Penguntit

1358 Kata
"Ehm." Ayu menggeliatkan tubuhnya di bawah selimut tebal itu, mengibaskan ke samping dan ia pun bangun dari posisi tidurnya. Gadis itu kini tengah duduk di tepi ranjang dengan kaki menjuntai ke lantai, diliriknya jam digital berbentuk hati yang ada di atas meja kecilnya itu waktu sudah menunjukkan setengah lima pagi. "Sudah subuh ternyata, aku tertidur." Gumamnya lalu bangkit dan berjalan ke meja besar tempat ia bisa bergulat dengan tugas kuliahnya untuk mengambil botol air minumnya. Setelah beberapa kali tegukan ia kembali bangkit dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya itu. Untuk beberapa saat lamanya Ayu berada di kamar mandi untuk membersihkan diri dan setelah itu ia mengerjakan kewajibannya untuk beribadah. "Alhamdulillah." Ucap syukurnya setelah menyelesaikan rangkain doanya, melipat kembali mukenah dan sajadahnya lalu meletakkannya pada sandaran kursi kayu yang ada di hadapan meja besarnya itu. Kini ia berjalan mendekati tempat tidurnya, mencari ponsel yang entah di mana ia letakkan semalam ketika acara telpon-telponan nya yang ia tinggal ke alam mimpi. Seraya merapikan tempat tidurnya akhirnya ponselnya pun ketemu tepat berada di bawah bantal yang ada di sebelah bantal yang biasa ia kenakan. "Kalau aku tidur duluan, yang matiin telpon semalam siapa? Atau mati sendiri karena kehabisan pulsa mungkin ya?" Ayu mulai bermonolog sendiri seraya membuka kunci layar ponselnya namun tak ada pemberitahuan apa-apa di sana. "Nasib jomblo memang ya begini, punya hape tapi sepi kek kuburan. Eh tapi masa ya sih besok-besok aku yang akan selalu nelpon dia. Wah gak kepedean dia nanti di telpon duluan sama cewek. Ya ampun Yu Yu kamu kok gak mikir ke sana sih." Lanjutnya merutuki diri sendiri. "Dek sudah bangun kah?" terdengar suara dari luar kamar dengan iringan ketukan pintu. "Sudah kak, masuk aja!" balas Ayu dari dalam kamarnya dan pintu pun langsung terbuka yang memperlihatkan sosok dua lelaki tampan dengan model stelan baju training mereka yang sama hanya beda warna saja, Aichal warna biru sementara Agil warna kuning. Pemandangan langka di pagi hari itu langsung membuat Ayu tertawa. "Hahaha ya Allah ada saja yang bikin ngakak di pagi buta, eh Upin Ipin mau pada kemana?" Ucap Ayu disela tawanya. "Sumpah dah lawak banget masih pagi, coba ya sekalian rambut kak Aichal dan kak Agil juga botak pasti tambah lucu deh." Lanjutnya lagi yang kini memegangi perut ratanya yang terasa keram karena lelah tertawa. Dua saudara kembarnya itu langsung memberikan tatapan sinis mereka. "Adek gak ada akhlak emang yang begini, kita menghargai pemberian dia malah kita diketawain. Ayo Ipin kita geret dia!" Aichal memberi perintah pada kembarannya seraya berjalan mendekati sang adik. Setelan olahraga itu memang pemberian adiknya untuk mereka di ulang tahun mereka tahun lalu, kembaran ke tiga mereka mendapatkan warna merah. Tapi karena yang punya warna merah sedang tidak ada jadi yang tersisa hanya dua warna itu saja, dan Ayu gak pernah kepikiran kalau dua kakaknya itu akan berubah jadi Upin Ipin dengan dua warna tersebut. "Eh aku Upin lah, kamu yang Ipin. Upin itu yang warna kuning, Ipin itu yang warna biru." Agil malah mengoreksi mana yang jadi toko Upin dan mana yang jadi Ipin. "Hah gak lah, kamu tuh yang salah warna." Aichal malah membela diri seraya berhenti dan berdiri di depan saudara kembarnya. "Sudah sudah kenapa kalian malah mau ribut sih, nanti kak Rose malah lho!" Ayu akhirnya melerai dan menggandeng ke dua lengan kakaknya. "Kalian tunggu di luar dan biarkan adik cantik kalian ini ganti baju dulu oke!" lanjutnya lagi. Setelah mengantar kedua kakaknya ke depan pintu Ayu pun menutup kembali pintu kamarnya dan mulai mempersiapkan diri untuk acara olahraga pagi mereka. ***** "Kamu nggak ke kampus hari ini dek?" tanya Aichal yang kini tengah duduk di samping kanan adik perempuannya itu, sementara Agil yang ada di sisi kiri tengah sibuk memijat lututnya yang sedikit terasa pegal karena aktifitas lari pagi mereka keliling area perumahan tempat tinggal mereka itu. Matahari sudah bertengger di sana, bahkan kini cahayanya sudah tidak lagi menghangatkan melainkan sudah terasa panas menyentuh kulit. "Gak kak Senin depan baru ke kampus." Jawab Ayu seraya menoleh ke arah kakaknya itu. Kini tiga bersaudara itu tengah duduk di bangku panjang yang ada di taman perumahan tersebut dengan kedua kaki mereka yang berselonjor. "Nah kalau begitu bagaimana kalau kita liburan nanti sore sekalian malam mingguan dek." Usul Agil. "Sekalian perpisahan kalian juga kan." Ucap Ayu lirih dengan wajah yang tertunduk ke lututnya. Hari Minggu besok adalah hari keberangkatan dua kakaknya itu untuk melanjutkan studi mereka ke luar negeri dan jadwal mereka dimajukan bersamaan. "Eh kagak usah sedih begitu. Kan masih tetap bisa tatap muka, jaman mah udah canggih sekarang dek." Kedua lelaki tampan itu dengan kompak merangkul bahu sang adik kesayangan mereka. "Nah Ipin bener dek, kan tinggal VC an aja. Kita udah gak hidup di jaman tahun 90an ke bawah dek yang cuma bisa pakai surat dan itu pun nyampenya semingguan bahkan berbulan-bulan." Agil menabahkan. Namun ditengah percakapan mereka malah ada sepasang suami istri baru yang mengacau. "Wah mbak Ayu ketemu lagi kita. Gak nyangka ya kita tinggal di perumahan yang sama." Sapa suara seorang wanita yang sangat Ayu kenal dan dengan cepat Ayu pun mengangkat kepalanya untuk memastikan wanita itu. Lihat pemandangan yang ada dihadapannya sekarang, mantan sahabatnya tengah tersenyum licik penuh makna dengan istrinya yang begitu manja tengah melingkarkan tangannya di lengan suaminya itu. Agil yang tak mengerti situasi hanya bisa bengong, sementara Aichal yang sudah tau situasinya dengan cepat membawa adiknya pergi dari tempat itu. Wajah tak menyenangkannya juga tak bisa di sembunyikan lelaki yang senang bercanda itu. "Ayo dek kita harus pulang, mataharinya sudah mulai panas." Aichal dengan cepat bangkit dari duduknya dan menarik lengan sang adik tanpa basa-basi meninggalkan pasangan itu. Sementara Agil yang tak tahu menahu hanya memberikan senyum dengan wajah bingungnya ke arah wanita yang tadi menyapa adiknya. "Situasi macam apalagi ini? Kenapa mereka bisa tinggal di sini? Atau dia cari tau alamat rumah aku dan sengaja buat tinggal di sini juga? Tapi buat apa dia sampai begitu, kan dia sudah punya istri?" Ayu membatin dalam hati dengan pikirannya yang sedang kacau. "Tunggu kita kenapa pergi sih, kan gak sopan ninggalin orang begitu saja kayak tadi?" tegur Agil yang tak tahu apa-apa itu. "Lu pernah marah-marah tentang cowok yang udah jemput adek kesayangan kita ini di pelabuhan waktu dia pulang dari Bali terus adek kita sampai sakit tapi itu laki gak nongol-nongol." Aichal yang menjelaskan. "Ya terus?" Agil masih bingung. "Nah dia dah cowoknya. Lama amat sih lu nyambungnya." Protes Aichal yang terus berjalan dengan menggenggam tangan Ayu. "Astaga kenapa gak bilang sih Pin. Kan aku bisa buat perhitungan sama dia." Agil malah kesal sendiri sekarang. "Telat lu mau buat perhitungan sama orang sekarang. Ya ada kita bisa di gebukin orang karena di teriakin preman. Sudah ah aku lapar, cepetan jalannya jangan kayak siput." Sindir Aichal. Sementara itu Ayu masih tak bersuara, ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri tentang mantan sahabatnya yang hitam manis kayak gulali itu. "Gak mungkin mereka tiba-tiba tinggal di sini kan? Pasti ada maksud dan tujuan lainnya aku yakin itu?" Ayu kembali bermonolog sendiri dalam hati. "Eh kenapa malah jadinya kek lirik lagu di film My Heart sih. Ah sudah lah ngapain juga sibuk mikir hal yang enggak penting begitu." Lanjutnya lagi. "Dek, dek?" Panggil Agil yang sudah kesekian kalinya ketika mereka sudah berada di dalam rumah namun sang adik masih belum meresponnya. "Ni anak ngelamun Mulu deh, woi mau sarapan apa?" Aichal kini menggoyangkan bahu adiknya. "Eh ya maaf kak, makan tomat aja." Jawab Ayu asal ya g langsung membuat dua Upin Ipin versi dewasa itu saling pandang dengan wajah heran mereka. Sementara sang adik malah dengan santainya berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya. "Wah wah itu anak kayaknya otaknya lagi ngelag. Ya sudah kita buat nasi goreng aja yuk!" ajak Agil yang kini sudah lebih dulu berjalan ke arah dapur. "Kamu gak ganti baju dulu?" tanya Aichal yang kini ikut menyusul kembarannya. "Kelamaan kalau harus ganti baju dulu katanya lu laper." "Ya sih, kamu memang kembar ku yang teramat sangat bisa di andalkan!" Puji Aichal yang kini mengacungkan dua jari jempolnya. "Halah lagu lama emang lu." Agil hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh ke belakang. Kalau sudah urusan masak memasak Agil memang paling jago dan bisa di andalkan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN