12. Suasana Hati Kembali Baik

1331 Kata
Saat perjalanan pulang ke rumah di bangku belakang Aruna sedang duduk sambil menatap pemandangan indah yang tersaji di balik kaca jendela, Jingga sedang tertidur dalam pelukannya. Setelah tahu bahwa Aruna adalah penyelamat dirinya ketika tersesat di terminal beberapa waktu lalu, Jingga jadi semakin dekat dengan Aruna. Anak laki-laki itu seolah menemukan kehangatan seorang ibu yang selama ini diidam-idamkannya. Sementara itu Cantika diam saja seperti biasanya. Sedangkan Batara di sebelahnya terlihat gelisah tanpa sebab. Sesekali pria itu melirik kaca spion di atas kepalanya. Senyum segaris terbit di wajahnya dan hatinya turut menghangat melihat pemandangan di bangku penumpang belakang. Pemandangan langka baginya karena selama ini Cantika tidak pernah mau duduk di kendaraan sambil memeluk dengan penuh kasih anak laki-lakinya itu. Cantika lebih suka duduk berdua dengan Batara sambil bermesra-mesraan di bangku penumpang depan daripada menemani Jingga. Bagi Cantika lebih penting menghabiskan waktu lebih banyak berdua dengan Batara karena wanita itu hanya menginginkan Batara, tidak dengan anaknya. Sebenarnya Batara juga tahu kalau Cantika tidak bisa menyayangi anak laki-lakinya. Hanya saja dia tidak bisa meninggalkan Cantika karena satu dan lain hal. Salah satu penyebab utama Batara tidak bisa meninggalkan wanita manja itu adalah karena perusahaan milik orang tuanya menjadi donatur dalam perusahaan baru yang tengah dibangun oleh Batara. Jadi bisa dibilang Batara juga hanya memanfaatkan wanita itu untuk kepentingannya saja. Jika perusahaan yang dibangunnya sudah berdiri kokoh tanpa bantuan donatur maka dia tidak akan segan-segan meninggalkan Cantika. Hubungan Batara dan Cantika bisa dibilang simbiosis mutualisme. Menurut Batara, Cantika tidak terlalu buruk untuk dijadikan tempat bersenang-senang di sela fokusnya mengembangkan perusahaan barunya. Di saat yang sama Cantika juga memilih Batara yang jauh lebih dari segalanya dibanding beberapa pria yang pernah melamarnya lewat hubungan bisnis sang ayah. Dia pun juga sama sekali tidak merasa keberatan menjadi teman tidur Batara meskipun Batara tidak pernah mengungkapkan bentuk perasaannya secara gamblang. Cantika memaklumi itu karena menurutnya Batara adalah laki-laki datar dan tidak suka basa basi lewat kata-kata. Kebanyakan laki-laki seusia Batara yang pernah dikenal Cantika memang memiliki karakter tidak jauh berbeda. Sesampainya di rumah Batara tidak berkata apa-apa. Ia melenggang santai menuju kamarnya sendiri. Bu Menik yang menyambut kedatangan para majikannya di pintu utama masih terkesima di tempatnya berdiri melihat punggung tuan besarnya itu terus bergerak menjauh dari hadapannya. Bu Menik sudah bertahun-tahun menjadi asisten rumah tangga di rumah Batara. Sedikit banyak ia bisa tahu perubahan suasana hati para majikannya. Melihat cara jalan Batara yang kelihatan begitu santai membuat wanita itu jadi berpikir sesuatu yang menyenangkan pasti telah terjadi di tempat mereka menghabiskan waktu liburan, sehingga membuat tuannya itu seperti sedang berada dalam suasana hati yang baik saat kembali ke rumah. "Ada apa?" tanya Aruna sambil menutup pintu utama. "Saya kira kamu tidak ikut kembali ke rumah ini. Ayo ke dapur, siapkan malam untuk Tuan Besar saja," jawab Bu Menik. “Nyonya Hafsah sedang ada kepentingan ke kota sampai tiga hari ke depan.” Aruna hanya mengangguk lalu mengikuti langkah Bu Menik ke dapur. Sesampainya di dapur wajah Aruna juga tampak lebih ceria dari kemarin malam. Beberapa kali Bu Menik memergoki Aruna menahan senyum di wajah ayu khas Indonesia-nya. Membuat Bu Menik kesal sendiri dibuatnya. Ia memukul kening Aruna dengan sendok sayur yang terbuat dari bahan stainless steel, hingga membuat gadis itu mengeluh sakit. "Kenapa memukul? Ada masalah apa?" keluh Aruna sambil mengusap kening bekas pukulan Bu Menik dengan ujung jemarinya. "Membuat kamu sadar supaya tidak senyum-senyum sendiri. Kamu mau disangka gila?" balas Bu Menik ketus. Meski Batara tidak suka jika Aruna melakukan pekerjaan rumah tangga lain selain merawat Jingga, tapi Aruna selalu ringan tangan untuk membantu setiap pekerjaan yang diberikan oleh Bu Menik. Gadis itu tidak lantas bersikap tinggi hati dan merasa memiliki kedudukan lebih tinggi dari Bu Menik maupun para pekerja di rumah Batara. Aruna tetaplah menjadi gadis yang memiliki tingkat kesopanan tinggi. "Saya cemberut disangkain nggak suka bekerja di rumah ini. Sekarang saya senyum-senyum malah kena getok sendok sayur dan disangkain gila." "Sudah-sudah! Cepat dorong troli ini ke meja makan. Saya akan mendatangi kamar Tuan Batara untuk menyampaikan kalau makan malamnya sudah siap." "Siap, kapten!" seru Aruna lalu mencubit gemas kedua pipi Bu Menik. "Dasar gadis aneh!" maki Bu Menik sebelum memulai langkah meninggalkan dapur. Aruna sama sekali tidak tersinggung dengan makian Bu Menik. Dia justru menyeringai lalu mendorong troli stainless berisi aneka menu makanan yang akan disajikan untuk makan malam majikannya. Sebenarnya Aruna ingin sekali menukar tugasnya dengan tugas Bu Menik, tapi hal itu tidak dilakukannya karena tak mau membuat Bu Menik mencurigainya sedang berusaha menggoda Batara. Batara turun dari lantai atas dengan langkah santai sesaat setelah semua makanan disajikan oleh Aruna di atas meja makan. Laki-laki itu sudah berganti pakaian mengenakan piyama tidurnya. Dari tubuhnya menguar aroma sabun dan sampo yang menandakan kalau Batara baru saja selesai mandi. Aruna menarik napas dalam-dalam untuk menghidu aroma tersebut. Perbuatan Aruna itu berhasil ditangkap oleh netra Batara yang memang sedang memandangi gadis itu dari arah tangga hingga ia sudah sampai di meja makan. "Ini sudah larut malam. Harusnya kamu istirahat setelah kembali dari perjalanan. Biar Bu Menik saja yang meladeni saya," ujar Batara ketika Aruna menarik kursi makan untuk Batara. "Saya dengan senang hati melakukannya. Lagipula saya belum mengantuk," jawab Aruna sopan. "Terima kasih, ya," jawab Batara. Tanpa pikir panjang Aruna mengambil alih tugas Bu Menik dalam meladeni Batara di meja makan. Ia menawarkan satu persatu menu makan malam yang dimasak oleh Bu Menik pada Batara. Lalu meletakkan menu yang menjadi pilihan Batara di atas piring makan. Aruna melakukan tugasnya tanpa menunjukkan ekspresi enggan apalagi lelah di wajahnya. Hal itu membuat Batara jadi terkesima dan baru kali ini dia merasa peraturan memuakkan yang dibuat oleh Nyonya Hafsah menjadi terasa begitu menyenangkan. Meski Batara tahu kalau Aruna melakukan semua pekerjaannya karena memang sudah menjadi tugas dan kewajiban sebagai asisten rumah tangga merangkap pengasuh anaknya, tapi dia merasa diladeni oleh Aruna seperti ini membuatnya merasa diistimewakan. Hingga membuat Batara merasa tidak tega membiarkan Aruna berdiri sedikit jauh dari meja makan. Tanpa pikir panjang Batara memanggil Aruna agar mendekat padanya. "Tuan Batara butuh apa?" tanya Aruna sopan setelah berdiri di ujung meja makan. "Kemarilah dan duduk di kursi itu," ujar Batara sambil menunjuk salah satu kursi persis di samping kanannya. "Tidak, Tuan. Perbuatan itu tidak sesuai aturan." “Kamu pasti belum makan malam, kan? Sekalian saja makan bersama saya.” Aruna menggeleng cepat. Kedua tangannya meremas ujung celemeknya. Sebenarnya dia mau-mau saja. Tapi tentu saja Bu Menik akan memberinya peringatan keras kalau sampai menerima penawaran Batara. “Maaf, Tuan. Makan bersama majikan adalah hal yang tidak sopan.” "Akan lebih tidak sopan lagi kalau kamu menolak perintah, Aruna ." "Maaf, Tuan. Saya tidak bisa. Di dalam kontrak kerja jelas-jelas ditulis bahwa saya dilarang keras melakukan hal yang Tuan Batara ingin saya lakukan." "Apa perlu saya mengatakan kalau ini perintah dari saya? Kamu pasti tahu kalau menolak perintah majikan adalah kesalahan terbesar?" ujar Batara tak terbantahkan. Aruna menunduk panik. Batara tahu Aruna pasti menolaknya karena ada Bu Menik yang sedang memerhatikan dari tempatnya tadi berdiri bersama Aruna. Akhirnya Batara tidak lagi memaksa Aruna supaya makan bersamanya. “Ya, sudah. Saya tidak akan memaksamu lagi kalau kamu memang tidak mau makan bersama saya,” ujar Batara tak bisa menyembunyikan ekspresi kecewa di wajahnya. Batara suka sekali melihat wajah polos Aruna sedang kebingungan seperti ini. Akan menjadi hobi baru yang rasanya sulit untuk dilewatkan. Menggoda Aruna dan melihat wajah polos gadis itu tengah kebingungan menghadapi sikap majikannya yang di luar nalar. Aruna kembali mendatangi meja makan ketika melihat pergerakan Batara telah menyelesaikan acara makan malamnya,. "Tuan Batara sudah selesai? Apa ada hal lain yang Tuan inginkan?" tanya Aruna sopan. Batara tersenyum menggoda. Ia sedikit merendahkan kepalanya dan berbisik di samping telinga Aruna . "Sebenarnya kamu yang saya inginkan. Tapi saya cukup lelah dan ngantuk," ucap Batara dengan nada berbisik dan hanya bisa didengar oleh mereka berdua. Setelah itu Batara mengusap pelan pundak Aruna dan memulai langkah meninggalkan ruang makan. Sementara itu Aruna tampak gelisah akibat suara dalam Batara yang sensual. Aruna terus memikirkan dan menebak kebutuhan apa yang diinginkan oleh Batara. ~~~ ^vee^
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN