Bab 8

1024 Kata
Dua orang wanita duduk di hadapan Padma, mereka terlihat memasang wajah kesal dan marah. “Jadi Bram berani membawa wanita itu ke sidang perceraian kalian?” “Begitulah, Ana,” Padma menjawab sambil menarik napas berat. “Keterlaluan, apa dia ingin benar-benar membuktikan perselingkuhan yang terjadi di antara mereka?” wanita yang di panggil Ana itu kembali bertanya. Padma mengedikan bahunya, “Mungkin.” “Aku sudah bilang pada Mas Wisnu untuk menghentikan kerja samanya dengan Bram,” wanita yang duduk di sebelah Ana mulai ikut bicara. “Tidak perlu sejauh itu, ini masalah rumah tanggaku,” Padma tersenyum kecut, “Jangan campur adukkan dengan pekerjaan dan bisnis, Lisa.” Lisa mendengus dengan kesal, “Aku sangat menyesal dulu menjodohkan mu dengan Bram, kalau aku tahu seperti ini jadinya.” “Seharusnya kami berdua tetap membiarkanmu melajang, tak perlu khawatir dan mendesak untuk menikah hanya Karena kami takut kau akan jadi perawan tua,” Ana terdengar ikut menyesal. Padma hanya terdiam mendengar perkataan dari Ana, “Aku tidak menyesal.” “Kau tidak menyesal?” Ana dan Lisa bertanya bersamaan. Padma menggelengkan kepalanya, “Tidak.” Ana dan Lisa saling berpandangan, hingga meluncur kembali pertanyaan secara bersamaan lagi, “Kenapa?” Padma tersenyum, sedikit terhibur melihat reaksi kedua sahabatnya yang selalu bertanya bersamaan. Kemudian senyum itu berubah menjadi pandangan yang membuat mata Padma berkaca-kaca, “Karena aku bertemu dengan dua malaikat kecil yang paling aku sayangi.” Ana dan Lisa terdiam saat mereka memahami apa maksud dari jawaban Padma. “Tapi sayangnya aku tidak bisa bertahan untuk hidup bersama dengan Bram demi kedua malaikat kecilku,” terlihat Padma menahan air mata yang akan jatuh, “Aku menjadi manusia yang sangat egois sekali.” Melihat reaksi Padma yang siap meruntuhkan bendungan di matanya, membuat Ana dan Lisa langsung bereaksi dengan memeluk wanita itu. “Kau tidak egois sayang, tidak,” Ana memeluk Padma semakin erat. “Benar Padma, kau tidak egois, tapi Bram lah yang sudah sangat egois,” timpal Lisa dengan ikut memeluk Padma, “Kau sudah cukup punya toleransi atas semua sikapnya padamu selama ini.” “Aku sebenarnya tidak sanggup untuk meninggalkan Hanum dan Hafiz begitu saja, aku takut ...” Padma tak melanjutkan perkataannya karena tangisnya langsung pecah. Sesuatu yang buruk sudah ada dalam bayangan Padma, terutama dengan apa yang terjadi kemarin dengan Hafiz yang hampir kehilangan nyawanya. Tangis Padma semakin nyaring dan rasanya dia tidak mampu untuk berhenti menangis, sementara Ana dan Lisa juga ikut menangis melihat itu sambil masih saling berpelukan erat. ***Otw*** “Om Avin,” Hanum masuk dan berlari merentangkan tangannya ke arah Avin, di ikuti oleh Padma. “Ups, tuan putri cantik sudah pulang sekolah,” Avin juga ikut merentangkan tangannya dan membawa Hanum ke dalam pelukannya. Memutar tubuh Hanum dalam pelukannya, Avin ikut tertawa karena reaksi Hanum yang juga tertawa karena di bawa berputar-putar oleh Avin. Sementara Padma mendekati Hafiz dan mencium kening juga pipi bocah yang terlihat pucat itu. “Anak bunda sudah makan?” Padma bertanya sambil membelai rambut Hafiz. “Sudah dua kali, di suapin sama Om Avin,” Hafiz memperlihatkan dua jari mungilnya pada Padma. “Banyak?” tanya Padma. “sedikit Bunda, habis mulut Hafiz pahit,” ada nada merengek pada Hafiz. “Itu karena Hafiz sakit sayang,” Padma kembali mencium kening Hafiz yang masih terasa panas. Avin berpamitan pergi setelah tadi sempat membelikan Padma juga Hanum makanan juga cemilan, karena ada pekerjaan yang harus dia lakukan. Dari siang hingga ke sore, keadaan kamar itu sunyi, Hafiz dan Hanum tidur siang, sementara Padma asyik dengan laptop di hadapannya. Hingga menjelang jam lima, setelah selesai membersihkan dirinya juga Hanum, Padma bermaksud untuk memesan makanan dengan aplikasi. Ceklek! Padma dan Hanum, juga Hafiz menoleh ke arah pintu yang terbuka. Awalnya senyum kedua anak itu mulai terkembang karena berpikir Avin yang datang, karena pria itu berjanji untuk segera datang dan membawa oleh-oleh untuk kedua anak itu. Tapi kemudian senyum itu pudar saat melihat siapa yang muncul di balik pintu kamar rumah sakit itu Dan tak ada reaksi sangat bahagia saat melihat kedatangan orang-orang itu dari Hafiz, Hanum. ***otw*** "Ini pasti kamar rawat VIP? Dan ini pasti sangat mahal," ucapan pertama yang Ratmi keluarkan saat berada di dalam kamar rawat Hafiz. Padma tidak memberikan reaksi dan masih memperhatikan satu persatu orang yang ada di dalam kamar rawat itu. Ratmi yang berkeliling memberikan penilaian, Bram yang sedang asyik memangku Azzam yang begitu manja pada pria itu, Puspa yang setia duduk di samping Bram dan Fani yang sibuk memperhatikan barang yang di pegang oleh Hanum. "Pasti kamu Bram, mengeluarkan uang yang banyak untuk semua ini?" kembali Ratmi bicara melihat pada Bram. "Bukan Bram yang membayar biaya rumah sakit ini, tapi saya sendiri membayarnya," sahut Padma sambil memandang pada Ratmi kemudian pada Bram yang wajahnya langsung terlihat tegang. "Tapi pasti uangnya dari Bram juga kan?" Ratmi melihat sinis pada Padma. "Saya tak perlu mengunakan uang Bram untuk membayar rumah sakit ini," sahut Padma membalas pandangan sinis Ratmi, "Karena saya punya penghasilan sendiri untuk bisa sekedar membayar semua ini." "Aku akan mengganti semua pengeluaranmu tadi," Bram menatap lekat pada Padma. "Tidak perlu, kau tahu sendiri selama kita berumah tangga aku tidak pernah meminta uang darimu jika tidak perlu," sahut Padma, "Karena aku tahu kau sudah menjadi pelupa tentang apa yang menjadi kewajibanmu, jika sudah mengingat yang lain." Sindiran dan pandangan Padma tertuju pada Puspa dan anak-anaknya, membuat wanita yang di pandangi itu hanya tertunduk rak berani menatap pada Padma. Bram hanya menarik napas panjang, "Kau seharusnya mengingatkan tentang hal itu." "Tanpa mengingatkan pun, seharusnya kau tidak pernah lupa dengan kewajiban seorang suami dan juga sebagai orang tua," kembali Padma menyindir dengan senyum yang sangat sinis. "Bram itu sibuk, dia punya banyak kewajiban yang harus dia lakukan, seharusnya sebagai istri kau bisa memaklumi hal itu," bela Ratmi untuk Bram. "Kewajiban pada janda muda cantik dan anak yatim?" sindiran Padma kembali untuk Bram, "Bukan begitu ibu?" "Padma," desis Bram tak suka dan Ratmi yang langsung memasang wajah masam. "Mbak Padma .." ucapan Puspa terhenti saat melihat pintu terbuka. "Aku mau itu papa blam!" seru Azzam dan turun dari pangkuan Bram sambil berlari dengan menunjuk ke arah pintu yang terbuka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN