9. Jebakan Bu Salamah

1091 Kata
Bu Salamah tersenyum puas saat melihat Affan duduk di kursi panjang ruang tamunya, laki-laki itu terlihat mulai tak fokus, mencoba menggeleng mungkin untuk memastikan pandangan matanya yang mulai kabur, begitu pikir ibu dari Raihanah itu. Bu Salamah hanya diam, membiarkan Affan yang ia yakin mulai mengantuk berat. Dosis obat tidur yang ia minta dari Bu Tiwi tidak main-main, kata Bu Tiwi, biasanya suaminya yang punya penyakit insomnia akan langsung mengantuk setelah lima menit meminum obat. Apalagi Affan yang ia yakin sehat dan bugar. 'Satu, dua, tiga.' Begitu Bu Salamah menghitung Affan akan tertidur, hingga Bu Salamah menghabiskan hitungan kelima, Affan benar-benar memejamkan matanya. Bu Salamah mendekati Affan dan memastikan Dokter tampan dan mapan itu benar-benar tertidur. "Maaf, ini sudah di-" Raihanah terdiam saat melihat Dokter Affan tertidur di kursi, sementara ibunya berada di depan majikannya itu. "Bu, Mas Dokter kenapa?" tanya Raihanah pada ibunya yang tampak sedikit pucat itu. "Em, gak tau Hanah, ini Ibu sedang pastikan, dia tadi menguap, ngantuk katanya, eh tiba-tiba tidur, Ibu cek, tidur beneran," jawab Bu Salamah berbohong. "Em, biar Hanah bangunkan Bu," ujar Raihanah. Namun, dengan buru-buru Bu Salamah menahan niat putrinya itu. "Jangan, em biarkan dia tidur dulu, kasihan dia sepertinya sangat kelelahan," ujarnya. "Tapi Bu, ini bajunya sudah Hanah kucek yang kotor, dan takut dilihat tetangga Bu," ujar Raihanah. "Halah, peduli apa sama omongan tetangga, saksinya kan ibu, kalian tidak ngapa-ngapain, sudah biarkan saja dulu, ini kamu minum dulu, tadi ibu lihat kamu belum sempat minum setelah makan," ujar Bu Salamah lagi. Raihanah pun mengerutkan keningnya. "Masa sih Bu, perasaan sudah deh," jawab Raihanah. "Belum, ini minum dulu, terus antar ibu istirahat ke kamar, ibu pusing," ujar Bu Salamah. Raihanah pun mengangguk, kemudian ia segera meminum air putih yang diberikan oleh ibunya hingga tandas. "Alhamdulillah," ucapnya. Raihanah kembali menatap heran pada Dokter Affan yang terlihat begitu terlelap, kemudian ia memilih mengabaikan Dokter Affan sementara ia mengurus ibunya istirahat. Raihanah mendudukan ibunya di ranjang, lalu dia tiba-tiba merasa berat di matanya, lalu ia pun menguap dan segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. "Kenapa Hanah?" tanya Bu Salamah, ia berpura-pura tak tahu bagaimana keadaan putrinya, padahal jelas dia tahu apa yang menyebabkan putrinya mengantuk. "Gak apa Bu, cuma ngantuk aja," jawab Raihanah. "Ya sudah, istirahat saja sana," ujar Bu Salamah. "Nggak Bu, ada Mas Dokter, gak enak kalau Ha nah ti-" Raihanah benar-benar tak bisa lagi menahan kantuknya, perlahan ia duduk di ranjang ibunya, lalu ia pun merebahkan tubuhnya, Raihanah tertidur. "Bagus, obat tidurnya ampuh," gumam Bu Salamah mengingat serbuh obat tidur yang ia campurkan pada gelas Dokter Affan dan gelas putrinya saat mereka lengah tadi. Bu Salamah turun kembali dari ranjang, lalu dengan susah payah ia papah tubuh putrinya pindah ke kamar Raihanah sendiri, beruntung tubuh putrinya kurus dan kecil sehingga ia tak perlu susah payah memindahkan putrinya itu. "Ah," rintih Bu Salamah memegang dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri setelah dia berhasil memindahkan Raihanah ke kamar gadis itu. "Sekarang, tinggal Mas Dokter," gumam Bu Salamah. Kemudian Bu Salamah kembali ke ruang tamu. Wanita itu kini bingung bagaimana cara memindahkan tubuh dokter Affan yang tinggi dan tegap atletis itu. Dadanya terasa nyeri, ia mungkin tak akan kuat meski hanya memapah laki-laki itu ke kamar Raihanah. 'Ya Allah, beri aku kekuatan untuk memindahkannya, aku tau caraku salah, tapi aku benar-benar terpaksa demi masa depan putriku, setelah ini aku rela jika memang masaku telah habis di dunia ini,' ucap Bu Salamah di dalam hatinya. Tekad yang kuat di hati Bu Salamah untuk menyelamatkan masa depan putrinya, membuat wanita paruh baya itu begitu kuat memindahkan tubuh Dokter Affan ke kamar Raihanah, merebahkan laki-laki itu tepat di samping Raihanah di kasur tanpa ranjang di kamar Raihanah. "Maafkan Ibu Hanah tapi masa depanmu masih panjang, maaf karena Ibu gadaikan harga dirimu dengan cara seperti ini, tapi ini lebih baik daripada harus menjadi istri Juragan Karsa," ucap Bu Salamah lirih sebelum ia melakukan rencana selanjutnya. *** Raihanah mengerutkan keningnya, telinganya mulai terganggu dengan suara isak tangis seseorang. "Ibu," lirihnya. Kepalanya masih terasa berat, begitupun matanya yang masih enggan untuk ia buka, rasanya mengantuk sekali. Tetapi ia yakin jika suara tangis yang ia dengar adalah suara tangis ibunya. Karena itulah Raihanah memaksakan diri untuk membuka matanya. "Bu," ucapnya. Namun, Raihanah tiba-tiba heran saat ia berniat bangkit, tubuhnya terasa berat, terutama di bagian perutnya. Raihanah pun meraba bagian perutnya itu, hingga ia merasakan sebuah tangan yang melingkar di perutnya. Yakin dengan dugaanya tentang apa yang genggam saat ini, Raihanah pun membuka matanya lebih lebar lagi, ia benar-benar terkejut saat melihat sebuah tangan yang begitu kekar di atas perutnya. "Astagfirullah," ucap Raihanah, rasa kantuk yang tadi masih ia rasakan, tiba-tiba lenyap saat menyadari apa yang terjadi saat ini. Raihana segera bangkit dan melepaskan diri dari pelukan seseorang yang belum ia lihat secara pasti, wanita itu lebih dulu Memastikan kondisi dirinya. "Astaghfirullah hal adzim," ucap Raihanah dengan suaranya yang sedikit serak. Gadis itu benar-benar terkejut saat mendapati kondisi tubuhnya yang hanya memakai pakaian dalam, Raihanah segera mencari selimutnya dan menutup seluruh tubuhnya, ia mundur ke belakang dan memeluk lututnya, ia menangis, pikirannya kacau mencoba mengingat apa yang terjadi. Raihanah menggeleng, ia benar-benar tak ingat apapun. "Ya Allah, apa yang terjadi," ucapnya. Kemudian Raihanah teringat dengan suara tangis ibunya, ia pun langsung menoleh ke arah pintu kamarnya yang tidak tertutup dan ia bisa melihat sebagian tubuh ibunya duduk di lantai di samping pintu kamarnya. "Ibu," ucap Raihanah. "ibu ...." Raihanah terus memanggil ibunya di sela isakannya. Hingga suara isak tangis Raihanah, perlahan mengusik seseorang yang hanya memakai celana boxer saja, yang tadi tidur memeluk Raihanah, masih di atas kasur yang sama dengan Raihanah. Dia, Dokter Affan yang mulai terusik tidurnya. Pria itu pun membuka matanya dengan perlahan, lalu memastikan apa yang ia dengar. "Ck, siapa sih nangis pagi-pagi? Berisik!" ujar Affan dengan kesal. "Ibu, tolong Hanah Bu, tolong Hanah," ucap Raihanah yang terus menangis, yang ada di pikiran Raihanah sekarang adalah, dia telah melakukan dosa yang teramat besar. Sedangkan Affan, mendengar suara Raihanah dan nama Raihanah disebut, pria itu pun membuka matanya semakin lebar, ia mulai sadar apa yang terjadi, kemudian ia melihat ke arah Raihanah dengan panik, lalu pada dirinya sendiri. "Ya Tuhan, apa yang terjadi?" tanya Affan yang masih dalam kebingungan, ia begitu terkejut. Hingga kemudian, Bu Salamah tiba-tiba masuk ke kamar itu dan berkata, "Anda telah menodai putriku!" "A-apa?" tanya Affan tak percaya, ia lalu melihat kembali ke arah Raihanah yang menenggelamkan wajahnya di atas lututnya. Gadis itu terus memeluk tubuhnya yang berbalut selimut. Affan kembali bingung, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. "Anda harus bertanggung jawab pada Hanah, Dokter!" ujar Bu Salamah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN