Bagian lima

518 Kata
"Boleh, kamu temani saya ya?" Caca dan James berjalan beriringan bak sepasang kekasih, berkali-kali James melirik ke arah Caca, pandangan Caca lurus kearah jalanan. Layaknya baru pertama kali mengenal cinta, jantung James berdegup tak karuan. James berdehem kecil, mencoba merusak keheningan yang tercipta. Caca menoleh, padangan mereka bertemu. James malah gugup ditatap anak kecil seperti Caca. Kok gue gini si? Ujar James dalam hati. James belum mengeluarkan suaranya, Caca memutuskan kontak mata diantara mereka. "Rumah kamu di sekitar sini?" James mulai bertanya sesuatu, Caca menghentikan langkahnya. Menatap James curiga. "Enggak, kenapa om?" Matanya memicing penuh selidik. "Bisa berhenti memanggil saya om tidak? Saya bukan seperti p*****l yang sedang berkencan dengan gadis kecil." Jujur, James risih dengan panggilan Caca, lebih baik jika ia di panggil abang atau sayang mungkin? "Bukannya gitu? Caca masih kecil om!" "Kita tidak sedang berkencan." Ucap James menyangkal. "Tapi om kan udah tua, kalo Caca manggil om sebutan kakak malah kedengaran aneh." "Terserah kamu." James mengalah, sepertinya tidak akan ada habisnya jika terus berdebat dengan gadis kecil disebelahnya. "Anak kecil tidak baik keluyuran jam segini," goda James, James tau pasti umur Caca sudah menginjak 18 tahun. Dan wajar saja jika masih berada diluar rumah. Tapi biarlah, ia ingin memanggilnya anak kecil. "Caca udah gede! umur Caca udah 16 tahun. Harusnya, om yang ngapain kayak orang susah di pinggir jalan? om udah tua. Gak baik kalo kena angin malam." Tenggorokan James tercekat, perkiraannya salah. Umur Caca masih 16 tahun, James merasa dirinya sudah gila. Ia kagum pada seorang gadis yang usianya jauh dibawah nya, James tak mau di sebut p*****l. Tahun ini, usia James menginjak 30 tahun, berulang kali orang tua James mendesaknya untuk mengenalkan calon menantu, James tak pernah menggubris orang tua nya. "16 tahun? Kamu masih kelas satu SMA?" Tanya James sedikit tidak percaya. "Iya, om sendiri udah tua kan? Anak istri om kenapa ditinggal?" Sial gumam James dalam hati, ia merasa terhina karena ucapan Caca, James baru saja putus dari kekasihnya, apalagi istri, James jelas tak punya. Tapi James rela jika Caca kelak menjadi ibu dari anak-anaknya. James mulai ngelantur kembali, apa iya dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan gadis kecil di sebelahnya? "Saya belum menikah, apalagi punya anak," Jawab James enteng. "Berarti om gak laku?" Lagi-lagi Caca berbicara seenak jidatnya pada James. "Emang kamu mau menikah dengan saya?" Alis James terangkat, tiba-tiba saja mulut James berkata demikian. "Kenapa jadi Caca?" Ucap Caca menanggapi celotehan James. "Karena kamu yang nganggap saya tidak laku," "Caca gak mau nikah sama om," "Kenapa?" James melotot. Baru kali ini James ditolak, gadis kecil pula yang menolaknya, perempuan diluar banyak yang mengejar-ngejar nya, dengan senang hati James akan menolak mereka. Mereka hanya terobsesi pada ketampanan James, dan juga hartanya. Tak ada yang tulus mencintai James. "Om udah tua," jawab Caca enteng. "Kamu sekolah di mana?" Tanya James kembali. Ia sangat ingin tau lebih jauh kehidupan gadis disebelahnya. Sepertinya menarik. "SMA Cempaka, om kenapa sih nanya nanya terus?" Caca geregetan, James menghadiahinya seribu pertanyaan yang sama sekali tak penting. "Saya cuma penasaran aja," "Kalau om sendiri kerja dimana? Kantoran?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN