Tamu Tak Diharapkan

1197 Kata
"Kak ada yang menunggu kakak di depan, katanya dia mau jemput dan berangkat samaan ke rumah sakit!" Ela dengan suara lembutnya itu memberikan informasi di hadapan Ayu serta kedua orang tuanya yang tengah menikmati sarapan pagi mereka. Mendengar hal itu Ayu langsung yang tadinya tengah fokus dengan makanannya langsung melepaskan sendoknya dan menoleh ke arah Ela dengan wajah sedikit terkejut. "Haduh serius kak Imam datang ke sini buat jemput aku ke rumah sakit. Apa nanti kata orang-orang ngeliat kita jalan sama-sama." Ayu membatin sendiri. Sementara mama dan papanya saling menatap satu sama lain. "Terimakasih La. Kamu nggak mau ikut sarapan?" tanya ku mengalihkan. "Suruh masuk saja tamunya La biar sarapan sama-sama!" Perintah mama. "Waduh aku malah salah ngomong lagi. Eh mau mengalihkan malah kejebak sendiri." Ayu kembali menggerutu dalam hati. "Baik Bu, saya keluar dulu kalau begitu. Saya sarapannya nanti saja kak belum lapar!" Pamit Ela yang sempat-sempat menjawab tawaran nona mudanya itu. Ayu menggigit bibir bawahnya sendiri. "Kamu mau ngapain ke rumah sakit sepagi ini sayang?" tanya papa. "Ah itu mau ada penelitian pa dan hari ini mulainya." Jawab Ayu terbata. "Oh begitu, berarti hari ini kamu akan seharian di rumah sakit?" "Tidak pa, hanya sampai jam makan para pasien saja. Kebetulan Ayu hari ini dapat yang rekap recall makan siang saja pa." Recall makanan paasien adalah kegiatan mewawancarai pasien untuk mengetahui jumlah dan jenis makanan apa saja yang telah ia konsumsi di waktu sebelumnya selama dua puluh empat jam. "Itu Imam yang jemput kamu kan?" Tanya Mama lagi. "Mungkin." Jawab Ayu lirih karena ia juga ragu siapa sebenarnya yang menjemputnya pagi ini. Imam tidak pernah menghubunginya sejak kemarin dan ia hanya bertemu di rumah sakit itu saja namun tidak ada komunikasi lagi dari pesan atau telpon darinya karena Imam kembali lagi menghilang bagai hantu. Tapi kali ini Ayu bisa memaklumi kenapa Imam suka menghilang kan jejaknya karena kesibukan pria itu pastinya. Pimpinan rumah sakit tak mungkin punya banyak waktu bermain-main dengan seorang mahasiswi sepertinya. "Lah kok mungkin nak?" tanya sang mama yang terlihat sedikit kecewa mendengar jawaban sang anak. "Ya karena Imam belum pernah bilang kalau mau jemput aku mah." Jawab Ayu. "Imam itu teman cowok mu yang baru itu ya sayang?" Tanya papa yang mulai kepo. "Emang adek punya teman cowok lama pa? Kayak baju lebaran aja pakai ada yang baru." Ayu nyengir kuda. "Tau nih papa, kenalan baru lebih cocok pa sebutannya." Saut Mama "Hahaha ya itu maksudnya, yang sering mama ceritain kan." Papa tertawa kecil. "Selamat pagi om, tante!" Suara itu seakan menghentikan waktu gadis yang sudah siap dengan pakaian berwarna putihnya itu. Deg. "Tunggu itu bukan suara kak Imam. Tapi..?" batinnya. Semua orang kembali menoleh ke arah tamu yang sudah hadir di tengah mereka pagi itu. "Ini orangnya kak, kalau begitu saya permisi dulu." Pamit Ela yang sudah menyelesaikan tugas mengantarkan tamu nona mudanya ke ruang makan. Dengan ragu dan perasaan tak menentu Ayu menoleh perlahan ke arah pria itu, dan betapa terkejutnya ia melihat siapa sosok yang berdiri di sana. Wajahnya langsung pucat dan tubuhnya seakan membeku. "Eh kok bukan nak Imam." Celetuk sang mama yang juga bingung dengan tamu tak di kenal itu. Sang suami yang duduk di dekatnya langsung menggenggam tangan istrinya itu agar tak berkata yang lain. "Silahkan duduk nak sini sarapan bersama!" Papa Ayu menawarkan tamunya dengan sopan. Sementara anak gadisnya masih terdiam dalam rasa tak percaya dengan apa yang kini ada dihadapannya. "Bisa-bisa dia sebarani ini menampakkan diri di rumah ku dan di hadapan kedua orang ku." Gerutu Ayu dalam hati. "Terimakasih om, bukan ingin menolak hanya saja saya sudah sarapan di rumah. Kalau begitu saya tunggu Ayu di teras depan saja om. Boleh?" Ucap Pria yang selama ini Ayu panggil Bang Ichal itu. "Owh ya silahkan nak." Papa hanya menggunakan kepala dan Ichal pun berbalik badan dan kembali ke teras depan. Sementara Ayu masih mematung di tempatnya sang mama masih sibuk dengan pikirannya mengingat-ingat dimana ia pernah bertemu dengan teman putrinya yang tadi itu. "Dek teman mu yang tadi sepertinya baru pertama kali ini ke rumah kita kan?" tanya sang mama dengan wajah ragunya. Ayu masih diam dan hanya memainkan sendok makannya saja. "Dari mana dia tau kalau aku akan pergi ke rumah sakit pagi ini? Dan buat apa juga dia minta berangkat ke rumah sakit samaan. Memangnya dia tahu rumah sakit mana yang akan aku tuju?" Ayu membatin sendiri dengan pikirannya. "Dek." Panggil Mama sekali lagi tapi putrinya itu masih sibuk melamun sendiri. "Ayu kamu dengerin mama mu nggak nak?" kini Papa ikutan memanggil putrinya. "Eh ya pa, kenapa?" Ayu terbata. "Teman mu yang tadi itu apa ia baru pertama kali kemari? Tapi sepertinya mamah pernah melihat ia sebelumnya, dimana ya?" Tanya Mama sekali lagi dengan raut wajah mengingat sesuatu. "Bahaya kalau mama sampai ingat dia." Batin Ayu. "Ah ya mah dia baru pertama kali kemari. Mungkin orang lain kali mah, ya sudah mah pah adek berangkat dulu ya." Pamit gadis itu yang kini terburu-buru. "Eh sarapan mu kan belum habis dek." Cegat Mama. "Sudah Kenyang mah." Ayu dengan cepat menghampiri dua orang tuanya itu untuk berpamitan, seperti biasa salaman dan juga mencium pipi keduanya lalu dengan langkah cepat ia menuju teras depan rumahnya menemui tamu tak terduga itu. Sementara ia tengah terburu-buru berjalan, suara dering ponselnya pun menghentikan langkahnya. Lagi-lagi ia harus menunda waktu tanpa melihat layar ponselnya ia pun langsung menerima panggilan itu. "Hallo Yu, aku bisa nebeng sama kamu nggak?" Sapa si penelepon di seberang sana. Ayu diam sejenak. "Ternyata si Gatri, kirain." Bisiknya dalam hati dengan sedikit rasa kecewa yang menyelinap, ternyata ia sedang mengharapkan orang lain yang menelponnya. "Ya Gat nanti aku jemput ke rumah mu, siap-siap sudah aku sebentar lagi jalan." Jawab Ayu yang langsung mematikan sambungan teleponnya dan kembali bergegas ke teras depan rumahnya. "Sudah mau berangkat?" Tegur Ichal yang kini sudah berdiri dari duduknya ketika ia mengetahui mantan sahabat yang ia tinggalkan itu sudah ada di sampingnya. "Lah sudah berubah lagi dia, perasaan kemarin-kemarin pas ketemu dia jutek dan dingin malah sangat menyebalkan tapi kenapa sekarang dia tiba-tiba jadi sopan begitu bicaranya." Ayu membatin. "Sudah dan terimakasih sebelumnya sudah berbaik hati memberikan tumpangan hanya saja saya tidak bisa ikut dengan anda. Karena saya sudah janjian dengan teman kampus." Ucap Ayu yang kini berubah dingin dan berbicara lebih formal kayaknya orang yang baru saling mengenal. Wajah Ichal yang tadinya ramah kini berubah ke mode awal. "Aku harus berbicara dengan mu!" Ucapnya dingin. "Tidak ada yang perlu kita bicarakan, silahkan anda bisa keluar dari rumah saya dan jangan pernah coba lagi untuk datang kemari apalagi mencari saya. Terimakasih." Ayu berlalu begitu saja menuju garasi dimana motornya sudah siap terparkir di sana, meninggalkan pria aneh yang emosinya tak bisa di tebak itu. "Lihat kan dia sudah kembali ke mode pabriknya, tapi tenang saja ia tidak akan berani mengejar ku di sini bukan?" batin Ayu seraya menaiki motornya dan meninggalkan rumah serta pria menyebalkan itu. Tanpa ia sadari di luar rumahnya seseorang tengah memperhatikan mereka dari dalam mobilnya sedari tadi. "Ada hubungan apa mereka sebenarnya? Harus kah aku mencari tahu hubungan mereka di masa lalu?" gumam pria itu dengan sorot mata tajamnya yang masih melihat ke arah pria yang tengah kesal di seberang sana karena di tinggalkan begitu saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN