Sarapan Bersama

1080 Kata
"Harum sekali, pasti enak banget. Kak Agil memang gak pernah gagal kalau masak." Gumam gadis cantik yang kini sudah berganti pakaian itu dengan baju santainya. Dari tangga saja ia sudah bisa mencium wangi masakan sang kakak yang bertebaran dibawa oleh udara pagi di dalam rumah tersebut. Ia sungguh tak sabar ingin mencicipi masakan kakaknya dan berjalan cepat ke arah ruang makan keluarga. "Ayo makan dek." Sapa Agil yang baru saja duduk di tempat duduknya. Di hadapan dua kakaknya itu sudah tersaji dua piring nasi goreng jatah mereka masing-masing. Ayu pun mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian meja tersebut namun hanya ada satu tempat duduk yang di atas mejanya hanya tersaji sepiring buah tomat yang sudah di steam lengkap dengan segelas jus berwarna merah yang Ayu curigai itu juga dari buah tomat. Dengan wajah kecewanya gadis itu berjalan menghampiri meja makan itu dan duduk di tempat hidangannya berada. "Kak kok piring aku isinya cuma ini sih malah cuma tomat kukus doang dan ini di gelas pasti jus tomat juga, lah kalian enak pada makan nasi goreng!" protes Ayu seraya menunjuk ke piringnya. "Lah gimana sih kok protes? Kan kamu yang tadi mintanya tomat." Saut Aichal seraya memasukkan satu sendok nasi gorengnya ke dalam mulut. "Hah masa sih adek yang minta begitu kak?" malah Ayu bingung sendiri dengan ucapannya. "Lain kali kalau di tanya itu yang fokus jangan melamun saja." Tambah Aichal lagi. "Tapi masa ya sih sekarang adek cuma sarapan tomat doang kak?" Ayu memasang wajah sedihnya. Agil yang sedari tadi khusyuk dengan sarapannya kini bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah meja keramik yang ada di belakangnya untuk mengambil hidangan lain yang sudah ia siapkan untuk sang adik. "Habiskan semuanya." Agil meletakkan sepiring nasi goreng di samping piring tomat kukus milik adiknya itu. Wajah Ayu langsung berseri dengan senyum mengembang. "Terimakasih kakak ku yang baik hati." Pujinya. Baru saja ia akan menyuap makanannya Aichal langsung mencegatnya. "Inget doa dulu!" Ayu hanya cengengesan. "Siap bos." Tiga bersaudara itu pun menikmati sarapan mereka di rumah ternyaman mereka. Orang tua mereka masih melakukan perjalanan bisnis dan akan kembali Senin depan sementara dua kembar yang tersisa akan berangkat hari Minggu besok jadi akan tinggal lah gadis itu sendiri di sana. ***** "Kak aku mau ke taman dulu ya, mau nyiram. Kita perginya nanti sore kan?" Ayu bangkit seraya berjalan menuju wastafel dan membawa piring kotornya. "Ya dek kita berangkat sore. Nah sekarang giliran kamu yang cuci piring ya!" ucap Aichal yang kini ikut meletakkan piring kotornya di sana diikuti Agil yang hanya tersenyum. "Ya taruh saja di sini." "Terimakasih adek ku yang baik hati. Kakak ke kamar dulu ya." Agil langsung ikut meletakkan piringnya di dalam tempat pencucian, setelahnya ia menyusul Aichal meninggalkan ruangan itu menuju kamarnya. "Ya sama-sama." Ayu sudah mulai sibuk dengan cucian piringnya. "Aduh nak biarkan saja nanti bibik yang cuci piringnya!" suara bik Ani yang merupakan asisten rumah tangga di rumah ini yang mengurus segala keperluan dunia perdapuran dan juga dunia kebersihan setiap sudut rumah itu. "Eh nggak apa-apa Bik. Ini bentar lagi juga selesai, bibik kerjakan saja kerjaan yang lainnya!" tolak Ayu biar Bik Ani tidak merasa sungkan, lagi pula mereka juga sudah dibiasakan dari kecil untuk mencuci piring bekas makan mereka sendiri. "Kalian ini mah selalu menyabotase segala pekerjaan bibik. Apa nanti bibik gak makan gaji buta namanya kalau kalian begini terus." Protes bik Ani lagi yang kini meletakkan dua kantong keresek belanjaan bahan makanan yang di bawanya tadi "Ya elah bik bahasanya itu lho tinggi bingit hahaha." Ayu terkekeh kini gadis itu sudah selesai meletakkan piring terakhirnya di rak tempat penirisan. "Ya kan sesekali pinter ngomong gak apa-apa nak, oh ya kemarin mamah minta bibik buat cari orang lagi untuk bantu bibik beberes rumah dan nemenin nak Ayu biar gak kesepian saat ketiga kembar ganteng sudah pada pergi nah besok ini kan nak Aichal dan nak Agil berangkat juga." Tutur bik Ani panjang lebar kali tinggi. "Ya bik, mama sudah ngasi tau kok. Terus bagaimana sudah ada yang daftar?" tanya gadis itu yang masih berdiri di dekat wastafel menghadap wanita yang sudah berusia empat puluh tahun itu. "Belum sih nak, semoga saja Senin depan sudah ada. Rumah bakalan sangat sepi pastinya Senin depan. Apalagi sekarang mamah sama papah juga sering keluar kota." Tambah bik Ani dengan wajah murungnya seraya mengeluarkan isi belanjaannya. "Ya mau bagaimana lagi bik. Makanya coba bibik juga cari teman hidup biar gak sepi." Canda Ayu seraya menepuk kedua bahu bik Ani, ya wanita itu memang belum menikah sampai usianya sudah kepala empat begitu. "Nggak ah, bibik mah lebih senang begini. Nanti kalau bibik nikah terus nggak dibolehin kerja lagi kan bibik juga yang repot." Celetuknya. "Hahaha bibik mah ada-ada saja. Namanya juga suami ya harus di ikutin lah. Eh atau bibik sama pak Ali aja enak kan jadinya bisa tetap kerja sama-sama." Tambah Ayu lagi yang kini menjodohkan bik Ani dengan pak Ali tukang kebunnya yang merupakan seorang duda yang memiliki lima anak. "Astagfirullah non, nggak mau bibik mah. Ngurus anak aja gak pernah lagi mau ngurusin anak orang. Ih non Ayu mah ada-ada saja." Bik Ani menampakkan wajah ketakutan yang sontak membuat Ayu tertawa. "Lucu bibik mah, ya sudah aku mau ke taman dulu ya. Bibik ikut? Biar ketemu sama pak Ali." Goda Ayu lagi. "Bibik lagi repot." Jawab bik Ani kini dengan nada ketusnya lagi-lagi Ayu hanya bisa terkekeh seraya meninggalkan ruangan itu. Bik Ani memang sudah bekerja lama di rumah mereka jadi sudah di anggap seperti keluarga sendiri. "Eh tunggu ambil ponsel dulu lah baru ke taman kali aja ada pangeran nyasar yang nelpon kan." Gumam Ayu yang kini menuju kamarnya terlebih dahulu. Benar seja ketika ia mengambil ponsel yang ada di atas meja, ada notifikasi pesan w******p yang masuk. "Wah benar kan ada yang ngechat. Eh nomor baru pula, siapa ya?" Ia kembali bermonolog sendiri seraya membuka kunci layar ponselnya. "Siapa sih ini orang nggak jelas banget. Pesannya juga cuma huruf P haduh ini sudah bukannya jaman BBMan lagi kali. Mana foto profilnya juga nggak ada." Gerutunya seraya mengunci kembali layar ponselnya tanpa membalas pesan tersebut dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Baru saja ia akan melangkah keluar kamar ponselnya kembali berbunyi kali ini nada dering dari panggilan masuk. Ayu meraih ponselnya dan melihat siapa si penelepon itu dan ternyata nomor yang tadi mengirimkannya pesan tidak jelas itu. "Ah lebih baik gak usah di angkat, orang nggak jelas banget yang ada nanti cuma telpon penipuan lagi." Ayu menolak panggilan itu dan memasukkan lagi ponselnya setelah memblokir nomor tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN