Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Rhea dengan santainya berjalan memasuki gedung sekolah, dengan sweater hoodie warna putih, dan headphone bluetooth menempel di kepala menutupi telinganya. Tetapi ada yang beda dengan Rhea hari ini. Gadis dengan sebuah lolipop di mulutnya itu dengan sengaja menyematkan sebuah kacamata hitam yang kini bertengger dengan cantik menutupi kedua matanya.
Dari kejauhan, Ovi yang sedang berjalan bersama teman satu kelasnya memincingkan mata lalu menghentikan langkahnya. Tak hanya Ovi yang berhenti, kedua teman lelaki itu pun menghentikan langkah mereka dan menatap terpesona pada Rhea. Menyadari tatapan tidak biasa dari Reza dan Deri, membuat Ovi seketika menarik kaus olah raga mereka berdua dan mengusapkannya pada sudut bibir Reza dan Deri.
"Cengonya harap dikontrol, teman," celetuk Ovi sembari melihat wajah Reza dan Deri secara bergantian.
"Kenapa Rhea secantik itu pagi ini?" tanya Deri bergumam.
"Ah ... penyemangat gue selalu mempesona," timpal Reza.
Ovi menggelengkan kepalanya lalu merangkul kedua temannya itu.
"Mending lo berdua buruan pergi deh dan kubur dalam-dalam mimpi kalian itu sebelum singa galak nerkam kalian," ujar Ovi.
Pemuda itu melepas rangkulannya dan berjalan meninggalkan Reza dan Deri, lalu melangkahkan kakinya menghampiri Rhea.
"Pagi ini terasa gelap gulita," ujar Ovi seraya menarik kacamata yang dipakai Rhea dengan gerakan cepat.
"Opik! Apaan sih lo? Siniin kacamata gue. Balikin gak?!" pekik Rhea dengan kesal.
Tepat saat kacamata itu dilepas, Ovi melihat mata Rhea yang sembab dan masih terlihat sangat bengkak.
"Astaga Rhea! Mata lo kenapa?" tanya Ovi penasaran.
Belum sempat Rhea menjawab, mata gadis itu lebih dulu melihat Oris yang sedang berjalan mengenakan seragam tim lari jauh, dan berjalan ke arahnya. Ovi yang menyadari arah tatapan Rhea segera menoleh ke belakang lalu kembali manatap gadis itu.
"Lo berantem sama si Oris?" tanya Ovi.
Rhea segera merebut kacamata hitam di tangan Ovi dan kembali memakainya.
"Lo temen gue kan, Insidius?" tanya Rhea.
Ovi menganggukkan kepalanya. "Dan gue juga sahabat si smile meries," timpalnya.
"s****n lo! Gue aduin si Shap, baru tau rasa." Ancam Rhea dengan nada ketus.
"Emang mau apa sih lo? Jangan aneh-aneh deh," protes Ovi.
"Bantu gue biar gak ketemu si daya serap super. Badan gue kan kecil, bisa ketutup sama badan lo." Pinta Rhea.
Ovi yang mengerti seketika menganggukkan kepala dan mulai menutupi tubuh Rhea dengan berjalan mundur. Tetapi dari kejauhan, Ovi melihat Pak Gerald sedang berjalan menuju kelasnya.
"Mampus! Pak Gerald udah dateng," gumam Ovi.
"Ha? Apaan ...," belum sempat Rhea melanjutkan pertanyaanya, Ovi sudah lebih dulu berbalik dan berlari meninggalkan Rhea, membuat Oris yang jaraknya sudah sangat dekat dengan Rhea tiba-tiba mengalihkan pandangannya dan menatap Rhea.
Seketika itu juga Rhea merengut dan berjalan sangat cepat agar tidak berpapasan lebih lama lagi dengan Oris. Tetapi sayangnya, tepat saat Rhea berjalan melewati Oris, pemuda itu dengan cepat menarik kacamata hitam yang Rhea pakai, dan menatap mata Rhea dengan seksama.
"Lo nangis?" tanya Oris dengan dahi berkerut.
Rhea yang kini berdiri menghadap Oris, menengadahkan kepalanya ke atas lalu merebut kembali kacamata hitam miliknya dari tangan sahabatnya itu.
"Bukan urusan lo!" sahut Rhea dengan ketus.
Gadis itu mendelik dan berjalan dengan cepat menuju kelasnya dengan perasaan kesal.
"s**l banget gue hari ini!" gerutunya seraya mengacak rambut pendeknya dengan gemas.
Sedangkan Oris yang kini masih menatap punggung Rhea, hanya bisa menghela napas dalam-dalam dengan rasa bersalah dalam hatinya yang tiba-tiba saja menyeruak.
"Gue benci liat lo nangis, Rhe."
***
The Flower Of GAS
Shap : Di mana kalian?
Anda : Kelas.
Vivi : Di UKS. Nyusuin bentar, ehh ...
Ami : Gue baru selesai kelas. Ngapa deh?
Shap : Kantin, yuk!
Lia : Hayu.
Shap : Janjian depan kelas si Rhea, iya.
Ami : Otewe,
Vivi : Otewe.
Lia : Otewe.
Read.
Setelah membaca pesan dari ke empat sahabatnya, Rhea segera memasukkan buku pelajaran biologi yang baru saja selesai ia pelajari ke dalam tas. Fokusnya tiba-tiba teralihkan saat beberapa temannya terdengar bergumam dan menyebut-nyebut nama Oris, Ovi, Theo, Ranjiel dan Raga. Rhea seketika mengalihkan pandangannya dan melihat Oris dan keempat anak GAS lainnya baru saja melewati kelasnya.
Gadis itu kembali merengut dan memasukkan buku-buku pelajarannya dengan perasaan kesal ke dalam tas dan berdiri dari atas kursinya untuk menaruh tas tersebut ke dalam loker di belakang mejanya. Ia pun kembali memasang headphone pada telinganya dengan colokan yang ia masukkan ke dalam saku sweater hoodie putih dan berjalan keluar kelas saat melihat Shappira, Lia, Ami dan Vivi sudah menunggu di depan pintu kelas.
"Idih, kenapa mata lo?" tanya Shappira.
Rhea kembali memasang kacamata hitamnya dan berdiri di tengah-tengah keempat temannya.
"Si smile meries bikin lo nangis?" tanya Ami.
"Pokoknya gue benci sama dia!" gumam Rhea.
"Pantes aja depan pintu kamar dia dipasang tulisan singa galak," timpal Vivi.
"Gue pikir masalah kemarin udah selesai," ujar Lia.
"Gak ada kata selesai sebelum dia minta maaf duluan!" sahut Rhea.
"Vi, ngapain lu ke UKS?" tanya Ami.
"Abis ngobatin pergelangan tangan Theo," sahut Vivi.
"Kenapa tangan si teh oreo?" tanya Shappira.
"Gara-gara si Oris! Gak ada akhlak emang laki lu, Rhe!" gerutu Vivi.
"Kok bisa gara-gara si Oris?" tanya Lia.
"Manusia terbangke itu melintir tangan Ayang Theo, cuman gara-gara ngetuk pintu kamarnya!" sahut Vivi.
"Tapi tangannya gimana sekarang?" tanya Ami.
"Udah gue balut pake Leukocrepe tadi di UKS," jawab Vivi.
"Pantes aja anak IPA banyak yang bahas kejadian kemarin. Gue denger dari anak asrama, Theo semalem dibikin keseleo tangannya. Terus kan dia juga denger pas Theo teriak," timpal Rhea memanas-manasi Vivi dengan sengaja.
Vivi seketika menghentuikan langkahnya saat mereka baru saja memasuki bagian depan kantin, lalu bersidekap, menatap Oris yang sedang duduk dan tertawa bersama keempat anak GAS lainnya.
"Ngajak baku bacot emang laki lu!" gumam Vivi.
"Oris bukan laki gue, BETEWE! Lagian Vi, si Oris emang udah kelewatan. Gue dukung lo buat hajar tuh anak." sergah Rhea sembari memberi dukungan penuh.
"Rhe, lu gak kasian apa sama si Oris?" tanya Lia.
"Kagak! Dia bukan laki gue, jadi gue bahagia aja lu siksa anak org. Gue benci sama dia," sahut Rhea seraya menatap Lia dan Vivi bergantian.
Shappira dan Ami hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabat-sahabatnya itu. Mereka segera berjalan menuju meja favorit mereka yang jaraknya tak jauh dari para anak GAS lelaki.
Ovi yang lebih dulu menyadari kedatangan kelima anak GAS perempuan seketika menatap Oris yang nampak acuh tak acuh.
"Lo udah bikin anak orang bertingkah aneh, Pak Haji!" ujar Ovi.
"Maksud lo?" tanya Raga yang tak mengerti maksud perkataan temannya.
Ovi melirikkan matanya dan menunjuk dengan dagu ke arah Rhea, membuat ke empat teman lainnya menoleh ke arah yang Ovi tuju, termasuk Oris.
"Nape dah tuh bocah? Berasa dunia terlalu terang apa?" tanya Ranjiel.
"Betewe, si Rhea cantik juga ya pake kacamata kek gitu," timpal Raga, yang seketika itu juga mendapat tatapan tajam dari Oris.
"Wooo Aga, gue aduin si Ami, hayoloh!" goda Ranjiel.
Tiba-tiba mereka berlima melihat seorang siswa menghampiri meja para wanita, dan memberikan sebatang coklat besar pada Rhea.
"Wah, Ris. Wah udah lah, Ris. Mampus aja lu," ujar Ranjiel sembari menggelengkan kepalanya.
"Rhea terima coklatnya," ujar Theo sengaja memanasi.
"Tangan Rhea dipegang dong!" Kini giliran Ovi yang memanasi.
Oris yang mulai terpancing emosinya menggeser ke belakang dengan kasar kursi yang ia duduki lalu berdiri dan berjalan menghampiri meja Rhea dan keempat anak GAS lainnya. Apa yang dilakukan Oris seketika itu juga mencuri perhatian para siswa yang sedang berada di sana, dan menatap Oris.
Oris menarik tangan siswa yang berani menyentuh Rhea itu, lalu memelintirnya ke belakang, dan mendorong punggung pemuda itu hingga membungkuk dengan kepala dan setengah badannya menempel pada meja kosong yang ditempati para gadis itu
"Anjir, sakit!" pekik kakak kelas tersebut yang bernama Dani.
"Berani lo sentuh cewek gue lagi, gue patahin tangan lo!" ujar Oris dengan penuh penekanan.
"Apa-apaan sih, Ris?" protes Rhea. Gadis itu berusaha menarik tangan Oris agar terlepas dari punggung Dani.
Oris hanya melirik sesaat dan kembali menekan pemuda itu. Sedangkan Theo, Ovi, Raga dan Ranjiel tergelak melihat kejadian tersebut.
"Hiburan gue emang receh, anjir." Gumam Ovi setelah puas tertawa.
Theo segera berdiri dari tempatnya dan berjalan menghampiri Oris yang sedang diselimuti kabut emosi dan cemburu, disusul Ovi, Raga dan Ranjiel dari belakang.
"Udah, Ris! Lo mau bikin mata si Rhea bengkak kaya bakso?" tanya Ovi.
Oris melirik pada Rhea yang masih menatapnya di balik kacamata hitamnya tersebut, lalu melepaskan cengkramannya pada Dani. Ranjiel segera membantu Dani bangun dari posisinya, dan sedikit mendorong tubuh pria itu agar segera pergi.
"Jangan ganggu bininya si singa galak! Bisa-bisa, lu habis jadi pakannya," bisik Ranjiel sesaat sebelum kakak kelas itu pergi meninggalkan mereka.
Oris mengambil coklat pemberian Dani dan memberikannya pada wanita yang duduk di belakang Vivi.
"Rhea gak butuh coklatnya, ini buat lo aja." Ujar Oris yang kemudian menarik pergelangan tangan Rhea untuk keluar dari kantin.
***