"Hallo Dek, bagaimana kegiatannya sudah selesai?" tanya Imam yang kini sudah ada di salah satu ruang perawatan pasien dimana seorang mahasiswi sedang membantu pasien itu untuk meletakkan nampan bekas makanan siangnya.
Sontak teguran itu membuat Ayu sedikit terkejut.
"Eh pak dokter tampan, gadis ini ternyata Adek perempuannya?" tanya sang pasien wanita yang berumur sekitar 40 tahun mendapati kunjungan tak terduga.
Sementara suasana di sekitar ruangan itu sudah ribut sedari tadi menyapa Imam dan bahkan ada yang membicarakannya karena tak biasanya pria itu akan berkunjung di jam makan siang seperti ini ke ruangan pasien.
Imam melempar senyum ke pasiennya, "bukan Bu dia bukan adik perempuan saya. Melainkan kekasih saya Bu." Ucapnya dengan penuh ketegasan membuat Ayu bahkan hampir saja menjatuhkan nampan yang baru saja ia letakkan di atas nakas.
Hati gadis itu kini tak karuan bahkan irama detak jantungnya langsung kacau , tubuhnya terasa panas dingin mendengar pernyataan dari kenalan barunya itu. Tremor tremor sudah Ayu saat ini.
"Wah Alhamdulillah ya, ternyata pak dokter seleranya gadis yang masih belia. Semoga di segerakan ya acaranya." Pujian sekaligus doa sang pasien wanita itu kagi, Imam tertawa kecil.
"Ibu bisa saja, doakan kami segera ke pelaminan ya Bu." Imam tersenyum lebar.
"Pantas saja mama sampai berbicara seperti itu pada ku, ternyata dalangnya memang dia sendiri. Tapi masa ya dia main langsung bahas nikah dengan mama sih? Tapi di sini saja ia dengan santainya mengeluarkan pernyataannya.
Sementara Ayu masih berdiam di sana tak tahu harus berkata apa, kini seisi ruangan itu pasti akan membicarakan tentang dirinya bahkan mungkin seisi rumah sakit itu. Pengakuan yang tak terduga itu membuatnya tak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba di anggap kekasih, jadian saja belum.
"Lho kok adeknya diam saja, malu ya!" Seloroh wanita itu dengan senyum menggoda. "Nggak usah malu dek wajar lah anak muda, apa lagi dapetnya dokter tampan kek begini harus bangga dek." Lanjutnya lagi.
Ayu menoleh ke arah ibu itu dan memaksakan senyumnya. "Kayak undian berhadiah saja pakai acara bilang dapetin segala." Gerutu Ayu dalam hati.
"Lebih tepatnya kaget Bu, karena saya memang baru pertama kali bilang seperti ini padanya." Sambut Imam lagi, "ya sudah kalau begitu ayo dek kita makan siang dulu. Tugas mu sudah selesai kan?" lanjut Imam.
Kini malah si pasien yang terkejut mendengar penuturan dokter itu. Sunggu Ayu pikiran dan hati Ayu masih belum sejalan dengan adanya pembicaraan tak terduga itu jadi gadis itu hanya mengangguk kan kepalanya.
"Wah jadi ini ceritanya proses penembakan, memang anak muda zaman sekarang ya!" gumam si pasien seraya geleng kepala dengan senyum di wajahnya.
"Saya permisi dulu ya Bu, anaknya ibu juga sudah datang." Pamit Ayu dengan senyum dan wajah merona merah seperti tomat.
"Ya dek. Terimakasih ya."
Ayu dan Iman pun berjalan meninggalkan ruangan itu, dan benar saja suara bisik-bisik perawat, pasien juga penunggu pasien mulai terdengar samar di telinga dua pasangan itu. Kini serasa Ayu tengah di teror berpasangan-pasang mata para perawat wanita di sana.
"Nah kan siap-siap sudah aku akan jadi bulan-bulan para wanita ini!" Batin Ayu seraya menundukkan kepalanya.
"Nggak usah nunduk terus nanti malah nggak liat jalan dek!" Imam mengingatkan.
"Gara-gara kakak sih liat tuh cewek-cewek kayak singa lagi ngintai buruannya rupa mereka sekarang liat Adek." Lirih Ayu yang berjalan disamping dokter tampan itu.
Imam malah terkekeh, "tenang saja mereka tidak akan berani macam-macam kok. Hanya sebatas itu yang bisa mereka lakukan." Bisik Imam dengan kepala sedikit menunduk. "Eh teman mu itu mana, siapa namanya kakak lupa?" lanjutnya lagi.
"Astaga kenapa aku sampai lupain dia. Gatri kak, sebentar aku telpon dulu dia di mana?" Ayu pun akhirnya mengangkat kepalanya dan berjalan biasa seraya meraih ponsel di saku almamaternya.
Sepanjang koridor rumah sakit itu orang-orang terus menyapa mereka dan mau tak mau Ayu juga ikut tersenyum. Lebih tepatnya yang di sapa hanya Imam tapi tidak mungkin kan dia harus acuh juga nanti yang ada malah dia di bilang sombong pula. Jadi serba salah memang di posisinya sekarang.
"Get kamu di mana?" tanya Ayu ketika sambungan telpon terhubung.
"Ini sudah nungguin kamu di parkiran. Lama amet sih mana di chat nggak di balas-balas." Protes Gatri di sana.
"Maaf maaf aku belum sempat buka WA. Ini aku sudah jalan ke parkiran tunggu sebentar." Ayu mematikan telponnya.
"Jadi bagaimana jawabannya?" tanya Imam lagi.
"Jawaban apa kak?" tanya Ayu bingung.
"Ya yang tadi? Waktu di ruang pasien."
"Emang kakak nanya apaan? Perasaan nggak nanya apa-apa?" Ayu semakin bingung, jujur sebenarnya suasananya terasa canggung bagi Ayu tapi ia berusaha buat tetap tenang. Tapi Imam malah mancing lagi dengan pernyataan yang tadi, hanya saja ia lebih memilih berpura-pura tidak tahu saja maksudnya pembicaraan pria itu.
"Alhamdulillah berarti kamu tidak keberangkatan dek kalau kakak jadi kekasihnya." Imam tersenyum bahagia.
"Ampun dah salah lagi kayaknya ini." Ayu membatin dan hanya menjawab dengan senyuman.
"Ow jadi kamu ke sini hanya untuk pacaran." Celetuk suara seseorang yang tiba-tiba sudah berjalan di samping mereka. Kini posisi Ayu berada di tengah-tengah dua orang pria. Seketika kedua langsung menoleh ke sumber suara.
"Maaf ya tuan sepertinya Anda salah orang. Kami tidak ada urusan dengan anda." Tegas Imam dan kini menggenggam tangan Ayu untuk membawanya berjalan lebih cepat, "Ayo dek kita harus segera pergi!" Lanjutnya lagi.
Namun Ichal dengan cepat juga menarik lengan gadis itu membuat langkah mereka bertiga tertahan kembali di koridor itu. Lihat pemandangan apa lagi yang akan terjadi sekarang, Ayu sudah tidak bisa membayangkan bagaimana orang yang melihat akan menilainya di tempat ini. Beberapa menit yang lalu kepala rumah sakit menyatakan kalau dirinya adalah kekasih sang dokter dan detik ini juga seorang pria datang dan menghentikan mereka.
"Saya memang tak ada urusan dengan anda. Tapi saya ada urusan dengan mahasiswi ini." Ucap Ichal yang terdengar bernada emosi dari wajahnya saja sudah terlihat jelas pria berstatus suami orang itu tengah menahan emosi. "Seharusnya kalian para tenaga kesehatan di rumah sakit itu mengurus pasien bukan malah berpacaran." Lanjutnya lagi menyeringai.
"Situasi macam apa lagi ini, kok hari ini malah jadi kacau banget sih rasanya. Baru juga belajar cari duit malah udah kena masalah begini!" Ayu hanya bisa membatin seraya berusaha mencerna situasi yang kini menimpanya.
Bukannya tersinggung Imam malah tersenyum kecil, "maaf kami juga punya jam kerja masing-masing dan ini adalah waktu untuk kami beristirahat jadi anda tidak perlu repot-repot untuk mengoreksi kegiatan kami. Lagi pula sepertinya Anda berpikir dan melihat terlalu jauh, kami tidak sedang berpacaran. Anda bisa melihat Kami sedang berjalan di koridor seperti yang lainnya kalau penglihatan anda tidak bermasalah."Jawab Imam dengan bijak.