Baru saja Ayu akan memotong tangkai bunga mawar yang akan dipanennya, tiba-tiba saja ponselnya kembali berdering. Ada panggilan masuk dari nomor baru lagi.
"Siapa lagi sih ini, kurang kerjaan sekali gangguin orang siang-siang begini!" Gerutu Ayu seraya berjalan ke gajebo yang ada di tamannya itu untuk mengambil ponselnya. "Nah kan lagi-lagi nomor baru. Siapa sih? Angkat nggak ya?" Gumam gadis itu seraya melihat layar ponselnya, dan pada akhirnya ia memutuskan untuk mengangkat telpon dari kontak tak dikenal itu.
"Hallo, siapa ya? Kalau tidak ada kepentingan tolong jangan terus menelponku!" Ucap Ayu begitu telponnya sudah terhubung.
"Apa kamu benar-benar tidak ingin berhubungan denganku lagi? Bukankah waktu itu kamu yang selalu mengirimkan pesan dan terus mencoba menghubungi ku" Jawab seseorang dari seberang sana yang langsung membuat Ayu mematung di tempatnya.
Gadis itu sangat mengenal pemilik suara yang tengah berbicara dengannya itu. Untuk beberapa detik lamanya Ayu terdiam, sampai akhirnya ia bersuara kembali.
"Itu dulu sebelum kamu menikah, tapi sekarang ceritanya sudah berbeda. Aku tak ingin berurusan lagi denganmu." Ucap Ayu dengan suara dinginnya. Raut wajahnya pun kini telah berubah, masih tampak jelas di wajah cantiknya rasa kecewa dan sakit itu bertahan di sana. Bagaimana tidak, seorang sahabat yang mencuri hatinya tiba-tiba meninggalkannya begitu saja dengan mengirimkan sepucuk surat perpisahan yang berisi alasan kenapa ia ditinggalkan. Dan yang membuat d**a terasa semakin sesak surat itu datang sehari sebelum pelaksanaan ujian nasional berlangsung.
"Tidak ada bedanya aku sudah menikah atau belum, sekarang aku sadar kalau aku hanya mencintaimu. Hanya kamu yang ada di hatiku Peri Langit." Ucap lembut pria itu lagi.
Seketika Ayu tertawa, tawa yang sebenarnya adalah tempat persembunyian rasa kecewanya. "Hahaha, ayo lah Ichal. Itu hanya masa lalu. Tolong jaga istrimu dan jangan menggangguku lagi!" Ucap Ayu dengan suara bergetar yang tak bisa ia sembunyikan, dan telpon pun ia matikan setelah mengatakan hal itu.
Tubuhnya langsung terasa lemas, ia pun terduduk di gazebo dengan ponselnya yang jatuh ke tanah. Hatinya mulai rapuh lagi, menyembuhkan hati yang luka dan kecewa ternyata tak semudah yang ia duga. Tadinya ia berpikir waktu tiga tahun yang telah berlalu sudah bisa membuatnya baik-baik saja walaupun mantan sahabatnya itu hadir kembali. Ternyata pertemuan kembali dalam rangka penjemputannya di pelabuhan itu malah membuat luka lama terbuka kembali, dan membuat harapan yang sudah hilang malah muncul lagi.
"Kenapa dia harus datang lagi di saat seperti ini!" Ucap lirih gadis itu, tak lama ia pun langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak-tidak aku tidak boleh seperti ini!" Lanjutnya lagi seraya mengambil ponsel yang tergeletak di tanah, dengan cepat ia menghubungi seseorang. Cukup lama ia menunggu panggilannya terhubung, sampai sebuah suara di seberang sana menyapanya dengan lembut.
"Assalamualaikum dek, tumben nelpon di siang hari begini?" sapa suara di seberang sana.
"Waalaikumsalam, kakak lagi sibuk?" tanya Ayu dengan suara cerianya yang sudah tak merasa sungkan lagi ketika menelpon pria yang menjadi pangeran penyelamat di beberapa waktu lalu.
"Nggak dek, kenapa?"
"Sore nanti kakak ada acara nggak?"
"Emm nggak ada sih, tumben nanya ada acara apa nggak? Mau ngajakin malem mingguan ya?" tanya Imam.
"Hehe, kalau kakak mau ikut sih. Tapi kita nggak pergi berdua ya, ada kak Aichal sama kak Agil juga. Lebih tepatnya bukan acara malem mingguan tapi acara perpisahan sisa personil kembar tiga itu kak." Jawab Ayu.
"Oh begitu, oke boleh. Jam berapa kakak harus jemput?"
"Kakak dateng jam setengah 5 aja ke rumah, nanti kita berangkat sama-sama ya!"
"Oke siap. Adek lagi apa?"
"Lagi di taman mau panen mawar kak. Kakak sendiri lagi apa?"
"Lagi di ruangan aja dek. Sebentar ya ada yang harus kakak kerjakan. Biarkan saja telponnya jangan dimatikan!" Pinta Imam.
"Em oke." Ayu pun mengiyakan, beruntungnya ia juga sudah membawa headsetnya. Ayu memakai headset di telinganya dan menyambungkan kabel konektor headset itu ke ponselnya lalu melanjutkan kembali kegiatan memanen mawar-mawarnya itu setelah memasukkan ponsel ke dalam saku celananya.
Gadis itu sudah menduga kalau percakapannya pasti akan berlangsung lama. Dan benar saja sambungan telpon itu terus berlangsung, walaupun Ayu dan Imam tidak saling berbicara. Ayu juga tidak menanyakan hal apa yang sedang Imam kerjakan di seberang sana. Ayu kembali menyibukkan diri dengan mawar-mawarnya seraya bernyanyi dengan suara yang tak terlalu merdu untuk sekedar mengisi suasana sepi siang hari itu. Karena terlalu fokus dengan pekerjaannya, Ayu sampai tak menyadari ada seseorang yang sedang mengawasinya dari gerbang tamannya. Seorang pria yang masuk secara diam-diam ke dalam area rumahnya.
"Aku akan terus mengejar mu sampai kamu bisa kembali lagi padaku!" Desis pria itu seraya tersenyum penuh arti melihat wanita yang pernah mengisi hari-harinya.
*****
Tiga tahun yang lalu.
"Nih ada titipan surat lagi buat kamu!" ucap Puput yang merupakan sepupu satu sekolah sekaligus teman dekat Ayu seraya menyodorkan sebuah amplop pada sepupunya itu. Selama beberapa tahun terakhir ini Puput lah yang menjadi perantara pengantar surat-surat yang diberikan oleh Ichal untuk Ayu jika Puput berkunjung menemui sang adik di pondok pesantren.
"Terimakasih Put." Ucap Ayu dengan wajah bahagianya menerima amplop tersebut.
"Ya sama-sama, sudah jaman canggih begini kalian masih saja saling mengirim surat seperti itu. Padahal kalian juga sudah sering saling telpon-telponan." Gerutu Puput seraya duduk di sebelah Ayu, gadis berseragam putih abu-abu itu hanya tersenyum lebar.
"Ya mau bagaimana lagi, namanya juga keterbatasan komunikasi. Kita kan nggak bisa telpon-telponan atau sms-an setiap saat Put. Jadi ya ini cara kita menyiasati komunikasi." Jawab Ayu.
"Mmm auk ah. Terserah kalian saja lah, yang jelas ini yang terakhir ya aku jadi kang POS kalian. Siang ini aku akan pulang bersama temanku, jadi kamu tak perlu menungguku." Ucap Puput seraya bangkit dari tempat duduknya, ia akan kembali ke kelasnya. Karena sebentar lagi jam istirahat kedua akan segera berakhir.
"Oke tak masalah, aku akan pulang sendiri. Ya elah Put segitunya, sekali lagi makasih ya!" Ucap Ayu dengan senyum lebarnya.
Ketika naik ke kelas tiga, Puput dan Ayu ditempatkan di kelas yang berbeda karena pembagian kelas untuk jurusan IPA. Mereka hanya sekelas ketika kelas dua saja. Dua saudara itu hanya bertemu ketika di sekolah karena jarak rumah mereka lumayan jauh dan mereka juga jarang bermain bersama di luar jam sekolah karena kesibukan masing-masing.
"Aku kan membaca surat ini nanti saja ketika pulang sekolah!" Gumam Ayu begitu Puput pergi, ia memasukkan amplop itu ke dalam tasnya.
Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi, kelas mulai ramai oleh siswa-siswi yang kembali dari istirahat mereka untuk menerima materi mata pelajaran terakhir siang itu. Dua jam pun berlalu begitu cepat sampai bel tanda pelajaran berakhir pun berbunyi kembali, sekaligus pertanda jam pulang tiba. Terlihat jelas wajah gembira dari para remaja itu, begitu guru mereka menutup sesi belajar dan keluar dari ruangan, anak-anak itu langsung bersorak-sorai. Besok mereka akan libur panjang untuk beberapa hari kedepan, karena sudah memasuki masa tenang sebelum ujian nasional mereka yang akan dilaksanakan Senin depan.
Satu persatu anak-anak mulai membubarkan diri, Ayu masih duduk di bangkunya menunggu ruang kelas itu sepi.
"Yu aku duluan ya!" ucap Meta teman sebangku Ayu berpamitan.
"Ya Ya, hati-hati di jalan ya!" Jawab Ayu seraya tersenyum, dan kini hanya ia yang tersisa di kelas itu. Setelah melihat situasi telah aman, gadis itu mulai mengeluarkan amplop yang tadi disimpannya. Seperti biasa amplop polos itu hanya bertuliskan "Dari Sahabat Dunia" di ujung kanan atasnya.
Mereka memang mempunyai panggilan masing-masing, Ichal menamakan dirinya Sahabat Dunia, dan Ayu menamakan dirinya Peri Langit. Membaca namanya saja hati gadis itu sudah sangat bahagia. Binar matanya tak bisa berbohong, ia selalu merindukan surat dari sahabatnya itu. Pertemuan mereka yang tak di sengaja telah membawa mereka dalam pertemanan yang indah. Pertemanan yang sudah memberikan sebuah harapan untuk kata cinta.