Tubuh Daisy oleng ke belakang. Wanita paruh baya itu lekas berpegangan dengan tangan masih membekap mulutnya tak percaya akan penglihatannya sendiri. Bagaimana bisa Fabio melakukan semua ini. Menyembunyikan Scarla di tempat ini. Entahlah. Daisy bingung akan mempertanggungjawabkan semua ini pada keluarga Veronica dengan cara apa.
Dengan tertatih Daisy keluar dari dalam kamar Fabio. Bahkan Scarla masih lelap dalam tidurnya tanpa tahu apa-apa.
Daisy duduk di atas sofa dengan d**a bergemuruh hebat. Mengambil ponsel dengan tangan bergetar. Ia melakukan panggilan telepon pada sang putra.
Dering kedua panggilannya, langsung diterima oleh Fabio.
"Halo, Ma!"
"Bio, pulang sekarang. Mama tunggu di apartemenmu," ucap Daisy dengan suara bergetar. Wanita itu masih shock.
Klik.
Panggilan diputus sepihak oleh Daisy, membuat Fabio yang sedang duduk di kursi kerjanya kebingungan. Apakah mama datang ke apartemennya?
Dan, yah. Kepanikan melanda. Fabio teringat akan keberadaan Scarla yang menumpang di tempatnya. Oh, tidak. Jangan-jangan Mama menemukan Scarla di sana lalu salah paham padanya. Ini gawat dan tidak bisa Fabio biarkan begitu saja.
Dengan kepanikan, Fabio lekas berdiri. Menyambar kunci mobilnya dan gegas keluar dari dalam ruang kerjanya.
"Aku pulang dulu. Re-shcedule semua jadwalku hari ini!" titah Fabio pada sekretarisnya.
"Tapi, Bos ...." Perempuan itu tak melanjutkan kata-katanya karena tak digubris oleh Fabio.
Pria itu berjalan tergesa-gesa meninggalkan kantor menimbulkan tanya di benak sang sekretaris.
Fabio memasuki mobil dan menjalankannya cepat menuju apartemen. Sungguh ini dalam kondisi darurat. Memacu mobil lumayan kencang dan untung saja jalanan tidak seberapa macet hingga hanya butuh lima belas menitan Fabio pun sampai di apartemennya.
Berjalan dengan tergesa. Feeling-nya sudah tidak enak. Dan benar saja. Begitu dia berhasil masuk ke dalam tempat tinggalnya ini, mata Fabio mendapati sosok mamanya yang duduk bersandar di sofa dengan tangan memijit pelipis. Dari raut wajah Daisy, Fabio dapat pastikan jika sang mama sudah melihat keberadaan Scarla. Lalu, di mana gadis itu? Kenapa hanya mamanya saja yang terlihat?
"Ma!" Fabio menyapa begitu dia sudah mendekat pada wanita yang telah melahirkannya.
Membungkukkan badan agar dapat mencium pipi sang Mama. Daisy masih bungkam dan belum bereaksi apa-apa.
"Duduklah, Bio!!"
"Mama sudah lama?" tanya Fabio ketika telah berhasil duduk di samping mamanya.
"Lumayan. Mama sudah selesai beberes bahan makanan juga tadi."
Fabio manggut-manggut. Daisy menatap tajam pada putranya.
"Bio! Katakan pada mama, sejak kapan kamu memiliki hubungan dengan Scarla?"
Yah, benar sekali dugaannya. Mama pasti sudah bertemu dengan Scarla lalu terjadilah kesalah pahaman. Mampus kau, Fabio!
"Apa Mama sudah bertemu dengan Scarla di sini?"
"Masihkah kau mempertanyakan hal itu lagi setelah Mama memergoki Scarla tidur di dalam kamarmu!" Hardik Daisy dengan nada suara sedikit meninggi.
"Sekarang Scarla di mana?" Fabio justru bertanya dengan pandangan mengedar mencari keberadaan sosok gadis yang semalam memaksa untuk menumpang tidur di apartemen ini.
"Kenapa kamu tanya Mama? Dia masih tidur di dalam kamarmu," jawab Daisy dingin.
Fabio mengusap kasar wajahnya. "Ini hanya salah paham saja, Ma."
"Salah paham? Salah paham apa maksudmu, Bio? Andai papamu tahu jika ternyata kamu menyembunyikan anak gadis orang dan kalian tinggal di satu rumah bahkan tidur di satu ranjang yang sama. Mama pastikan kamu akan dinikahkan saat ini juga."
"Ma! Aku dan Scarla tidak berbuat apa-apa. Dia hanya numpang tinggal sementara di sini. Hanya itu saja. Tidak lebih."
"Omong kosong macam apa itu, Bio! Dan kamu pikir Mama akan mempercayainya begitu saja? Kamu katakan Scarla hanya menumpang dan kalian tidur satu ranjang setiap malam. Ya Tuhan, Bio. Apa yang ada dalam otakmu itu, hah!" Daisy makin memijit pelipis yang terasa berdenyut nyeri.
Tubuhnya sangat lemah dan lemas. Putra yang dia berikan kepercayaan untuk kembali tinggal terpisah dari keluarga, nyatanya seperti ini kelakuannya. Di luar dari pemikiran.
"Ma. Dengar aku. Scarla baru kemarin ikut bersamaku dan tinggal di sini."
Daisy lekas menyela. "Dan kamu pasti tidak tahu jika dia kabur dari rumahnya."
Fabio sudah menebaknya. "Aku memang tidak tahu jika Scarla kabur dari rumah. Semalam kami bertemu di swalayan. Dan itu semua tidak sengaja, Ma. Ayolah, Ma. Percaya padaku. Mana mungkin aku menyembunyikan anak gadis orang. Apalagi itu Scarla."
"Sebelum Mama ke sini ... Mama sempat bertemu dengan Vero. Dia sedang kebingungan mencari Scarla yang kabur dari rumah."
Daisy menatap pada sang putra. "Lagian, kenapa kamu harus gegabah menampung dia di sini? Kamu ini seorang lelaki dewasa dan masih lajang. Tidak seharusnya menampung gadis belia seperti Scarla. Bagaimana jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan antara kamu dengannya?"
"Aku masih memiliki kewarasan untuk tidak melakukan hal di luar batas dengan Scarla."
"Kamu bisa mengatakan itu di depan Mama. Namun, Mama tak akan bisa percaya begitu saja. Setan itu ada di mana-mana, Bio. Apalagi kalian tidur di satu ranjang yang sama. Tidak mungkin jika kamu tak akan tergoda dengannya."
Fabio sangat frustasi karena tak kunjung berhasil memberikan pengetahuan pada sang Mama. Sampai dia bingung sendiri menjelaskannya.
"Ma! Kami tidak tidur seranjang. Semalam aku tidur di dalam kamar sementara Scarla tidur di sofa. Mungkin dia pindah ke kamar ketika aku berangkat ke kantor," jujur Fabio mencoba meluruskan kesalah pahaman ini.
Daisy menatap lekat pada manik mata sang putra. Mencoba mencari kebenaran akan pengakuan Fabio padanya.
Inginnya, Daisy percaya begitu saja. Karena bagaimana pun, Fabio adalah putranya. Namun, masih ada keraguan di benak Daisy.
"Mama harap apa yang kamu katakan adalah sebuah kebenaran. Jika Mama sudah percaya padamu ... jangan sampai kamu mengecewakan Mama. Kali ini kamu Mama maafkan. Tapi jangan pikir mama akan kembali memberikan kamu kesempatan untuk lepas dari tanggung jawab, semisal Mama memergoki kamu sedang berbuat hal tidak baik pada anak gadis orang. Dan ini tidak hanya berlaku pada Scarla saja. Tapi pada siapa pun juga wanita yang sudah kamu rusak hidupnya."
Deg
Dada Fabio terasa sesak.. Jantungnya berdebar hebat. Semua peringatan sang mama, melempar ingatan Fabio pada kisah lima tahun silam di mana kesalahan fatal yang sudah dia perbuat, tak diketahui oleh siapa pun juga. Termasuk itu mama, papa, apalagi kedua kakaknya.
Oh, Tidak. Fabio mencoba sekali lagi untuk melupakannya.
"Kamu ingat itu baik-baik, Bio! Mama selalu berusaha mendidik agar kamu jadi pria baik yang bertanggung jawab. Jika kamu memang sudah menemukan wanita yang tepat, lebih baik kamu segera menikah. Jangan sampai kamu menjadi pria b***t yang hanya mau enaknya saja tanpa ada rasa tanggung jawab."
Sesungguhnya Daisy tidak tega mengatakan semua itu pada Fabio. Namun, karena insiden hari ini, kepercayaan Daisy jadi bekurang. Wajar sebagai seorang Ibu jika pada akhirnya pikiran Daisy jadi ke mana-mana sampai berpikir yang bukan-bukan. Daisy sangat takut jika Fabio yang selalu dia banggakan, ternyata memiliki sikap tidak baik di luaran.