Semua pasang mata menjelma sebagai wadah yang menjadi pusat pendidikan dan kecerdasan Bevan tertuang. Di depan para petinggi LX sama sekali tidak ada masalah saat Bevan menjelaskan beberapa tender yang akan mengubah cara bisnis LX yang baru. Satu persatu pertanyaan Bevan jawab dengan mudah, lalu kembali memperjelas tujuannya untuk memperluas pasar bisnis di Eropa.
"Ada pertanyaan lain?" Tanya Bevan meletakkan bolpoin di atas meja.
Semua saling menatap menanti sebuah pertanyaan lain. Tapi sepi dan Bevan rasa rapat hari ini selesai, ia pun segera mengundurkan diri dan berpamitan. Dari luar Robert menunggu seolah ia tengah memperketat penjagaan untuk putranya, karena hari ini Bevan akan mengunjungi kantor polisi untuk melakukan persidangan secara tertutup.
Robert mengekor tanpa melepas tangan di punggung Bevan, memberikan usapan meniru rasa sabar Persia untuk anaknya.
"Daddy percaya kepadamu, Nak." Bisik Robert saat ia membukakan pintu mobil untuk Bevan.
Bibir Bevan mengulas senyum. Ia tahu jika sikap ayahnya kemarin bukan karena kebencian, Robert terlalu khawatir. Ya, meski Bevan sulit mencerna tentang sikap yang Robert berikan untuknya.
"Daddy, tunggu di sana. Ada Mommy, jangan khawatir! Kau tetap harus kuat, hadapi jika kau tidak salah." Imbuh Robert menutup pintu mobil begitu Bevan sudah berada di dalamnya, ia membungkuk demi mengusap wajah tampan anak tirinya.
"Terima kasih Dad, aku akan berjuang untuk Daddy dan Mommy." Ucap Bevan tetap menatap wajah Robert saat supir telah melajukan mobilnya.
Entah perasaan apa yang telah menyatu sehingga Robert telah merangkul kasih sayang itu. Ia segera berjalan menuju mobil untuk menjemput Persia dan mengikuti persidangan.
[...]
Suasana sudah mencekam. Tidak ada yang bisa menghindar, mereka hanya menatap penuh harap dan mendengar berkali-kali para saksi dan pembela saling menyahut. Tangan tergenggam saling menukarkan kekhawatiran di benak Robert dan Persia.
"Jangan khawatir sayang," Robert mengusap punggung tangan Persia. "Malaikat kita itu pasti bisa melewati semua ini."
"Iya, Mommy berharap seperti itu." Rona wajah yang menepis segala prasangka, Persia selalu tersenyum kemudian mengangguk ketika Bevan menatap ke arahnya.
Sejumlah saksi masih tidak bisa menguatkan hukum yang berjalan. Bevan hanya mempercayakan semuanya terhadap pengacara, ia mantap cemas ke arah Persia jika hukum akan tetap berlaku karena Bevan hampir membunuh seseorang.
Satu jam persjdangan berjalan, semua yang berada dalam kurungan ruangan terlihat tegang. Kecuali Bevan yang terlihat tenang di kursi yang menjadikan ia tersangka sementara, tidak ada perasaan resah pada diri Bevan. Hanya ia khawatir jika ibunya akan jatuh sakit.
Berkali-kali Bevan tidak konsentrasi saat melihat ke arah Persia. Sampai pertanyaan hakim terabaikan, tetapi Bevan berusaha profesional di depan hakim dan para saksi. Sama sekali tidak ada upaya untuk mengelak karena Bevan telah melakukan tindak kekerasan.
Sampai di menit 30 berlalu Bevan masih menjadi terdakwa. Persidangan berakhir, polisi mengeluarkan borgol untuk menjerat kedua tangan Bevan ke belakang.
"Tidak! Anak Mommy tidak boleh dipenjara!" Teriak Persia mencoba menyerobot dari beberapa aparat yang menyanding Bevan, tetapi Robert menghalangi.
"Bevan," rintih Persia mencoba menggapai punggung Bevan. "Jangan tinggalkan Mommy sayang!"
Bevan menoleh tidak sanggup menetapkan semua ini. Kala tubuh itu meronta hendak bebas dan menghalangi. Bevan tetap menuruti langkah sedikit menyeretnya menuju ruangan khusus.
"Bevan...." Kedua kali Persia mencoba berteriak tapi suaranya hilang dan kedua kakinya terasa lemas, ia pun tumbang di pelukan Robert.
"Shandy, siapkan mobil! Aku menyusul." Ucap Robert seraya membenarkan rambut dan posisi Persia ke atas.
Melihat ibunya tidak sadarkan diri dari kejauhan Bevan mencoba mengejar. Tetapi gagal karena tidak semudah itu, polisi telah menyatu dengan genggaman dan Bevan kini berada di dalam sel.
[...]
Orang rumah langsung berdatangan saat mobil Robert terparkir di halaman depan, tepat bersebelahan dengan patung wanita yang terdapat bunga Daisy Robert tahu Persia selalu menayap ke arah itu untuk memastikan bahwa bukan rumah sakit yang menjadi tujuan persia saat tidak sadarkan diri. Karena permintaan Persia yang tetap ingin di rumah apapun yang terjadi.
"Mom,"Rein tengah bersantai dengan kucing bernama Hermes tetapi ia langsung berlari ke arah Persia. "Ada apa dengan Mommy Dad? Kenapa bisa seperti ini? Mana Bev?"
"Sayang, berhenti bertanya. Sekarang tugasmu menelpon Mac! Cepat!" Sedikit berteriak Robert sudah merasakan panik yang luar biasa.
Langkah Robert semakin cepat saat menuju kamar, ia terus mengguncang tubuh Persia agar tersadar. Memang sadar, tetapi hanya mengerjap tidak berdaya mengeluarkan suara. Bahkan erangan saja tidak terdengar.
"Bangun sayang!" Ucap Robert bersamaan Malvines yang langsung meraih tubuh Persia ke ranjang.
"Ambil kompres, cepat!" Pinta Robert ke salah satu asisten pribadi Persia.
"Sayang," Robert terus mengusik rambut yang menutupi wajah Persia. "Bangun Baby. Jangan seperti ini!"
Malvines mengamati arah sekitar. Tidak ada Bevan. Ke mana? Ia ingin bertanya namun pasti Robert akan membentak dan itu sangat menyakitkan perasaannya. Lalu dengan iming-iming kekhawatiran Malvines segera keluar dan di ambang pintu ia bertemu dengan Rein dan dokter pribadi Persia.
"Ada apa? Kenapa kau sangat panik Melv?" Tanya Rein kepada adiknya.
"Aku harus menemui Bevan." Ucap Malvines seolah mengada-ada di depan Rein.
Rein pun tidak setuju dengan kondisi Persia yang terbaring lemah, Rein tidak bisa memberi ruang untuk Malvines yang selalu menambah masalah. "Jangan lakukan itu Melv, Mommy masih sakit. Kau bisa menambah masalah lain."
"Tidak Rein! Aku harus menemui Bevan," Dengan cara berbisik dan menoleh keadaan Persia yang mendapat penanganan, Malvines memperjelas. "Dia harus tahu dan dia bisa kembali untuk Mommy."
"Percuma, Bevan di penjara." Rein memberitahu, wajahnya nanar menatap tubuh lemah ibunya.
"Apa?" Sumpah demi apapun Malvines lemah, ia menatap getir kondisi Persia. "Tidak mungkin, bagaimana ini?"
"Maka dari itu, kau jangan membuat ulah!" Rein langsung menyingkir dan masuk ke kamar saat hatinya tidak dapat tenang jika hanya melihat Persia dari kejauhan.
Kedua tangan Malvines terkepal mengingat apa yang sudah sering terjadi dalam keluarganya. Terutama Bevan yang berulang kali menyebarkan masalah dan tidak jarang membuat Persia selalu drop. Dan tanpa menghiraukan nasehat Rein ia pun memutuskan niatnya untuk mendatangi Bevan sel.
Jarak sekitar satu jam dari rumah Malvines menahan amarah dan ia siap menumpahkannya di depan wajah Bevan. Tapi karena tidak dapat mengontrol apa yang sudah menumpuk di kepala, Malvines hanya bisa menemui Bevan 10 menit saja.
Kaki dan kedua tangan saling mengusap dan menuang kehangatan, Malvines tidak sabar menemui Bevan. Tangannya geram ingin menghantam wajah dan tubuh Bevan tetapi ia tidak ingin menimbulkan masalah baru, itu tentu akan menambah kemarahan Robert.
"Silakan Tuan Luxembourg!" Penjaga membawa Bevan masuk, lalu meninggalkan tempat Bevan dan Malvines berada.
Tatapan Malvines tidak suka. Ia sungguh muak dengan sikap saudaranya, tetapi harga diri LX lebih penting bagi Mavines.
"Bagaimana keadaan Mommy?" Tanya Bevan menarik kursi, ia duduk sambil menatap kadua tangannya yang terbelenggu oleh besi.
"Kau bertanya dengan perasaan tidak sabar atau memang kau khawatir?" Tandas Malvines menekan meja, ia manatap dua penjaga ruangan dan masih menahan tangannya untuk tidak melukai Bevan.
Tidak ada sahutan lagi dari pemilik manik mata hijau itu, Bevan mengikuti gerak-gerik Malvines duduk sampai mengumbar tatapan yang tidak mengenakan. Kemudian Bevan tertunduk tidak mengerti harus melakukan apa dengan kondisi ini.
"Katakan apa memang kau memukulinya Bev?" Malvines memberi tanda dengan memukul meja agar Bevan mendengar.
Sepi. Yang terdengar hanya detik dari jam dinding, ruangan pun semakin terasa lembab dengan cengkeraman kesalahan yang tertanda di sana.
"Kau tidak mendengarkan aku Bevan," kedua kali Malvines memberikan tanda. "Apa kau memang sengaja ingin membuat LX benar-benar bangkrut hah?!"
Suara Malvines tersendat menahan bercak amarah karena Bevan masih saja tertunduk. Entah apa yang dilihat orang itu. "Atau kau ingin membuat Mommy menderita setelah Rosie pergi?"
"Sebenarnya, sekali kau berucap tidak akan menarik suara yang sudah menyakiti orang lain!" Balas Bevan memainkan manik matanya melihat Malvines.
Deg. Suara Bevan dapat Malvines konsumsi di telinga dengan jelas jika itu sebuah amarah, tapi bukan itu yang membuat Malvines bertambah marah. Cara Bevan menangkap suara orang lain ternyata masih baik, seperti tidak ada masalah.
"Kau berbohong kali ini Bevan. Kau bisa melakukan itu, tapi kenapa? Kau menikmati kekuranganmu hm? Kau tidak malu dengan kasih sayang Mommy yang sudah melekat di kepalamu?" Malvines mengadu rasa kecewa dan kebencian untuk Bevan.
"Pendengaran dan otakku bisa bermasalah, tapi tidak dengan instingku mencerna tatapanmu. Adikku." Ucap Bevan tanpa beranjak dari wajah Malvines.
"Aku tidak memaksa orang-orang untuk percaya apa ini," Bevan mengangkat kedua tangannya. "Karena memang aku melakukannya, tapi aku punya alasan. Bertahan atau mati."
Malvines terdiam. Ia melihat Bevan bangun untuk meminta penjaga segera membawanya keluar dari ruangan. Tidak ada yang bisa memberi ungkapan setelah Malvines mendengar ucapan yang sama sekali tidak pernah ia dengar, bahkan Malvines tidak tahu Bevan bisa bercakap demikian.
Bentuk tatapan Bevan sudah tidak berdaya ketika ia kembali ke jeruji yang mengurungnya. Dingin. Kejelasan dari Bevan gagal memperjuangkan semua ini semakin menyeruak. Membayangkan wajah Rosie saja Bevan tidak sanggup apalagi mengingat Persia yang bersusah payah menunggunya.
Jemari besar terdapat guratan di punggung tangannya itu mengerat pada sela besi penjara. Bisa saja Bevan lari dan mengejar semua ini, menyeret apa yang sudah menggores keluarganya. Tapi Bevan harus memberlakukan hukum yang ada dan ia tidak bisa mengagungkan kemarahan demi seorang b******n Tiongkok itu.
"Mommy, Rosie. Kalian pasti harus tetap sabar menungguku buat mengungkap semuanya," Bevan melekatkan kerutan kening yang menahan sakit di jeruji besi. "Aku akan terus berjuang buat kalian, Aku ingin kalian tersenyum seperti dulu lagi."
Satu titik air mata melandasi Bevan saat ia mengeratkan genggaman di besi penjara, ia geram saat samar wajah pria yang sudah melecehkan Rosie terngiang.