Mendapat Tugas Penelitian

1024 Kata
"Pagi kesayangannya mama, lho kok tumben pakai seragam putih-putih nya lagi sayang? Bukannya mata kuliah mu sudah nggak ada ya?" Sapa mama Ratna yang sedikit kaget melihat sang anak menggunakan seragam kuliahnya lagi ketika mereka berjumpa di dapur. "Ya mah ada kegiatan di kampus, eh bukan di kampus sih. Adek di telpon semalam sama dosen dimintain tolong untuk bantu beliau penelitian. Jadi enumerator gitu mah, ngumpulin data. Alhasil adek pakai seragam karena kemungkinan nanti akan langsung ke rumah sakit tempat dosen itu mengumpulkan data mah." Tutur Ayu seraya duduk di meja biasa tempatnya makan. "Oh berarti kamu akan sampai sore di luar?" tanya mama Ratna lagi. "Ya mah, kemungkinan begitu. Ah ya, papa jadi pulang hari ini kan?" Ayu mulai mengambil nasi goreng yang ada di mangkuk besar di atas meja itu. "Jadi sayang. Nanti siang papamu akan tiba di bandara." Mama Ratna ikut duduk di hadapan putrinya. "Sepi ya hanya ada kita berdua." Celetuk wanita cantik tu dengan senyum yang sedikit di paksakan. "Hehe sebentar lagi juga mereka balik mah." Ayu hanya bisa membalas dengan senyuman riang agar mama nya tak bersedih. "Ya sayang." "Mama yang jemput papa ke bandara?" Tanya gadis cantik itu lagi. "Tidak sayang, biar nanti di jemput pak supir. Mama banyak kerjaan di butik." jawab sang Mama. "Oh." "Ya sudah kamu sarapan dulu gih." Dua wanita itu pun memulai sarapan mereka, hening tak ada suara seperti biasa. Hanya ada suara dentingan peralatan makan mereka saja. "Mah adek berangkat dulu ya!" Ayu menghampiri wanita hebatnya itu setelah menyelesaikan sarapan nya, menyalaminya dan juga memeluk serta mencium sang mama yang masih duduk dari belakang. "Hati-hati ya sayang!" Ratna juga tak lupa mencium pipi anaknya. "Ya mah." Ayu. "Kamu nggak ketemu sama Imam lagi hari ini?" tanya mama Ratna lagi ketika sang anak melepaskan pelukannya. Ayu menghela nafasnya. "Mah jangan mulai deh. Dia juga pasti sibuk masa mau ketemuan terus tiap hari." Jawab Ayu. "Aduh ujung-ujungnya topik ini lagi yang keluar, sepertinya selain mama baper liat para pengantinnya mamah juga deh tapi karena mamah kangen sama pasukan tiga kembar itu. Susah ini mah kalau kayak begini." Lanjut Ayu membatin. "Hehe ya kali aja kan sayang kalian ketemuan. Biasanya kan begitu nak kalau anak yang lagi kasmaran. Gak mau jauh-jauhan lama-lama." Seloroh Ratna dengan senyum menggoda. "Nggak semua sih begitu lah mah. Ya sudah ah adek mau berangkat dulu. Assalamualaikum." Ayu pun pamit dan meninggalkan sang mama yang masih di dapur. "Mamah mamah jadi tujuannya tadi bilang sepi nggak ada tiga cowok itu karena melanjutkan pembahasan ini. Hadeh." Gumam Ayu seraya geleng-geleng kepala menuju garasi tempat dimana sepeda motor kesayangannya bertengger. "Pagi pak." Sapa Ayu pada pak Danang yang baru selesai memanaskan motornya itu. "Terimakasih ya." Ayu menunggangi motornya. "Sama nak Yu. Oh sepertinya wanita yang kemarin menumpangi mobil kita itu masih mengawasi di depan sana nak. Dia nungguin nak Ayu keluar sepertinya." Pak Danang memberikan informasi. "What?" Ayu tersentak. Namun dengan cepat ia merubah ekspresi wajahnya. "Biarkan saja lah pak. Mungkin dia sedang kurang sehat akalnya sampai berani terang-terangan begitu datang kemari." Ayu mulai tak peduli. "Ya nak." "Saya berangkat dulu pak." Pamit Ayu dan meninggalkan rumahnya. "Mau apalagi sih itu istri Abang kemari. Nggak capek apa dia terus-menerus nawarin suaminya ke wanita lain." Batin Ayu yang sudah berada di atas motor. Ia terus melajukan motornya tanpa sedikitpun menoleh mencari sosok yang disebutkan pak Danang. Ia tak mau berurusan dengan cewek itu di pagi hari begini. ***** Tak terasa hari sudah hampir menjelang sore, jam di dinding sudah menunjukkan pukul 15.00 WITA. Setelah diskusi dan penjelasan panjang kini saatnya Ayu akan pergi bersama sang dosen ke salah satu rumah sakit besar di sana untuk mengurus perizinan. "Motor kalian tinggal di sini saja ya, ikut langsung di mobil bapak kita berangkat sama-sama!" Ucap Bu Nining selaku dosen penanggungjawab penelitian itu. "Baik Bu." Ucap tiga mahasiswa itu kompak. "Kalau begitu kita berangkat sekarang. Kita akan langsung bertemu dengan kepala rumah sakitnya." Lanjut dosen wanita berambut sebahu itu lagi. Mereka pun berangkat ke rumah sakit yang akan di tuju. Setelah menempuh perjalanan dua puluh menit lamanya dari kampus akhirnya rombongan itu pun sampai ke tempat tujuan. "Selamat siang saya Nining salah satu dosen Poltekkes yang akan melakukan penelitian di sini. Apa pak kepala ada?" tanya sang dosen di meja informasi yang akan menuju ruangan para staf rumah sakit itu. "Ada Bu, ibu yang sudah buat janji di telpon kemarin ya?" tanya staf tersebut. "Ya mbak." "Mari silahkan ikut saya Bu, saya antarkan ke ruang pak kepala." Wanita itu pun keluar dari mejanya dan kini menuntun rombongan itu menunju ruangan kepala rumah sakit tersebut. "Denger denger kepala rumah sakit di sini masih muda lho." Bisik Gatri yang berjalan di tengah-tengah temannya yang lain. "Hah masak?" Putu memasang wajah tak percaya sementara Ayu memasang wajah biasa-biasa saja seraya memperbaiki jilbabnya yang sedikit meleyot ke kanan. "Ya serius, masa aku bohong sih. Selain masih muda katanya juga dia belum nikah lho." Lanjut Gatri lagi dengan wajah berbinarnya. "Waaaah asyik doang kali aja bisa pedekate kan." Timpal Putu seraya bertepuk tangan tanpa suara. "Haduh kalian ini berrik amat sih, malah begosip lagi." Celetuk Ayu "Lah emang kamu nggak tertarik Yu?" tanya Gatri merasa heran dengan reaksi teman kelasnya yang satu itu. Tiga mahasiswi itu sengaja memelankan langkah mereka agar percakapan mereka tak terdengar oleh dosen dan staf rumah sakit itu. "Gak biasa aja. Ya kalau dia mau sama modelan mahasiswi pas-pas kayak kita begini." Celetuk Ayu datar. "Ya elah lu mah patahin semangat orang aja Yu." Gatri menyenggol lengan temannya yang jutek itu. "Tau ni anak. Nggak bisa liat orang bermimpi dikit." Timpal Putu dengan wajah kesalnya. "Mimpinya kesorean kali. Udah ah yuk kita susul Bu Ning, nanti tanduknya keliatan lagi kalau ketauan jita malah begosip!" Ayu pun mempercepat langkahnya menyusul sang dosen yang emang di kenal galak itu. Dua temannya hanya bisa saling menatap heran melihat kelakuan teman kelasnya yang satu itu. "Dasar sonde maronde." Desis Gatri dan Putu kompak seraya berjalan menyusul teman dan dosennya itu. Setelah naik ke lantai 2 akhirnya mereka sampai juga di ruangan kepala rumah sakit. Mata tajam Lydia langsung mengarah ke mahasiswi yang sendirian mengenakan jilbab itu tanpa mendengarkan dengan seksama percakapan
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN