kerja di kantornya Mas Jayden?"
"Ya, sebagai wakil Direktur."
"Kalau boleh tau, perusahaan Kakak kamu itu bergerak di bidang apa sih?"
"Kamu gak tau suami kamu kerja apa?"
Stela mengangguk seraya menggaruk kepalanya sendiri yang tiba-tiba saja terasa gatal. Pernikahan mereka terbilang cukup mendadak hingga ia sendiri tidak tau apa perkejaan suaminya bahkan tidak tau perusahaan yang dimiliki oleh suaminya itu bergerak di bidang apa. Dirinya pun tidak punya waktu untuk menanyakan hal itu kepada Jayden Cole.
"Oke saya jelaskan, jadi Daddy punya perusahaan di bidang penyiaran. Kami memiliki stasiun televisi swasta bernama MRC TV. Bukan hanya itu saja, kami juga memiliki perusahaan yang bergerak di bidang lagi seperti, perbankan, perusahaan iklan, bahkan produk makanan. Semua itu masih dengan lebel yang sama dan masih dibawah naungan MRC grup," jelas Akbar membuat Stela seketika merasa tercengang.
Sebesar itu perusahaan yang dipimpin oleh suaminya. Itu artinya, dia memiliki kekayaan luar biasa yang mungkin saja tidak akan pernah habis sampai tujuh turunan. Stela kembali meraih gelas berisi air putih kemudian meneguknya hingga kosong tak bersisa.
"Kamu pasti terkejut setelah mendengar seberapa kaya-nya kami?" tanya Akbar tersenyum kecil seraya menatap wajah Stela Manjalita.
"Lumayan terkejut sih. Aku pikir suamiku gak sekaya itu, Akbar," jawab Stela seraya menyeka ujung bibirnya yang basah karena air putih.
"Tapi semua yang saya sebutkan tadi itu, dikuasai sama suami kamu, Mbak."
Stela seketika mengerutkan kening. "Maksud kamu? Eu ... bukannya kalian mendapatkan bagian masing-masing. Bagian yang sama rata pasti."
"Nggak! Saya gak mau separuh harta yang seharusnya saya miliki jatuh ke tangan Bang Jayden, saya mau semuanya, Stela. Perusahaan, rumah ini dan Nyonya besar di rumah ini pun harus menjadi milik saya," batin Akbar seraya menatap tajam wajah Stela.
"Kenapa kamu diem aja? Aku yakin kalian mendapatkan bagian yang sama. Jangan sampai ada perebutan harta antara dua sodara kayak di drama korea itu. Membayangkannya aja udah bikin aku merinding lho," sahut Stela seraya mengusap tengkuknya sendiri.
Akbar tersenyum ringan seraya menghela napas panjang. "Entahlah, semoga saja hal seperti itu gak terjadi," jawabnya santai.
***
Beberapa jam kemudian, Akbar benar-benar menemui relasi penting yang bekerja di kantor sang kakak. Pria itu berusaha untuk meyakinkan mereka bahwa dialah orang yang lebih pantas untuk memimpin perusahaan. Akbar yakin perusahaan akan lebih berkembang jika berada dibawah kepemimpinannya. Terlebih, dia sudah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun dengan berkuliah di luar negeri untuk memperdalam ilmu bisnis dan berhasil meraih gelar Masternya dengan sempurna. Berbekal pendidikan yang mumpuni, Akbar yakin dirinya lebih baik dari sang kakak. Mereka tengah duduk di salah satu ruangan privat di Restoran yang sengaja di pesan oleh Akbar.
"Kami akan memikirkan keinginan Anda, Pak Akbar, tapi kami gak menjanjikan apapun," ujar pria paruh baya berjas hitam berambut putih yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif di perusahaan.
"Baiklah, saya tunggu kabar dari kalian secepatnya," jawab Akbar santai.
"Kami permisi, kami akan segera mengabari Anda nanti," ujar pria yang sama kemudian berdiri tegak, begitu pun dengan ketiga orang lainnya yang juga duduk di meja yang sama. Mereka pun berjalan ke arah pintu lalu membuka dan keluar dari dalam ruangan.
"Apa Anda yakin mereka akan berpihak sama kita, Pak Bos?" tanya Ilham asisten pribadi Akbar yang tengah duduk tepat sampingnya.
"Saya yakin mereka akan meragukan kinerja Bang Jayden kalau salah satu perusahaan yang dia pimpin mengalami kebangkrutan," jawab Akbar tersenyum menyeringai.
"Apa rencana Anda sekarang?"
Akbar terdiam sejenak kemudian mendekati telinga Ilham dan berbisik kepadanya. Ilham mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Baik, Pak Bos. Saya akan lakukan apa yang Anda perintahkan," ujar Ilham patuh.
"Saya minta jangan sampai gagal, hanya itu satu-satunya cara yang bisa membuat Abang di pecat sebagai Direktur Utama."
Ilham menganggukkan kepala penuh keyakinan bahwa tugas yang diberikan oleh majikannya itu tidak akan gagal.
"Apa sekarang Abang masih di kantor?" tanya Akbar.
"Masih, Pak Bos. Biasanya Pak Jayden pulang sekitar jam empat sorean."
Akbar tersenyum menyeringai. "Baiklah, saya harus pulang berarti."
"Mumpung Abang lagi gak ada di rumah, maka itu adalah kesempatan saya untuk mendekati Kakak ipar saya yang cantik itu. Kita lihat saja nanti, tidak lama lagi Stela pasti akan jatuh ke dalam pelukan saya," batin Akbar seraya tersenyum menyeringai.
Bersambung