Waktu telah menjejalkan banyak penyesalan di benak Robert yang kini hanya bisa mengawasi Persia setiap waktu dalam 3 hari terakhir. Tidurnya terjaga setiap malam saat Persia merintih nama Bevan dan Rosie. Tidak ada yang bisa diperbuat Robert namun terlintas ia akan membebaskan dengan menyewa pengacara handal, dan pasti Robert harus rela berbuat curang. Memberi kompensasi pihak tertentu.
Robert sudah merancang ini jauh-jauh untuk mengantisipasi saat semua ini berantakan. Tetapi ide itu tidak Robert lakukan karena yakin Bevan akan terbebas, tetapi rupanya tidak segampang Robert bernapas. Sidang diundur beberapa hari dan ini akan memperburuk keadaan Persia juga keluarganya.
"Sabar sayang, aku akan membawa anak-anak kita kembali." Robert mengusap kelopak mata yang terpejam, ia mengajak bibirnya mengecup kening Persia.
"Aku janji akan membawa malaikat cantik kita ke sini." Bisik Robert menahan sesak dalam dadanya. Sudah cukup Robert bersabar dengan semua ini, mungkin jalan yang ditempuh harus dengan cara lain.
Telepon di samping Robert berdering. Ia segera menerima dan ia terlihat sumringah mendengar suara pengacara bernama Gary Neville.
"Saya sudah menerima semua berkas Anda Tuan. Saya juga tengah mempelajarinya, beri saya waktu paling lama satu hari. Saya akan menemui Anda." Ucap suara asing dari pengacara terkenal Amerika latin.
"Ya, terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk menghubungi saya." Balas Robert mulai menyunggingkan senyuman.
"Tidak masalah Tuan, serahkan saja kasus ini kepada saya! Besok aku akan langsung menangani ini semua." Imbuh Gary yakin.
"Ya, ya. Terima kasih banyak atas bantuan Anda." Balas Robert mengakhiri sambungan telepon.
Detik yang berlalu seakan lambat. Robert tidak sanggup menunggu sampai besok, lalu ia mencari keberadaan Rein dan Malvines untuk mereka menggantikan menjaga Persia. Setelah mencari di beberapa ruangan akhirnya Robert melihat kedua anaknya tengah menikmati kopi dan koran mereka masing-masing.
"Good Morning Buddy." Sapa Robert merebut koran dari tangan Rein.
"Dad!" Rein menggerutu karena liga ter-update hari ini merupakan tim kebanggannya.
"Pinjam sebentar, Daddy cuma ingin menghilangkan stres." Santai. Robert menduduki posisi dibarengi Rein, saat itu Rein memasang wajah tidak mnegerti. Ya, tidak seperti biasanya mana Rein akan marah saat Robert mengganggunya.
"Dad," Rein membelai bulu halus Hermes sambil menata ucapan mana yang pas untuk ayahnya. "Apa Mommy...,"
"Tidak! Mommy tidak akan seperti dulu, tidak akan ada kesedihan lagi di dalam keluarga ini. Daddy akan melakukan yang terbaik untuk kalian, jangan pernah ada sengsara. Tidak! Daddy tidak akan membiarkan itu, ingat kalian berdua!"
Beruntun Robert memberikan alasan. Bukan, ia memberikan ketenangan pada hatinya. Meski mencerna saja, Robert seakan telah kehilangan.
"Daddy, kita di sini! Aku yakin semua ini akan berlalu," Rein setia dengan pelukan yang bisa membuat Robert tersenyum kembali. Sementara Robert akan mengacak-acak rambut Malvines, dengan begitu Robert merasa lengkap.
"Jangan gagal merencanakan hidup kalian nak, harus tetap semangat agar rencana itu terwujud." Bisik Robert ketika dua malaikatnya memeluk, mengusap punggung Robert dengan menyanjung kasih sayang.
"Pasti Dad, aku juga akan tetap mendukung LX sampai kapan pun. Tetap berada di dekat Daddy, kita akan menjaga Mommy bersama-sama," Balas Rein mengalungkan tangan di tengkuk Robert dari samping, ia juga segera mengusap wajah Malvines yang terlihat murung.
Kedua malaikat yang akan mendukung semua apa yang harus Robert lakukan. Kemudian Robert bergegas memberikan tugas kepada Rein dan Malvines menjaga Persia, sedang ayah 4 anak itu pergi ke tempat di mana kedua saudara perempuannya tinggal. Kawasan Midtown, sebagai jantung kawasan industri di New York.
[...]
Sebenarnya bukan solusi jika Robert melibatkan kedua saudaranya tentang masalah Bevan lagi. Mereka sudah cukup membantu dengan ikut membimbing Bevan yang dulu mengalami kesulitan saat belajar, tapi memang Robert snagat butuh peran Helen dan Ellen Luxembourg. Saudara kembar sekaligus kakak kandung Robert.
Sudah 15 menit lamanya Robert menunggu di teras sambil ditemani kopi dan juga biskuit yang pelayan berikan. Tidak biasanya Robert bersedia melakukan hal ini, apalagi menunggu seseorang yang rupanya tengah berbelanja ke toko seberang jalan rumah Helen.
Sampai menit ke 20 barulah Helen datang dengan membawa jantung besar di masing-masing tangan. Nadanya tidak berubah saat terakhir Robert menemui Helen 4 tahun lalu.
"Hai," Heleh dengan wajahnya yang cantik tersenyum lebar dan menyambut pelukan Robert. "Jangan tanya aku dari mana saja, aku terpaksa harus mengantri di kasir."
"Aku hampir kering di sini," Robert merebut kantung karton dari tangan Helen, berniat ia membantu membawakannya.
"Bagaimana kabar jagoanku?" Tanya Helen bermaksud ingin tahu kabar Bevan.
"Entahlah." Wajah lesu Robert terpampang. Ia meletakkan barang belanjaan Helen ke meja, dan sisinya itu Robert menyandarkan satu pahanya ke atas.
"Oh hei," Helen membelai lengan saudaranya, anak tertua di keluarga Luxembourg. "Ada apa Rob? Kenapa kau gelisah semacam ini? Keluargamu baik-baik saja 'kan? Kau tidak sendang bertengkar dengan Persia 'kan?"
"Tidak, tapi juga tidak dalam keadaan baik-baik saja Helen." Sesal Robert menekuni semua ini.
"Apa maksudmu Rob?" Tanya Helen tidak dapat menyembunyikan perasaannya.
Sedikit bimbang dan memang Robert tidak ingin membuat Helen memikirkan sesuatu yang berat. Tapi inilah realitas. Robert tetap menjadi ayah yang akan berjuang demi anak-anaknya.
"Bevan dipenjara."
Helen terkejut. Hampir saja ia menjatuhkan sisa kantung yang ada di satu tangannya. "Apa? Tapi kenapa bisa terjadi, Robert? Apa salah dia?"
"Hampir membunuh orang!" Jawab Robert dengan suara melemah.
"T... Tidak mungkin, Bevanku tidak mungkin seperti itu!" Seketika air mata Helen tumpah.
"Ya, memang ini kenyataanya Helen. Bevan tersandung kasus penganiayaan, dia akan dihukum penjara 5 tahun jika terbukti bersalah."
"Lakukan sesuatu! Cepat, bebaskan Bevan! Kau jangan diam saja Robert! Ayo, lakukan sesuatu!" Bujuk Helen mengguncang lengan Robert. Sedikit berteriak dan Helen frustasi.
Robert mengangguk. Ia berkata bahwa akan menyewa pengacara handal, demi Bevan Robert akan melakukan cara apapun dan ia merelakan beberapa persen sahamnya terkuras untuk membebaskan Bevan.
"Ya Tuhan, kenapa semua ini bisa terjadi? Cobaan apa lagi ini?" Helen lemas, ia duduk dan melepas kaca mata. Agar ia lebih leluasa saat menangis.
"Bevan, anak itu memiliki jiwa yang baik. Tapi kau," Helen memandang Robert dengan tatapan menghakimi. "Terlalu keras, kau juga terlalu pemaksa Rob! Kau sudah cukup menghancurkan harapan Bevan untuk bersekolah di Ohio, kau yang menginginkan dia menjadi pebisnis sepertimu!"
"Cukup Helen, jangan bahas ini lagi! Aku sudah menyadari semua kesalahanku, lagipula ini sudah benar karena aku tahu kemampuan anakku! Dia pintar, aku tidak akan menyia-nyiakannya begitu saja." Robert merasa tidak ingin disalahkan.
"Tapi ini bukan kesempatan Rob! Ini bukan jalan, kau yang sudah...,"
"Cukup Helen! Sudah cukup, kau selalu menyalahkan aku!" Bentak Robert bangkit dari tempat yang membuatnya nyaman.
"Memang! Kau itu keras kepala," Helen menuding. "Coba kau membiarkan Bevan tetap di sini, mungkin Rosie tidak akan menyusul Bevan sampai ke Mexico. Tersesat dan semua ini terjadi karena kau Robert!"
"DIAM!"
Robert semakin terkurung dengan semua kesalahan yang telah menguat dalam keadaan ini. Ia rapuh, tetapi bagaimana bisa mengembalikan semua ini?
"Secara tidak langsung kau sudah menumbuhkan rasa sakit di dalam diri istrimu," Helen semakin intens merasakan sesak di dadanya. "Selama ini dia diam karena takut Robert. Kau yang sudah terlalu keras mendidik anak, mereka bukan kambing yang harus kau bawa ke persawahan atau ke tempat yang banyak sumber makanan. Mereka perlu memilih, mereka butuh kebebasan!"
"Kebebasan? Aku sudah memberikan semuanya, fasilitas kebebasan. Aku hanya ingin salah satu dari mereka meneruskan LX, itu saja. Apa aku salah?" Tanya Robert tidak pernah ingin menyadari kesalahannya.
"Salah, kau salah! Tidak semua orang bisa disiplin sepertimu, tidak semua orang bahkan anak kandungmu sekali pun bisa memiliki jiwa pemikir sepertimu!" Helen terus menerbitkan ketegasan.
Robert lemah. Ia duduk kembali di kursi ruang makan rumah Helen, satu tangannya berada di atas meja untuk menumpu kepala. Bahkan Robert merasa pening jika memikirkan semua ini.
"Jangan berbicara mengenai anak kandung atau bukan Helen, mereka adalah anak-anakku. Bevan, Rosie. Mereka anakku!" Robert tidak sanggup menetapkan pada kenyataan ini.
"Aku hanya takut mereka akan pergi, aku ingin kita tetap bersama-sama." Lirih. Robert membenamkan wajahnya ke meja.
"Tidak dengan satu rumah Robert, mereka sudah dewasa. Mereka juga harus hidup mandiri, kau tahu kan dampaknya saat kau mengekang Bevan. Dia menajdi liar, meski dia sangat patuh terhadap kedua orang tua." Tandas Helen bersikeras jika Robert harus berlaku layaknya orang tua.
"Ya," Robert mengangkat wajahnya. "Itu sebabnya besok aku harus datang ke persidangan Bevan, berilah dia semangat untuk mengatakan yang sebenarnya. Karena jika dia bebas maka aku akan menyuruhnya menemui Rosie di Jakarta."
"Menemui Rosie? Kau yakin, kau sudah memaafkan semua ini? Rob, kau membuatku bahagia." Tangan Helen segera mengikis air mata di pipinya.
"Ya." Jawab Robert yakin dengan keputusan ini. Ia akan menyuruh Bevan membawa Rosie kembali ke Amerika.
[...]
Waktu dan tempat telah dipersiapkan. Sidang kali ini diadakan secara terbuka, semua orang terlihat antusias jika Bevan tidak bersalah. Tapi tidak jarang mereka saling berbisik di belakang Robert jika Bevan harus dihukum seberat-beratnya, Robert pun terus saja memikirkan perkataan itu sekaligus ia memikirkan Persia.
Dari dalam ruangan khusus, Bevan dibawa keluar oleh 2 polisi berbadan tinggi besar ke area persidangan. Dengan baju seragam khas narapidana Bevan terlihat garang pada tatapan tidak suka dengan orang-orang yang datang, tapi ia berusaha tenang menemukan tatapan Robert. Ia hanya mengiyakan anggukan kepala Robert dan Helen.
Satu persatu saksi memberikan pacuan yang mengarah jika Bevan berbuat salah. Kuasa hukum Bevan selalu dapat mengecoh bahkan beberapa saksi yang merupakan penonton pertandingan tinju terdiam, tapi berlanjut kepada petugas yang mengelola pertandingan berlangsung dan memang Bevan saat itu tidak bertanding.
"Bisa saya meminta keterangan yang lebih detail?" Tanya Gary sang kuasa hukum Bevan.
"Ada," Bevan menyahut. Semua orang menatap Bevan penuh tanya.
Gary tersenyum senang. "Ya, Anda bisa memberikan pembelaan terhadap diri Anda Tuan!"
Bevan menoleh ke sumber di mana seseorang berjalan ke arahnya. Seorang perempuan yang bekerja di klub malam yang juga merupakan ring girls.
"Aku ada bukti." Tutur wanita dengan gaun sabrina, ia berjalan ke meja kuasa hukum Bevan memberikan satu kota kecil berisi kamera pengintai.
"Kita memasang CCTV secara rahasia," Imbuh lagi seorang wanita cantik dengan gincu merah tua, ia tersenyum ke arah Bevan.
Gary bangkit dengan jangkah yang kuat ia berjalan ke arah meja di mana terdapat laptop. Berniat memutar kamera yang sudah berada di tangan, kemudian ia menekan beberapa fitur yang tercantum di sana. Video yang memantau kegiatan malam itu pun terpampang di layar LCD.
Durasi dalam file video sekitar dua jam dipangkas oleh Gary. Menciutkan gerakan yang dirasa tidak penting dan ia menemukan satu scene yang mengarah pada perkelahian, Gary memfokuskan satu titik di ruangan yang minim cahaya di mana Bevan tangah mendapat tamparan keras di pipi. Saat itu Bevan berusaha menghidar dari amukan dua pria namun gagal karena ia terjatuh berujung Bevan memberikan perlawanan dengan menghantam perut seseorang berbaju merah. Bukan sampai di situ Gary membuat pergerakan melambat pada file yang memutar perkelahian Bevan, di sana murni Bevan melindungi diri.
Di letak durasi akhir ada seseorang memukuli sang korban yang membuat keonaran dan berteriak Bevan hampir membunuh orang. Meski Bevan membela diri hampir semua orang meringkus Bevan dan membawanya keluar gedung.
Robert dan Helen saling tersenyum saat mereka menuntaskan melihat video tersebut. Dari tempat yang dibatasi mereka mendengar Gary menerangkan kronologi kepada hakim dan jaksa. Memperjelas apa yang tengah terjadi dengan lincah, Gary tidak memilki kendala begitu menemukan bukti kuat dan justru ia menuntut pihak pelapor, sebagai bukti pencemaran nama baik keluarga Luxembourg.
Hakim melihat kedua posisi yang bersangkutan, memeriksa keadilan dalam undang-undang setelah pengacara Bevan memerikan suatu saksi dari pemutaran video CCTV, dan memperlajari dari beberapa tuntutan yang diajukan jaksa kepada Bevan. Tidak sampai 10 menit pejabat negara itu memberikan keputusan jika Bevan tidak bersalah, hakim pun memberikan tanda pasti dan tidak dapat diganggu gugat.
"Rob," Teriak Helen memeluk tubuh Robert. "Bevanku menang!"
"Ya, anakku tidak besalah."
Cicit kegembiraan terdengar dari belakang, Bevan tersenyum miring ke arah wanita yang telah membantunya dalam mengeksekusi sebuah video menjadi bukti yang dimanipulasi. Kemudain Bevan dibebaskan dari belenggu besi di kedua tangannya.
"Bevan..." Helen segera melewati pagar pembatas anatara pengunjung dan petugas hukum.
Berulang kali Helen mengecup pipi Bevan, berlanjut sampai ia memoles sanjungan di sisi wajah Bevan. "Ya ampun sayang, Bibi sangat bahagia mendengar kau bebas dan dinyatakan tidak bersalah."
Melihat Helen sudah membuat Bevan sangat bahagia, ia membalas pelukan Helen dan menyanggupin Robert yang mengacak-acak rambutnya.
"Kapan Bibi tiba?" tanya Bevan dangan suara sumbang.
"Kemarin sayang, kau baik-baik saja hm? Ouch, pasti mereka memperlakukanmu seperti binatang. Tapi tenang, Bibi akan membuatkan sup asparagus untukmu." Tidak ada hal yang membuat Helen bahagia kecuali bisa memeluk Bevan, ia telah menganggap pemuda itu sebagai anaknya.