Bagian enam

546 Kata
James kembali menganga tidak percaya, bukan bermaksud untuk sombong. Tapi hampir semua orang mengenali dirinya, wajahnya sudah tidak asing lagi pada layar lebar dan juga televisi. Ditambah lagi, followers James mencapai lima juta pengikut pada i********:. "Iya." Tak apalah, mungkin James harus menyembunyikan identitasnya terlebih dahulu. Itu ucapan terakhir mereka, tak terasa mereka sudah berada di alun-alun. Malam ini, alun-alun sangat ramai, tak seperti malam malam sebelumnya. Banyak perempuan yang memandang James, satu persatu dari mereka mulai berbisik. Ada yang berteriak memanggil nama James, ada juga yang langsung mengarahkan ponsel mereka ke arah Caca dan James. Caca bingung, kenapa semua orang begitu mengenal James. Itu James bukan? Anjir James ganteng banget Siapa sih anak kecil di sebelahnya? James Michael kan itu? Kenapa bawa gembel? Makin ganteng aja James. Duh pacar gue. Masih banyak lagi pujian untuk James. Mereka mulai berdatangan menghampiri James, mereka juga meminta foto bersama. Tak jarang juga yang meminta tanda tangan James. Caca terjepit diantara kerumunan perempuan-perempuan di sekitarnya, Caca memilih keluar dan duduk di bangku alun-alun dekat pohon beringin. Caca melihat James ditarik-tarik, kerumunan itu tak juga bubar. Satu cewek diantara mereka keluar dari kerumunan dan menghampiri Caca. "Hai," sapa nya canggung, Caca ikut-ikutan menjadi canggung. "Hai, kenapa?" "Kamu pacarnya kak James ya? Beruntung banget deh kamu. Tapi seingat aku, kak James kan pacarnya Claudia, mereka udah putus? Kapan?" Perempuan itu bertanya panjang lebar, Caca baru mengenal James, ia tak tahu Claudia itu siapa. "Bukan kok, aku juga baru kenal dia." "Beneran? Aku juga pengen jadi kamu deh, ya udah, aku mau foto bareng kak James dulu. Dadah," dia melambaikan tangan kepada Caca sebagai tanda perpisahan. Caca semakin bingung sekarang, ia berniat meninggalkan James, James tiba-tiba muncul dihadapannya, ia ternyata sudah berhasil keluar dari kerumunan. "Maaf lama," ucap James, Caca mengerti. Caca berdiri, berjalan duluan keluar alun-alun. James mengikuti dari belakang. James berhasil menyamakan langkahnya, "Tidak jadi ke alun-alun?" "Ini kan udah di alun-alun om?" "Maksud saya, tidak jadi jalan-jalan ke dalam?" "Enggak om, udah malem Caca udah ngantuk." "Saya antar," gumam James yang terus berjalan disebelahnya. Mata Caca terbelalak, tidak mungkin ia mengijinkan James mengantarnya pulang. Apa reaksi Citra jika Caca membawa laki-laki tua ke rumahnya. Kalau tetangganya tau, bisa berabe Caca. Caca mencari cara lain, namun Caca tak pandai berbohong. "Itu om, temen Caca ada yang rumahnya deket sini, Caca mau sekalian tanya Pr gak mungkin kan kalo om ikut sama Caca?" James terdiam, artinya, ia harus berpisah dengan Caca. James tak rela, pertemuan nya dengan Caca sangat singkat. "Saya boleh minta nomer kamu?" James mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya. "Caca gak punya hp om, Caca pulang dulu. Sampai jumpa om." Caca melambaikan tangan dan cepat-cepat berjalan meninggalkan James. James tak menyangka, cewek seumuran Caca tak mempunyai ponsel. Bagaimana mungkin gadis itu bisa hidup tanpa ponsel? Caca sudah hilang dari pandangan James. Benar, James jatuh cinta pada Caca. James pulang ke rumah dengan senyum yang masih terukir di wajahnya. Seperti formalin, senyum James tak kunjung menghilang juga. Sedangkan Caca, ia sampai di rumahnya. Citra juga sudah tidur, Caca masuk ke dalam kamar dan berniat tidur. Caca sama sekali tak tertarik pada James, entahlah ia masih saja teringat James. Pandangan Caca perlahan menggelap, alam mimpi sudah menyambut Caca.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN