AYU POV
"Assalamualaikum." Ucap ku memberi salam seraya mendorong gagang pintu rumah membukanya lebar-lebar, baru saja aku masuk satu langkah ke dalam rumah bik Ani sudah menyambut ku di sana.
"Wa'alaikumsalam. Maaf nak ada perempuan yang sudah nunggu nak Ayu di ruang tamu sedari tadi, katanya temennya nak Ayu." Tutur Bik Ani namun dengan wajah tak nyaman.
"Ya sudah bik makasih ya, mama sama papa belum pulang?" tanya ku sekali lagi.
"Belum nak. Sebaiknya nak Ayu bergegas temui perempuan itu dulu ya!" pinta bik Ani.
"Baik bik, aku ke ruang tamu dulu." Aku pun pamit padahal niatnya tadi mau mandi dan ganti baju dulu eh malah harus nemuin orang misterius alias tamu tak di undang.
Ku percepat langkah agar segera sampai, siapa sih itu cewek. Kalau Anisya yang datang kan pasti bik Ani tau. Lah ini siapa? Sampai wajah bibik kek begitu dibuat.
Baru saja aku sampai di ruangan itu langkah ku langsung terhenti, aku mematung dengan tatapan tak percaya pada perempuan yang tengah duduk di sofa itu.
"Mau apalagi dia sampai berani datang kemari?" Batin ku bertanya pada pikiran ku sendiri.
Dia menyadari kehadiran ku di sana dan langsung menoleh dengan senyuman yang sungguh tak ingin ku lihat.
"Assalamualaikum mbak." Sapa Alesha masih dengan senyum indahnya yang terpampang di wajah itu. Eh tidak bukan senyum indah melainkan senyum menyebalkan. Masih sempat pula aku memuji dengan kata-kata seperti itu. Aku malah jadi geleng-geleng sendiri.
"Wa'alaikum salam. Ada perlu apa mbak sampai datang ke rumah ku?" tanya ku yang tak mau bertele-tele. Aku sungguh tak ingin ia berlama-lama di sini, bisa panjang urusannya kalau sampai mama dan papa tahu.
Cukup sekali waktu itu ia meminta hal gila pada ku jangan sampai ia mengulanginya di sini.
"Maaf mbak jika kehadiran ku mengganggu waktu mbak Ayu." Tuturnya sopan.
"Jelas mengganggu lah tidak kah mbak lihat aku baru saja pulang dan bahkan belum mengganti seragam ku. Tapi demi menghormati tamu aku harus menemui mu terlebih dulu." Ucap ku ketus seraya duduk di sofa lain yang ada di sampingnya.
"Maaf mbak." Lirihnya. "Aku langsung saja kalau begitu, aku datang ke sini untuk menyampaikan sesuatu mbak." Lanjutnya dengan kepala tertunduk.
"Ya ngomong aja langsung mbak. Aku nggak punya banyak waktu untuk mendengarkan." Sekali lagi aku tetap berkata ketus padanya.
"Aku mau titip suami ku mbak." Dengan santainya ia mengangkat wajah itu setelah mengucapkan hal gila tersebut.
Aku hanya melongo tak percaya dengan mulut terbuka. Tidak memberikan komentar karena masih terkejut dengan ucapan aneh perempuan di hadapan ku ini.
"Kamu sudah nggak waras ya mbak? Mbak kira suami mbak itu barang main titip segala. Dengan entengnya lagi ngomong begitu. Sudah lah mbak lebih baik mbak pulang saja ya!" Cecar ku yang menahan emosi.
"Tapi mbak aku serius. Aku tau suami ku masih mencintai mu mbak. Makanya aku mau titip dia sama mbak. Malam ini aku akan ke rumah sakit karena besok aku akan di operasi mbak. Please mbak sekali ini saja!" Perempuan itu kembali merengek seraya menangkupkan kedua telapak tangan di hadapan wajah menyebalkannya itu.
"Sudah mbak saya minta mbak keluar dari rumah saya. Dan satu lagi semoga dilancarkan operasinya, selebihnya masalah mbak bukan urusan saya. Silahkan keluar dari sini!" Aku sudah hilang kesabaran tapi aku juga tak sekejam itu untuk mengacuhkan musibah yang tengah menimpa perempuan itu dan hanya bisa memberikan doa yang baik untuk kesembuhannya.
"Tapi mbak aku tak tau setelah operasi ini apa aku akan kembali seperti sekarang atau malah akan tertidur lama di atas ranjang putih itu bahkan bisa saja aku tertidur selamanya." Lirihnya dengan kepala yang kembali tertunduk.
"Cukup mbak, hentikan semua ucapan mu itu!" sentak ku. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan dengan mata terpejam, menurunkan tekanan darah yang serasa naik ke ubun-ubun. "Lebih baik mbak buang pikiran negatif mbak itu dan perbanyak doa saja. Berpikir lah yang positif. Operasi mbak pasti akan berjalan lanca, sekarang silahkan ke luar dari rumah saya. Saya tak mau nanti ada hal buruk yang dipikirkan oleh kedua orang tua saya dan keluarga saya atas ucapan mbak itu!" Lanjut ku dengan nada penuh penekanan.
"Tapi mbak saya mohon dengarkan dan sekali ini saja kabulkan permintaan saya mbak! Saya juga tak mau seperti ini karena sungguh merelakan suami yang dicintai untuk wanita lain juga itu tidak mudah mbak!" Ternyata dia belum menyerah dan masih saja memohon untuk hal gilanya itu.
"Mbak sudah tau itu menyakitkan lantas kenapa mbak lakukan. Kalau memang mbak mencintai suami mbak seharusnya mbak jadikan cinta mbak itu sebagai penyemangat untuk berjuang bukannya malah pasrah begitu saja. Tuhan juga nggak tidur mbak, tapi kalau mbak masih bertahan dengan permintaan gilanya itu saya yang akan pergi. Permisi!" Tanpa melihatnya aku langsung berbalik arah setelah menyelesaikan ucapan ku dan pergi meninggalkan ruangan itu menuju kamar karena aku juga membersihkan diri dan mengganti pakaian ku.
*****
Satu jam telah berlalu dan aku baru selesai membersihkan diri dan mengganti pakaian juga sudah menuntaskan ibadah ku malam ini. Aku pun keluar kamar untuk melihat keadaan, tidak mungkin kan wanita yang sedang tidak waras itu masih ada di rumah ini.
"Bik mama sama papa sudah pulang?" tanya ku pada bik Ani ketika menemuinya di dapur.
"Belum nak. Ah ya tadi temannya nak Ayu titip salam dia langsung pulang begitu nak Ayu tinggal ke kamar." Tutur bik Ani.
"Bagus lah bik dia sadar diri." Jawab ku singkat.
"Ya tadi bibik sempat lihat matanya memerah nak." Tambah bik Ani lagi.
"Biarkan saja bik itu bukan urusan kita." Ucap ku yang kini mengambil posisi duduk di tempat biasa seraya mengambil makan malam ku yang sudah di siapkan di atas meja.
"Bik kerjaan saya sudah selesai, semua sudah beres berbaris di jemuran gantungan baju." Ucap suara seseorang yang terdengar asing di telinga ku. Aku langsung menoleh ke arah sumber suara itu, benar saja ada seorang perempuan di sana yang mungkin seusia dengan ku dengan pakaian Syari nya. Hijab besar yang sudah seperti mukenah dengan baju yang kebesaran. Wajahnya lumayan manis, dan sangat terlihat jelas ia masih polos dan lugu.
Aku malah menatap gadis itu kini dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Owh terimakasih Ela. Kamu sudah bisa istirahat sekarang." Saut bik Ani.
"Siapa bik?" tanya ku yang memang penasaran juga dengan keberadaan gadis itu pasalnya mama belum bilang apa-apa kalau ada pekerja baru di rumah ini masih muda pula.
"Astaga bibik sampai lupa nak. Kenalkan ini keponakannya bibi namanya Ela, kebetulan karena ibu minta bibik cari orang buat bantuin kerjaannya bibik sekaligus nemenin nak Ayu di sini jadilah bibik meminta Ela untuk datang kemari. Dari pada bibik nyari orang lain yang nggak tau nanti asal usulnya lebih baik bibik pekerjakan dia saja. Ela ini juga kebetulan anak yatim piatu nak dan tinggal di dusun bersama ibunya bibik." Tutur bik Ani panjang lebar.
Gadis bernama Ela itu pun berjalan menghampiri ku sekarang, lalu mengulurkan tangannya untuk bersalaman aku pun menyambutnya. Kami berjabat tangan.
"Nona Ayu, saya Ela." Dia memperkenalkan diri.
Aku hanya tersenyum sungkan karena panggilannya untuk ku itu, terlihat jelas sekali Ela merupakan gadis yang sangat polos dari sorot matanya.
"Ayu, semoga betah di sini ya. Ah ya usia mu berapa?" tanya ku.
"Tujuh belas tahun nona." Jawabnya singkat dengan senyum manisnya itu.
"Owalah kamu lebih muda dari ku ternyata kalau begitu panggil aku kakak saja!" pinta ku dan dia hanya menganggukkan kepalanya.
"Terimakasih kak. Kalau begitu saya pamit ke kamar dulu." Ucapnya dengan sangat sopan dan lembut.
"Dia baru datang sore ini nak. Tapi sebelumnya bibik minta maaf ya jika nanti Ela akan merepotkan. Maklum dia benar-benar tinggal di dusun paling ujung wilayah Lombok Timur dan dia jarang bergaul jadi nak Ayu harus sedikit cerewet mengajarinya." Ucap bik Ani dengan wajah canggungnya setelah Ela pergi dari dapur, mungkin ia juga tak enak hati memperkerjakan orang baru yang bahkan tak tahu apa-apa. Tapi memang benar asal usulnya yang utama, bisa bahaya juga kalau yang dipekerjakan nanti malah orang yang akan bawa masalah dan bahaya untuk keluarga kami apalagi saat ini banyak macam cara orang untuk menipu orang lain.
"Ya bik tidak apa-apa. Yang terpenting dia sopan dulu itu yang utama. Masalah lain nanti bisa di ajarkan belakangan bik."