Setelah dirasa tenang, Rhea melepas pelukannya pada Oris seraya menghapus sisa air mata di wajahnya. Gadis itu menatap Oris dengan beberapa pertanyaan yang sangat ingin ia tanyakan pada sahabatnya. Oris membenarkan posisi duduk bersilanya dan menghadap pada Rhea.
"Tanyakan, apa yang ingin lo tanyain," celetuk Oris. Pemuda itu menggenggam kedua tangan Rhea seraya tersenyum menenangkan.
"Gue mimpi aneh," jawab Rhea setengah berbisik.
"Mimpi aneh, apa?" Oris mengerutkan dahinya, penasaran.
"Seorang anak kecil lelaki, tenggelam di sungai. Gue mencoba berusaha menolongnya, tapi ...," Rhea tiba-tiba terdiam. Gadis itu menundukkan kepalanya dan kembali terisak.
Sedangkan Oris, pemuda itu segera menarik tubuh kecil sahabatnya ke dalam pelukannya dan mendekapnya sangat erat. Perlahan, ingatan masalalu sahabatnya itu mulai kembali. Ingatan yang membuat Rhea hampir kehilangan nyawanya karena berusaha menyelamatkan Oris saat mereka masih kecil dulu.
'Jangan maksain ingatan lo, Rhe. Biarkan semuanya menjadi kenangan buruk yang tertutup rapat. Lo gak perlu mengingatnya. Semakin lo berusaha mengingat itu, semakin dalam juga rasa bersalah gue sama lo,' Batin Oris.
Tok. tok, tok.
Tok, tok, tok,
"Rhe!! Buka!!" teriak Vivi dari depan pintu kamar. Perempuan itu mengetuk dengan tak sabar, hingga membuat kebisingan.
"Yang, sabar!" Suara Theo terdengar berusaha menenangkan kekasihnya.
"Mana bisa gue sabar baca curhatan si Oris di hape lo?" tanya Vivi menggerutu.
"Kok Ayang malah marah-marah sama gue sih?" protes Theo.
Vivi membalikkan tubuhnya menghadap pada kekasihnya.
"Kalau misalkan gue ada diposisi si Rhea, lo bakal kaya gimana? Gue makin benci sama si Tuti! Mana tuh anak? Gue pites juga kepalanya!" cecar Vivi dengan nada tinggi.
Bukannya memperhatikan Vivi yang sedang berbicara, pemuda itu malah menatap Oris dan Rhea yang sedang berdiri di depan daun pintu, menatap bingung pada dua pasangan yang sedang memperdebatkan sesuatu.
Selang beberapa detik, pandangan Rhea dan Oris seketika beralih pada Ami, Raga, Shappira, dan Ovi yang terlihat berjalan tergesa-gesa menghampiri mereka.
"Ya Gusti, kenapa kalian semua bikin ribut di sini?" gumam Rhea, membuat Vivi seketika menoleh ke belakang dan menarik Rhea keluar.
Rhea yang masih sedikit lemas, hanya bisa mengikuti kemana Vivi akan membawanya.
"Shap, Mi, kita temuin si Tuti gila!" Ajak Vivi saat berpapasan dengan keenam temannya.
Shappira dan Ami segera memutar balik badan, dan berjalan mengekor di belakang Vivi yang masih menarik tangan Rhea.
"s****n emang si Tuti! Giliran gue gak ada, dia berulah! Gue gak akan tinggal diam jika menyangkut anak-anak GAS!" gerutu Vivi lagi.
Rhea tak menolak, ia sendiri bahkan masih merasa kesal pada perlakuan dan perkataan Tuti padanya. Gadis itu melepaskan cengkraman tangan Vivi.
"Kita serang si sapi gila itu!!" gumam Rhea dan berjalan lebih dulu memimpin ketiga temannya yang tersenyum.
"Gue suka gaya lo," ujar Shappira.
Sedangkan dari belakang, Oris, Raga, Theo dan Ovi menatap para wanitanya dan menghela napas dalam-dalam.
"Gue yakin, akan ada perang jambak yang terjadi," gumam Ovi.
Oris, Raga dan Theo seketika menoleh, menatap Ovi yang sedang bersidekap.
"Perang jambak?" tanya Oris.
Ovi mengangguk.
"Jambak rambut sampai rontok!" jawabnya.
"Haduh, kalau sampai terjadi bisa-bisa gue yang kena omel Yayang Vivi," timpal Theo seraya melangkah lebih dulu menyusul kekasihnya. Diikuti Oris, Raga dan Ovi yang setengah berlari dari belakang.
"Duh, bar-bar sekali anak gadis!" ujar Ovi.
"Yang gadis cuma si Rhea, sisanya udah berlubang!" sergah Theo.
***
Di sebuah lapang basket indoor, Vivi beserta ketiga anak GAS lain, berjalan masuk menghampiri Tuti yang sedang latihan teater untuk praktek pelajaran Bahasa Inggris, bersama kedua temannya yang lain.
Tuti melipat kedua tangannya di atas d**a seraya menyeringai saat melihat Rhea, Vivi, Ami dan Shap kini berjalan menghampirinya.
"Rendahan!" gumamnya Tuti setengah berbisik, tetapi masih bisa terdengar oleh orang-orang yang ada di dalam gedung basket tersebut.
"Apa lo bilang?" tanya Shap.
"Coba ulangi omongan lo!" timpal Rhea yang kini maju semakin ke depan.
"Ren-da-han! Beraninya keroyokan! Masalah gue cuma sama lo, tapi kacung-kacung lo selalu ikut campur!" jawab Tuti.
"s****n lo!" pekik Shappira.
Wanita yang paling sulit mengontrol emosinya itu seketika berjalan dengan cepat dan menjambak rambut panjang Tuti dengan sekali tarikan. Tuti tak tinggal diam, ia membalas perlakuan Shappira dan balik menjambak wanita itu. Vivi, Ami dan Rhea yang melihat kejadian itu segera membantu Shappira agar terlepas dari tarikan tangan Tuti.
Rhea menggigit sebelah lengan perempuan menyebalkan itu, sedangkan Ami menarik tangan Tuti yang lainnya agar terlepas dari rambut panjang Shappira. Sedangkan Vivi, ia menarik tubuh Shappira ke belakang, berharap jambakan dari Tuti bisa segera terlepas.
Tetapi ternyata, Tuti melepas salah satu lengan yang sedang digigit Rhea hanya untuk beralih dan menjambak rambut gadis yang sangat dibenci olehnya itu.
"Lepasin gak?" pekik Shappira seraya menarik lebih keras jambakan pada rambut Tuti.
"Lo yang lepasin! Gue gak akan lepas sebelum lo lepasin tangan lo dari rambut gue!" sahut Tuti.
"Eh anjir lo! Ngeyel banget jadi orang!" timpal Ami.
Sedangkan Rhea, gadis itu dengan refleks menginjak kaki Tuti dengan sangat keras, membuat Tuti seketika mengaduh dengan kencang dan melepaskan jambakannya dari kepala Shappira dan Rhea sekaligus. Shappira pun melepas jambakannya dari rambut Tuti dan menatap tajam pada wanita di hadapannya itu dengan rambut yang berantakan.
Dan tanpa terduga, satu tamparan keras begitu saja melayang pada wajah Rhea yang sedang merapihkan pakaiannya. Gadis itu terdiam dan menoleh menatap Tuti. Vivi yang melihat adegan tersebut dengan jelas seketika berjalan menghampiri Tuti dan balik menampar wajah Tuti dengan sangat kencang.
"Berani banget lo nampar temen-temen gue?" pekik Vivi.
Rhea seketika mendengkus dan menarik kerah pakaian Tuti.
"Apa yang lo mau dari gue?" tanya Rhea dengan penuh penekanan.
"Gue mau liat lo dan Oris, hancur!" sahut Tuti dengan seringai menyebalkan.
"Haha ... lo gak akan bisa pisahin gue sama Oris! Siapa lo? Apa hak lo hancurin hubungan gue sama Oris?" tanya Rhea.
"Karena lo, gak pantes dapetin Oris!" jawab Tuti.
Melihat Rhea dan Tuti yang semakin memanas, Ami, Vivi dan Shappira saling melempar tatap satu sama lain dan mencoba melerai keduanya. Mereka khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi.
"Gak akan ada ujungnya emang ngomong sama orang kaya lo! Ibaratnya, lo tuh lalat hijau yang hobby makan kotoran! Ayo, Rhe. Simpan tenaga lo buat kompetisi karate aja!" ujar Vivi. Ia tarik tangan Rhea agar segera melepas cengkramannya dari kerah pakaian Tuti.
"Urusan lo sama gue, belum selesai, Tuti Maryati!" tekan Rhea seraya melepas cengkramannya.
Keempat wanita itu segera berbalik dan berjalan meninggalkan Tuti beserta dua temannya yang duduk dengan wajah ketakutan. Shapppira merapihkan rambut yang berantakkan dengan jari jemari lentiknya lalu menghentakkan kaki, membuat Rhea Vivi dan Ami seketika menghentika langkah mereka dan menatap pada Shappira.
"Kenapa lo?" tanya Ami.
Shappira menoleh ke belakang dan mengacungkan jari tengahnya pada Tuti yang sedang menendang kursi khusus para pemain basket. Melihat acungan jari tengah itu, membuat Tuti semakin kesal dan melempar buku yang ada di atas lantai.
"s****n! Gue masih belum puas ngehajar tuh demit," gurutu Shappira.
Mereka berempat kembali melanjutkan langkahnya, dan Ami membuka pintu lapang basket indoor tersebut.
"Dari mana lo tahu si demit di sini?" tanya Vivi pada Ami.
"Temen satu kelas gue yang bilang." Jawab Ami.
"Ya Salam ... gue bener-bener masih kesel sama tuh kunti!" Kini giliran Rhea yang menggerutu.
Langkah keempatnya berhenti tepat saat melihat Oris, Theo, Ovi dan Raga terengah-engah dan menatap ke arah mereka berempat.
"Yang!" seru Theo.
Baik Vivi, Rhea, Shappira maupun Ami seketika berbelok ke sisi kiri mereka, dan berjalan dengan langkah cepat menuju kantin sekolah, dengan wajah terkejut.
"Mampus! Gue yakin si Oris bakal marahin kita bertiga," ujar Ami.
"Lo juga sih, Vi. Main seret bininya aja," timpal Shappira.
"s****n lo semua! Bisa-bisa gue diceramahin sampe pagi sama dia," sahut Rhea.
***