"Tolong lepaskan tangan saya, saya juga tidak pernah merasa ada urusan dengan anda!" Ucap Ayu kini berusaha menarik tangannya dari sahabat lamanya itu tapi Ichal masih menggenggam lengannya dengan sangat erat.
"Bukan kah anda seharusnya menjaga istri anda, tapi kenapa malah anda sibuk menahan gadis lain di sini!" Imam mengingatkan.
Wajah Ichal semakin berubah sinis. "Itu bukan urusan mu." Ketusnya.
"Jelas itu urusan saya, karena gadis ini adalah calon istri saya. Jadi lepaskan tangan anda itu darinya." Tegas Imam dengan penuh penekanan di setiap katanya serta sorot mata tajam yang mengancam seraya menepis lengan pria di hadapannya. "Jangan pernah kamu berani lagi mendekati apalagi sampai menyentuh nya!" Lanjutnya lagi bahkan ia sudah tak mau berbicara dengan sopan lagi pada orang di masa lalu gadisnya itu. Wajah Ichal semakin memerah karen menahan emosinya.
Tangannya Ayu pun berhasil terlepas dan gadis itu hanya bisa menatap wajah pria yang kini menjadi penolongnya sekali lagi. Ia tak menyangka kalau pria yang pernah ia kenal ketika duduk di bangku SMA itu akan senekad ini padanya.
Sementara Ichal hanya menatap kepergian dua orang itu. "Lihat saja aku akan merebut mu kembali." Batinnya.
"Bukan kah dia tadi pagi juga datang ke rumah dek?" tanya Imam dalam perjalanan mereka lagi ke parkiran.
Ayu langsung menatap wajah Imam yang berjalan di sampingnya itu. "Kok kakak tau dia ke rumah juga tadi pagi?" Ucapnya dengan wajah sedikit terkejut.
"Apa jangan-jangan tadi dia ke rumah? Berarti memang benar kata Gatri kalau kak Imam ngikutin kita." Batin Ayu.
"Kok kakak bisa tau kalau dia ke rumah?" tanya Ayu ragu-ragu.
"Ya tadi pagi sebenarnya kakak mau jemput dek tapi ngeliat itu orang nongkrong di teras rumah jadi kakak diem di depan." Tuturnya.
"Ya Adek juga nggak tau kalau dia akan senekat itu ke rumah kak. Waktu Adek pulang dari rumah sakit kemarin sore itu istrinya yang sudah nunggu di rumah dan mengatakan hal gila. Untungnya papa sama Mama belum pulang, nanti ini nggak tau sudah bakalan ditanyain apa sama mama kalau sampai dia ingat orang itu sudah nikah tapi malah cariin Adek dan ngajak samaan berangkat ke rumah sakit." Ayu mulai cerita panjang lebar bahkan ia sampai lupa kalau seharusnya ia tak menceritakan tentang istri orang itu yang mencarinya.
Namun percakapan mereka terhenti karena Gatri sudah ada di hadapan mereka, menunggu terlalu lama membuatnya menyusul temannya itu. Di tambah lagi tadi ia sempat mendengar bisikan-bisikan orang-orang tentang temannya itu. Jadi dia memutuskan untuk menyusul Ayu tapi baru saja berjalan beberapa meter meninggalkan parkiran Gatri sudah menemui sahabatnya itu yang masih saling berpegangan tangan berjalan di sana.
"Oh ternyata ini yang buat kamu lama sampai Yu, eh malah berjalan santuy bareng pak kepala. Selamat siang pak?" tegur Gatri yang tadinya marah namun kembali bernada sopan menyapa sang kepala rumah sakit.
"Astaga maaf Get, ada kejadian luar biasa tadi jadi macet di sana." Ucap Ayu merasa tak enak hati sementara Imam hanya tersenyum.
"Terus mau sampai kapan kalian akan bergandengan begitu, pantas saja tadi ada kabar burung tentang kalian. Maaf ya pak bukannya tak sopan, tapi itu mungkin memang tidak baik di perlihatkan di sini karena kami hanya mahasiswi." Pesan Gatri seraya menunjuk ke arah tangan mereka, sontak Ayu dan Imam langsung melihat tangan mereka yang masih saling berpegangan dan dengan cepat mereka melepaskan genggaman itu dan menarik tangan mereka masing-masing.
"Ayo sebelum pulang kita makan siang dulu. Nanti saya yang traktir. Kalian pasti lapar kan." Imam mengalihkan perhatian.
"Wah pak kepala memang pengertian dengan mahasiswi seperti kami. Ayo pak!" Gatri malah semangat kalau urusan makanan dan lupa dengan percakapan mereka.
Ayu menarik nafas lega.
"Kami pakai motor saja ya pak, nggak enak kalau harus keluar samaan lagi." Pinta Ayu sebelum mereka di minta ikut naik di mobil dokter tampan itu.
"Ya nggak apa-apa, nanti kalian ikuti mobil saya ya. Atau begini saja, saya juga pakai motor biar sama-sama enak." Imam.
"Lah kok pakai motor kan tadi jelas-jelas bapak pakai mobil ke sini!" celetuk Gatri heran yang langsung di berikan kode oleh Ayu dengan memicingkan mata seraya menggelengkan kepalanya agar temannya itu tidak asal nyeletuk saja bicaranya nanti.
Imam terkekeh, "nanti saya pinjam motor kang parkir."
"Ya pak." Ayu hanya mengangguk ketika Gatri baru saja akan mengeluarkan suaranya lagi tapi Ayu langsung menyela seraya menggenggam tangan temannya itu agar tak berkomentar lagi. "Ayo Get." Lanjut Ayu menggeret lengan teman dekatnya itu ke motornya yang terparkir di sana.
Imam hanya tersenyum melihat kelakuan dua gadis itu.
"Kamu tuh ya di belakang paman Sem aja malah cerewet begitu sama cowok." Protes Ayu seraya mengenakan helmnya.
"Ya elah kan itu cowok kamu juga Yu. Ya sah sah aja kalau ajak pak kepala ngobrol kan." Gatri membela diri.
"Au ah." Ayu bersiap menaiki motornya.
"Eh tapi Yu sepertinya setelah ini kamu akan jadi bulan-bulan para perawat di sini deh. Tadi saja mereka sudah membicarakan kalian bahkan ada yang memberikan sumpah serapahnya pada mu. Greget aku pengen aku cubit tu mulut mereka." Gatri merasa gemas sendiri mengingat bagaimana temannya tadi jadi bahan ghibahan perawat bahkan ada beberapa dokter wanita juga yang mulutnya suka ngeghibah.
"Sudah ku duga Get, tapi ya sudah lah biarkan saja. Mau gimana lagi, mereka kan nggak tau yang sebenarnya di balik layar. Kalau sampai mereka kelewat batas nanti baru kita balas. Yang aku takutkan malah Bu Nining Get, kalau beliau tau gimana reaksinya?" Ayu mulai nampak cemas.
"Tenang saja Yu, para dosen itu tak akan ikut campur selama itu baik buat kita. Tau sendiri lah mereka, yang penting kamu siap mental aja nanti ketika berhadapan pak Khaerul sama pak Ir yang akan godain kamu kalau sampai berita ini tersebar di kampus." Gatri malah sudah membayangkan bagaimana para dosen killer mereka itu menggoda temannya. "Tapi kok bisa ya kamu kenal sama pak kepala? Dan bisa-bisanya kamu nggak tau kalau dia anak pemilik rumah sakit ini?" lanjut Gatri.
"Hah serius kamu Get, kok kamu bisa tau dia anak pemilik rumah sakit? Aku kira cuma dapat jabatannya jadi kepala rumah sakit doang." Kini Ayu malah semakin terkejut mendengar informasi itu.
"Jelas lah aku tau, tuh para perawatnya tadi yang ngeghibah. Aku aja syok Yu. Hebat banget lah pokoknya."